TANDA tanya seputar mundur tidaknya K.H. Syansuri Badawy sebagai calon anggota DPR dari PPP terjawab sudah. Rabu pekan lalu, diam-diam, orang kedua di Pesantren Tebuireng, Jawa Timur, ini menemui H.J. Naro di kantor DPP PPP Jalan Diponegoro, Jakarta. Sebagai penutup, Kiai Syansuri, 68, membaca doa lantas berpelukan dengan Naro. "Saya tetap sebagai calon," ujar Syansuri menegaskan pendiriannya. Dalam Daftar Calon Tetap (DCT) yang akan diumumkan 26 Februari, ia dipastikan tetap muncul sebagai calon No. 1 untuk Jawa Timur. Kepada Choirul Anam dari TEMPO, Syansuri mengaku, sebenarnya ia enggan pergi ke Jakarta. Sebelum ini, dua kali undangan Naro tak dapat dipenuhi. Sebab, sebagai pengajar ushul fiqih dan faro'id (hukum waris) di Tebuireng, dia cukup sibuk. Rupanya, pimpinan DPW Jawa Timur dan DPC Jombang berhasrat betul mempertemukan Syansuri dengan Naro. Semua persiapan termasuk tiket pesawat, disediakan hingga "Saya terpaksa berangkat juga." Setelah terombang-ambing antara dua kutub, NU dan PPP, Syansuri kini rupanya sudah mantap. Kesediaannya menemui Naro menunjukkan bahwa ia telah memutuskan berada di kubu PPP. Hanya, katanya, "Karena kesibukan mengajar, saya minta dicalonkan sebagai anggota MPR saja." Pernyataan ini, secara tersirat, sebenarnya sudah diucapkannya Januari lalu, saat namanya ramai diperbincangkan. Ketika itu, Syansuri, yang sudah 36 tahun mengabdi di Pesantren Tebuireng, disebut-sebut telah mengundurkan diri sebagai calon sementara anggota DPR. Jusuf Hasjim, pimpinan Pondok, menunjukkan surat pengunduran diri Syansuri. Beberapa hari kemudian, Imron Rosyadi datang ke Tebuireng menemui Syansuri. Kembali ke Jakarta, utusan DPP PPP itu lantas membantah soal pengunduran diri seperti dilansir Jusuf Hasjim. Mardinsyah, Sekjen DPP PPP, ikut menegaskan bahwa Syansuri tetap sebagai calon anggota DPR. Menurut Dirjen Sosial Politik Departemen Dalam Negeri Hari Sugiman, PPI memang menerima surat pengunduran diri K.H. Syansuri pada 6 Januari lalu. Tetapi, pertengahan Januari lalu, PPI menerima surat dari DPP PPP bertanggal 12 Januari. Surat, yang ditandatangani K.H. Syansuri itu, menyatakan ia tetap calon sementara. "Kami akan menggugat DPP PPP," ujar Jusuf Hasjim, mengulang tekadnya. Ia, seperti pernah diucapkan, menuduh pihak yang akan digugatnya itu telah menginjak-injak integritas Pesantren Tebuireng. Ini karena Imron Rosyadi, saat dulu bertandang itu, mengancam - bila Syansuri tak mau dicalonkan, Jusuf Hasjim dan pesantrennya dapat digolongkan subversif. Ketua PB NU Abdurrahman Wahid, lewat tulisannya di dalam Kompas, mencoba memahami sikap Syansuri. Dikatakannya, tokoh ini tak pernah secara langsung dibina secara pribadi oleh K.H. Hasyim Asy'ari-pendiri Pondok Tebuireng. Santri asal Cirebon ini lebih banyak dibina Kiai Ahmad Baidowi, menantu Asy'ari. Sesuai dengan tradisi, kepada pesantren yang kini "diwakili" putra Asy'ari, Jusuf Hasjim -- Syansuri mempunyai "kesetiaan umum". Sedang kepada Ahmad Baidowi, ia mempunyai "kesetiaan khusus". Kepada Kiai Muhammad Baidowi - putra Ahmad Baidowi, yang menjadi salah seorang ketua DPP PPP - kesetiaan Syansuri tentunya juga "khusus". Jadi, kira-kira, dapat dipahami mengapa ia lantas memihak PPP. Kepada TEMPO, K.H. Syansuri mengakui bahwa ia memang menghadapi dilema. Saya harus ke sana kemari, itu yang sulit," ucapnya. Tetapi ia menolak pendapat Abdurrahman Wahid. Ia menyatakan bahwa yang paling banyak mengasuh saat ia mulai menjadi santri, pada tahun 1933, adalah K.H. Hasyim Asy'ari. Sampai sekarang pun, katanya, ia tetap setia kepada Tebuireng dan juga kepada Jusuf Hasjim. Mengapa ia akhirnya memilih PPP? "Itulah dilema. Biarlah orang menuduh saya begini-begitu. Allah yang Mahatahu." Sur Laporan Choirul Anam (Biro Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini