Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada hari kedua pertemuan antara rombongan Komisi Pemberantasan Korupsi dan gubernur, wali kota, serta bupati di Sulawesi Tengah, 19-21 Februari lalu, Busyro Muqoddas tiba-tiba ingin berkunjung ke Taman Hutan Raya dan Hutan Wisata Poboya di Palu. Wakil Ketua KPK ini mendengar kawasan konservasi di Palu itu sudah dijarah penambang emas.
Di sana, yang terhampar bukan hutan, melainkan padang batu tersiram matahari tropis. Sekitar 30 saung tak berdinding tegak menaungi mesin pemisah batu dan pasir. "Mungkin ada tiga bukit yang sudah gundul," kata Timer Manurung, inisiator program Indonesia Memantau Hutan.
Di luarnya, karung putih berisi bongkahan batu berkapasitas 50 kilogram menumpuk. Tromol-tromol itu adalah lokasi penambangan emas di gerbang hutan Poboya. Bongkahan-bongkahan batu berasal dari area hutan yang dikeruk puluhan buldoser. Satu tromol diisi tiga pekerja yang mengolah 600 karung per hari hingga menghasilkan satu kilogram bijih emas.
Konsesi hutan seluas 200 hektare itu milik PT Citra Palu Minerals. Ada tiga kontraktor yang menambang di sana, yakni PT Clara, PT Panca Logam Prima, dan PT Mitra Asia Perkasa. Busyro tercengang melihat data itu.
Agenda pertemuan KPK dengan kepala daerah itu adalah supervisi pengelolaan pertambangan di Sulawesi Tengah. Ini bagian dari rangkaian program Indonesia Memantau Hutan di 12 provinsi. Tujuannya: mencegah korupsi di sektor pertambangan berupa suap izin tambang di kawasan hutan. Palu dipilih sebagai pembuka, sebelum ke Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Sulawesi Selatan.
Penelitian Komisi empat tahun lalu menemukan mayoritas kepala daerah inkumben mendagangkan izin-izin pertambangan di kawasan hutan untuk biaya kampanye. Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, dari 10 ribu izin, hanya separuhnya yang berstatus tak bermasalah. Bupati Buol Amran Batalipu adalah contoh bupati yang mendagangkan izin tambang dan sudah divonis pengadilan.
Road show Busyro dan Divisi Pencegahan KPK itu meminta para kepala daerah mencabut izin-izin bermasalah plus menagih pajak serta royalti yang belum dibayar oleh perusahaan pertambangan. "Ini kewajiban para pemegang izin konsesi," ujar Bupati Morowali Anwar Hafid, yang ikut pertemuan itu.
Anwar salah satu pejabat yang masuk pengawasan karena laporan keuangannya mencurigakan. Menurut seorang sumber, harta Anwar yang dilaporkan jauh lebih kecil daripada kekayaan sebenarnya. Suami pesinetron Angel Lelga ini dikabarkan punya 200 hektare perkebunan kelapa sawit dan rumah di pelbagai daerah. Di Makassar, ia memiliki rumah senilai Rp 9 miliar. Ia juga punya apartemen di Jakarta yang ditempati istri keduanya itu.
Komisi mencurigai kekayaan Anwar itu berasal dari setoran pengusaha tambang. Di sela pertemuan Busyro dan pejabat Kementerian Energi, seorang penyidik mengkonfirmasi laporan kekayaan Anwar dan mencocokkannya dengan fakta-fakta.
Anwar tak menyangkal pernah menerima uang dari perusahaan tambang ketika dia berkampanye menjadi bupati pada 2008. Menurut dia, para pengusaha tambang memberi pelbagai sumbangan, dari uang hingga alat peraga kampanye. "Ada yang memberi Rp 200 juta," katanya kepada Tempo pekan lalu.
Ada sembilan perusahaan yang patungan membantu menyediakan biaya pencalonannya. Namun ia menyangkal jika pemberian itu dikategorikan suap izin konsesi pertambangan. "Mereka membantu saya menyumbang mesin listrik kepada masyarakat," Anwar menambahkan.
Komisi, kata Busyro, sedang menyelidiki aliran uang untuk Anwar. Jika terbukti uang yang diterimanya hasil penerbitan izin, ia bisa dijerat pasal korupsi atau suap. "Bisa juga dua-duanya," Busyro menegaskan.
Kartika Candra, Bunga Manggiasih (Jakarta), Amar Burase (Morowali)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo