MENJELANG pukul sebelas siang, Sabtu pekan lalu, di bandara Halim Perdanakusuma. Pesawat BAe-146 Arun, milik Pelita Air Service, yang membawa rombongan Presiden Soeharto, mendarat mulus, sesudah tiga hari mengantar Kepala Negara melakukan kunjungan kerja di Malaysia dan Singapura. "Hasil penting dari kunjungan ini adalah kesepakatan untuk terus memelihara dan meningkatkan kerja sama serta saling pengertian bagi kemaluan bersama," ujar Mensesneg Sudharmono, yang bersama' Menlu Mochtar Kusumaatmadja, Menseskab Moerdiono, dan Pangab Jenderal L.B. Moerdani ikut rombongan Presiden. Suara senada juga terdengar dari kedua negara yang dikunjungi pemimpin Indonesia itu. "Bagi Malaysia, kynjungan Presiden Soeharto punya arti sangat penting," ucap Menlu Rais Yatim kepada TEMPO. Lewat kunjungan kerja yang bersifat tak resmi itu, kedua pucuk pimpinan dapat berbicara secara terbuka dari hati ke hati, "Itu mencerminkan betapa dekatnya hubungan kedua negara, termasuk pemimpinnya," kata menlu Malaysia itu. Sedangkan Menlu Singapura S. Dhanabalan menilai pembicaraan antara pemimpin kedua negara itu, "Semakin mendekatkan hubungan dan kerja sama yang baik antara kedua negara." Menurut Menlu Rais, tak kurang dari 13 masalah yang diagendakan ketika dilangsungkan pertemuan tingkat menteri. Salah satu yang dibicarakan di Istana Stulang adalah soal pendatang haram dari Indonesia, yang kabarnya berjumlah 330.000 orang. Meski dalam pokok-pokok masalah sudah ada kesamaan pandang, masih dipandang perlu merinci lagi dalam tingkat yang leblh rendah, tingkat pejabat yang bersangkutan. Misalnya dalam kasus pelintas-batas liar itu. Dalam pertemuan itu disinggung secara selintas perlunya diberlakukan border pass (pas perbatasan) sebagai salah satu cara mengatasi masuknya orang Indonesia secara ilegal ke Malaysia. "Kami bersepakat untuk saling mengawasi arus pendatang gelap itu," ujar Rais. Kedua negara memang menghadapi problem ekonomi yang sama-sama suram. Semangat kerja sama yang lebih erat dalam masalah ekonomi ini tercetus juga dalam perundingan. Misalnya disinggung masalah kerja sama di bidang otomotif. Ada tanda-tanda bahwa akan terjadi tukar-menukar komponen otomotif. Yang menggembirakan adalah kesediaan Malaysia membeli helikopter BO105 buatan IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) Bandung. Meski belum jelas berapa buah yang akan dipesan, seorang diplomat Malaysla mengatakan, "Yang perlu disorot adalah arti pembelian itu." Maksudnya, itulah kerja sama yang kongkret antara saudara serumpun. Pertemuan dengan PM Singapura Lee Kuan Yew juga sukses mencapai saling pengertian yang mendalam. Presiden Soeharto sempat memaparkan kondisi perekonomian Indonesia belakangan ini. Diakuinya, merosotnya harga minyak menimbulkan masalah besar bagi pembangunan nasional. Tetapi Presiden optimistis, dengan berbagai langkah yang telah ditempuh, diharapkan tahun ini ekonomi Indonesia akan bergairah lagi. PM Lee mafhum, karena lilitan resesi juga dirasakan negara kota itu. Menurut sebuah sumber, sebelumnya Singapura mengusulkan adanya pasar bersama. Ide ini kurang disetujui Indonesia, karena dalam banyak hal Indonesia akan kalah bersaing dengan Singapura. Menlu Dhanabalan kemudian mengakui, memang tidak realistis membicarakan masalah pasaran bersama ini. Selain membicarakan masalah-masalah bilateral, pertemuan Indonesia dengan kedua negara tetangganya itu juga membahas serius rencana KTT ASEAN yang akan diadakan di Manila, Desember mendatang. Indonesia mengharapkan agar KTT itu, yang dilangsungkan bertepatan HUT ke-20 ASEAN, bisa mencapai hasil penting untuk meningkatkan kerja sama. Laporan Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini