BENDERA "zebra", yang berkibar di berbagai simpang jalan di Surabaya, hampir tak pernah turun dari tiangnya. Bendera yang melambangkan angka kecelakaan lalu lintas ini, selama bulan Januari saja, menunjukkan: 26 orang tewas di jalanan kota itu. Sebanyak 42,5% kematian lantaran tergilas ban belakang truk. Maka, Kepala Polisi Lalu Lintas Polwiltabes Surabaya Lektol Husein Effendy, bulan lalu, mengumpulkan para pemilik truk, dan menginstruksikan, "Pasanglah tameng pengaman !" Perasaan Husein rupanya terganggu, karena hampir tiap hari menerima laporan korban kecelakaan lalu lintas yang tewas. "Aduh,... ini tugas saya, mencegah kematian, sia-sia," ujar Husein sembari mengurut dada. Ia pun menggelar data tahun 1986. Di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya tercatat 282 orang tewas karena kecelakaan lalu lintas. Truk menyumbang 113 kematian di antaranya. Pada awal Februari ini, satu laporan tragis sampai ke meja Husein, dan lagi-lagi berhubungan dengan truk. Begini: seorang mayor polisi menumpang becak di Wonokromo. Di dekat jembatan layang, sebuah kendaraan menyenggol becak itu. Becak terbalik, si mayor terpental. Syukurlah, ia selamat. Tapi, malang, si tukang becak tersuruk persis di bawah bak truk yang sedang melaju. Ia tewas tergilas ban belakang. Husein pun memikirkan bagaimana caranya agar kolong truk yang selalu menganga tak lagi menelan korban. Kesimpulannya: lebih baik kolong truk - di bawah bak-ditutup dengan pelat. Jadi, kalau ada orang yang nahas terpelanting ke truk yang sedang berjalan, ia tak perlu mengakhiri hidup dengan menjadi mangsa roda. Bila la terbentur tameng pengaman, ia bisa lolos dari maut, dengan cuma terluka.... Seorang petugas DLLAJR (Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya) lantas merancang tameng pengaman yang diinginkan Husein. Sederhana. Hanya dari pelat seng dengan memakai kerangka besi siku dan pipa, yang keseluruhannya diharapkan tidak berbobot lebih dari 50 kg. Pelat itu digantungkan di bawah bak, mempergunakan engsel yang bisa dilepas. Antara pelat dan jalan ada jarak 30 cm, "Supaya tak penyok jika terbentur aspal pada jalan-jalan berlubang." Yang sudah dilaksanakan di Surabaya, semua truk yang ditahan polisi karena pelanggaran apa pun telah diwajibkan memasang tameng yang dicat biru-putih bergaris-garis dan ditulisi, "Terima kasih. Operasi Patuh." Baru setelah perisai seng ini dipasang, truk bisa dilepaskan. Beberapa pengusaha truk enggan berkomentar tentang tameng pengaman itu. Maklum, menyetujui berarti harus menyediakan anggaran pengadaan perisai. "Kami belum tahu hal itu," kata seorang pimpinan PT Kalimas, yang puluhan truknya bertebaran di Surabaya, Semarang, Jakarta, dan Bandung. Yang sudah memasang, umumnya, ya, itu tadi, karena terpaksa. Yang senang adalah para tukang las yang mangkal di dekat kantor polisi. Rata-rata mereka memasang harga Rp 100.000 untuk membuat tameng setiap truk. Suatu harga yang - menurut Husein - tetap lebih murah dibanding harus menyantuni korban yang umumnya sekitar Rp 250.000. Dua mobil box pengangkut teh botol, yang ditahan polisi, pekan lalu terlihat mulai didandani dengan tameng. "Malah majikan saya minta dibikinkan tameng untuk ke-30 armadanya," tutur Sokeh yang ditugasi memasang, sambil sibuk mengelas. Tameng memang belum wajib. "Nanti, semua truk yang masuk Kota Surabaya harus memakai tameng. Dari mana pun asal truk itu," ujar Husein tegas. Belum jelas apakah ketentuan ini memang akan tegas dilaksanakan. Soalnya, tameng model Surabaya ini belum pernah diteliti keefektifannya. Hingga awal pekan ini, juga belum terdengar calon korban yang terselamatkan oleh tameng tersebut. Zaim Uchrowi, Laporan Saiff Bakham (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini