Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tanpa Pistol Di Jembatan Timbang

Peraturan pemerintah No.38. 30 agt 1985, memperjelas perbedaan tugas antara DLLAJR & Polantas. Petugas DLLAJR, terbatas di terminal-terminal, jembatan timbang, dan tempat-tempat pengujian. Semua atribut dipreteli. (nas)

7 September 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KANTOR Direktorat Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) di Jalan Taman Fatahillah, Jakarta, Senin pekan ini tampak lebih sibuk dari biasa. Beberapa petugas tampak serius membaca dua lembar surat yang diitanda-tangani Dirjen Perhubungan Darat Giri S. Hadi Hardjono. Surat itu adalah penjelasan Dirjen atas keluarnya peraturan baru pemerintah nomor 38, tanggal 30 Agustus 1985. Singkat, hanya terdiri atas enam pasal, peraturan yang ditandatangani Presiden Soeharto itu secara agak drastis menentukan garis baru kewenangan penyidikan terhadap pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya. Tegasnya, peraturan baru itu memperjelas perbedaan tugas antara kepolisian dan petugas DLLAJR di jalan raya. "Semacam refungsionalisasi dan restrukturisasi DLLAJR. Jika selama ini kami masih bisa jadi penyidik atas pelanggaran lalu lintas dan angkutan di jalan raya, misalnya memeriksa Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), maka setelah keluarnya PP baru nomor tiga delapan itu, kami hanya membantu tugas kepolisian," kata direktur DLLAJR, Soerastomo. Ini berarti juga bahwa DLLAJR tak lagi diberi wewenang bertugas patroli di jalan-jalan raya. Dan terhitung mulai 1 September ini, tugas mereka dialihkan hanya di terminal-terminal, jembatan-jembatan timbang, atau di tempat pengujian lain, seperti tempat kir kendaraan, yang ada di seluruh Indonesia. Dengan ketentuan baru itu juga mereka tak lagi diizinkan mengenakan perlengkapan, seperti pistol dan alat penyidik lainnya, termasuk pelbagai atribut yang selama ini mereka pakai. Dari mulai sepatu lars, kopelrim, topi helm, tali komando, dan tanda kualifikasi lain, yang didapat dari kursus-kursus atau penataran, sampai kendaraan bermotor. "Semuanya, sejak Sabtu sudah kami kembalikan. Bahkan handy-talky yang biasa ada di kantor ini juga sudah kami serahkan ke kantor pusat," kata seorang petugas di kantor DLLAJR. Bagaimana seragam dan tanda pangkat? "Untuk sementara masih dipakai. Khusus tanda pangkat akan disederhanakan bentuknya, misalnya tak lagi pakai bintang," kata Soerastomo. Semua perlengkapan itu, sejak tahun tujuh puluhan, kata direktur DLLAJR itu, memang dipakai petugas DLLAJR bersamaan dengan dikenakannya tambahan tugas buat mereka sebagai petugas sipil untuk membantu penyidikan angkutan dan lalu lintas di jalan raya, sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1951. Sejak itu pula, anggota DLLAJR diizinkan memakai pistol jenis Colt 32. "Dengan keluarnya PP baru, ketentuan lama itu otomatis gugur," kata Soerastomo. Dengan pengurangan tugas ini, personil DLLAJR akan dikurangi dan direktorat itu akan diciutkan jadi subdirektorat? "Tidak. Semuanya masih akan dipakai dan tetap di lingkungan DLLAJR. Cuma tugasnya dialihkan tak lagi patroli di jalan raya, tapi lebih ditekankan ke pelbagai jembatan timbang atau terminal-terminal bis. Tugas baru, di jembatan-jembatan timbang, itu pun menurut Soerastomo tetap tidak memberi kemungkinan akan diberlakukannya ketentuan baru berupa pembukaan sejumlah jembatan timbang yang selama ini sudah ditutup. Ada 173 jembatan timbang di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, 118 buah ditutup, pada 1982, oleh Pangkopkamtib karena dinilai sebagai tempat pengutipan pungutan liar (pungli) oleh petugas-petugas DLLAJR. Adalah juga karena alasan pungli ini, antara lain, di samping niat untuk memelihara kelancaran dan ketertiban lalu lintas/angkutan jalan raya, peraturan baru pemerintah ini dikeluarkan. Di seluruh Indonesia, menurut data di Ditjen Perhubungan Darat, jumlah petugas DLLAJR 14.000. Dan sudah ada jaminan, di antaranya dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Saleh Afiff, "Mereka tidak akan dirumahkan seperti karyawan Bea Cukai."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus