Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tangan Jakarta dalam Kasus Risma

Untuk sementara, kubu Risma gagal melorotkan Wisnu dari kursi Wakil Wali Kota Surabaya. Mengail di air keruh.

3 Maret 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA muram terasa di lantai dua Balai Kota Surabaya, Kamis pagi pekan lalu. Sejumlah pejabat Kota Surabaya keluar dari ruang kerja Wali Kota Tri Rismaharini dengan raut murung. Beberapa bahkan sembap matanya.

Tak lama berselang, Risma keluar bersama ajudan. Mencegatnya untuk sebuah wawancara, Tempo dicegah Muhammad Fikser, Kepala Hubungan Masyarakat Kota Surabaya. "Maaf, Ibu ada masalah yang serius dan rumit," katanya. Ditanya ihwal apa, Fikser tak menjawab.

Sejak pukul tujuh pagi, Risma menggelar rapat dengan Satuan Khusus Perangkat Daerah. Pertemuan tersebut "mengharu biru" karena Risma menyatakan ingin mundur dari jabatan. Beberapa kepala dinas menyatakan tak setuju. Tapi Risma berkeras karena "takut menjadi korban ketidakjujuran elemen di pemerintahannya".

Tiga jam berselang, puluhan warga Surabaya memenuhi lantai dua Balai Kota. Mereka mendesak perempuan 52 tahun itu tak meletakkan jabatan. Pada pukul 12.10, sepulang menghadiri peresmian taman di wilayah Jambangan, Risma menemui pengunjuk rasa. Seorang pendemo meratap. "Kami enggak pingin Ibu mundur. Anak-anak kami Ibu sekolahkan. Banyak orang miskin yang Ibu pelihara."

Mendengar curahan hati itu, Risma tercekat. Dia sesekali memandang langit-langit menahan air mata yang nyaris jatuh. Terdiam cukup lama, Risma akhirnya bersuara. "Tadi pagi saya niatkan bulat untuk mundur. Semua kepala dinas nangis. Sekarang panjenengan ngomong begini. Saya enggak tahu harus ngomong apa."

"Jangan, Bu…! Jangan, Bu…!" beberapa perempuan berteriak.

l l l

KOMISI Politik Dewan Perwakilan Rakyat telah mengambil keputusan perihal pemilihan Wakil Wali Kota Surabaya. Risma dan beberapa fraksi DPRD menganggap pemilihan itu cacat prosedur sehingga penetapan Wisnu Sakti Buana sebagai wakil wali kota mesti dianulir. Wisnu adalah Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kota Surabaya—sebelumnya Wakil Ketua DPRD Surabaya.

Kubu Risma tak menyangka menerima keputusan pahit itu dalam rapat kerja di Senayan pada Rabu malam pekan lalu. "Kami putuskan keseluruhan proses terkait pemilihan Wakil Wali Kota Surabaya dikembalikan ke DPRD Surabaya," kata Ketua Komisi Politik Agun Gunanjar Sudarsa sebelum menutup rapat yang hanya berlangsung 16 menit itu. Tak ada keberatan dari peserta rapat.

Sebelumnya, politikus Partai Golkar tersebut menjelaskan alasan mengapa rapat dengar pendapat umum diubah menjadi rapat kerja. Menurut dia, kehadiran Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sebagai mitra kerja komisinya menjadi kausa utama. Agun juga menegaskan, pihak yang tak puas dipersilakan menempuh jalur hukum.

Forum rapat kerja membuat sejumlah mantan anggota panitia pemilihan Wakil Wali Kota Surabaya yang mempersoalkan pelantikan Wisnu tak bisa ikut berbicara. "Jauh-jauh ke Jakarta cuma mendapat rapat 16 menit," ujar Edi Budi Prabowo, politikus Golkar, mantan ketua panitia pemilihan. "Sekarang kembali ke partai masing-masing," ucap Sudirjo, bekas sekretaris panitia pemilihan, dari Partai Amanat Nasional.

Strategi mematahkan laju kubu Risma digodok di ruang pimpinan Komisi Politik sebelum rapat dibuka. Pembicaraan sekitar satu jam sejak sekitar pukul 20.00 itu dihadiri pimpinan Komisi, para perwakilan fraksi, Menteri Gamawan, serta Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Hanya perwakilan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang absen. Gamawan mengakui ada pengaduan tentang dugaan tanda tangan palsu panitia pemilihan serta rapat yang tak mencapai kuorum. "Tapi itu masalah internal DPRD," katanya.

Menurut Wakil Ketua Komisi dari Partai Demokrat, Khatibul Umam Wiranu, DPR bukan atasan DPRD yang bisa membatalkan hasil pemilihan daerah. Maka pelantikan Wisnu pada 24 Januari lalu dianggap sah.

Keyakinan itu diperkuat penjelasan Menteri Gamawan bahwa proses administrasi pemilihan sampai pelantikan dilakukan dengan baik. "Hak PDIP mencalonkan wakil wali kota," ujar Umam kepada Tempo menirukan perkataan Gamawan, Kamis pekan lalu. Wakil Ketua Komisi dari PAN, Abdul Hakam Naja, sependapat dengan Umam. "Tak ada perdebatan, kami semua sepakat," katanya.

Arif Wibowo, Wakil Ketua Komisi dari PDIP, menilai akan menjadi preseden buruk jika masalah di DPRD dituntaskan DPR. Apalagi masalah Risma dan Wisnu merupakan urusan internal PDIP sebagai partai pengusung. "Tak sepatutnya partai lain menabuh gendang di atas penderitaan orang lain," ucapnya.

Umam menuturkan, rapat mempersoalkan Wisnu sejatinya bukan agenda komisinya. Komisi Politik ditugasi Wakil Ketua DPR dari Golkar, Priyo Budi Santoso, setelah menerima kehadiran Risma di ruang kerjanya pada Kamis dua pekan lalu. "Ini bukan maunya Golkar, tapi Priyo pribadi."

Adalah Edi, Sudirjo, Fathur Rohman (Partai Keadilan Sejahtera), dan Muhammad Syaifi (Partai Kebangkitan Bangsa) yang mengadukan pelantikan Wisnu kepada Menteri Dalam Negeri. Surat pengaduan ditembuskan ke pimpinan DPR, yang kemudian "ditangkap" Priyo. Calon anggota Dewan dari Daerah Pemilihan Surabaya dan Sidoarjo ini lantas mengundang Risma ke DPR. Kehadiran Risma kontan mendapat perhatian publik.

Namun Risma tak hadir dalam rapat di DPR pada Rabu malam pekan lalu. Salah satu wali kota terbaik dunia versi Citymajors.com itu memilih menemui tamu-tamunya di Surabaya. Ketidakhadiran itu dianggap ikut andil menggagalkan skenario memukul Wisnu. "Itu salah satu penyebabnya," kata Sudirjo.

Anggota Komisi Politik dari PKS, Agus Purnomo, mengakui rekan-rekannya sefraksi tak bergairah karena Risma absen. "Padahal, kalau mau diramaikan, ya ramai," ujarnya. Hanya PKS yang menyokong Risma ketika ia akan dimakzulkan pada Januari 2011 oleh mayoritas fraksi, termasuk PDIP. Kala itu, Wisnu menjabat Wakil Ketua DPRD sekaligus motor tuntutan pemakzulan karena Risma menaikkan pajak reklame. Dalam gegeran pemilihan Wisnu, PKS juga berpihak ke Risma.

Priyo membantah tuduhan sengaja mengail di air keruh untuk menjaring suara dalam pemilihan umum 9 April nanti. "Jangan larang-larang orang menyampaikan simpati," katanya.

Bukannya mendapat simpati, Risma justru dikecam kubu PDIP. Apalagi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sudah mengajak bicara Risma pada Ahad dua pekan lalu di kediamannya, Jalan Teuku Umar, Jakarta. Sebelumnya, Mega memanggil Wisnu—putra tokoh PDIP, Soetjipto Soedjono. "Saya mendukung Bu Risma sampai akhir masa jabatan," ujar Wisnu, Kamis pekan lalu.

Sabtu pekan lalu, Mega mengunjungi Surabaya antara lain untuk memastikan masalah Risma-Wisnu beres. Namun Risma belum legawa menerima Wisnu. Bertahan di kursi wali kota pun menjadi pilihan sulit. "Saya tak bisa janji. Ini tak mudah bagi saya," ucapnya Kamis pekan lalu.

Agus Supriyanto, Dewi Suci Rahayu, Edwin Fajerail, Agita Sukma, Ira Guslina, Sundari, Wayan Agus Purnomo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus