Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bawaslu menemukan tiga tantangan dalam metode penghitungan secara elektronik.
Kendala utama adalah masih ada 33 ribu TPS yang belum terjangkau jaringan Internet.
Lalu ada 4.000 TPS yang belum terjangkau jaringan listrik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu menyimpulkan bahwa ada tiga tantangan utama dalam penerapan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi Secara Elektronik (Sirekap) dalam pemilihan kepala daerah serentak tahun ini. Ketiga tantangan tersebut adalah kendala jaringan Internet dan listrik, regulasi, serta sumber daya manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Bawaslu, Mochamad Afifuddin, mengatakan aplikasi Sirekap akan sulit diterapkan di 33 ribu tempat pemungutan suara (TPS) yang belum terjangkau jaringan internet. “Berdasarkan hasil pengawasan, terdapat 33 ribu TPS yang terhambat sinyal dan 4.000 TPS sekian yang terhambat listrik,” kata Afifuddin, kemarin.
Menurut Afifuddin, lembaganya sudah menyiapkan catatan kepada Komisi Pemilihan Umum perihal lokasi TPS yang terhambat akses Internet dan jaringan listrik ketika akan menerapkan Sirekap. Catatan itu setebal 376 halaman.
Afifuddin menambahkan, lembaganya menyambut positif inovasi dalam metode penghitungan suara tersebut. Tapi inovasi itu seharusnya dibarengi dengan payung hukum yang jelas. Sebab, urusan regulasi serta teknis penggunaan Sirekap harus berjalan seiring. "Ketika masih berdebat soal regulasi, maka ini berpotensi disoal banyak pihak," katanya.
Afifuddin juga memastikan penerapan Sirekap ini pasti membebani jajaran penyelenggara pemilihan kepala daerah di tingkat terbawah. Sebab, petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), Panitia Pemilihan Kecamatan, hingga KPU harus menggunakan dua metode penghitungan, yaitu rekapitulasi secara manual dan penerapan aplikasi Sirekap. "Seharusnya diberi ruang dan batasan agar tidak terlalu berat beban penyelenggara," ujarnya.
Kamis pekan lalu, KPU menyampaikan rencana penerapan Sirekap dalam pilkada serentak tahun ini. Rencana itu disampaikan saat rapat dengar pendapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah, dan Bawaslu. Rapat bersama ini menyepakati bahwa hasil resmi penghitungan dan rekapitulasi suara pada pilkada 2020 tetap berita acara dan sertifikat hasil penghitungan serta rekapitulasi manual. Adapun aplikasi Sirekap hanya menjadi uji coba dan alat bantu penghitungan dan rekapitulasi, serta untuk kepentingan publikasi.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan penggunaan teknologi informasi dalam proses rekapitulasi ini dinilai penting karena akan membantu penyelenggara pemilu maupun publik dalam mendapatkan informasi hasil penghitungan suara dan rekapitulasi secara lebih cepat. Kedua, Sirekap akan membuat proses rekapitulasi pilkada akan berjalan lebih efektif dan efisien.
"Penggunaan kertas yang selama ini cukup banyak akan bisa kami kurangi. Kemudian kebutuhan waktu yang selama ini cukup panjang juga bisa dikurangi," kata Arief.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyambut positif rencana penggunaan Sirekap ini. Peneliti Perludem, Heroik Pratama, mengatakan penerapan Sirekap merupakan bentuk transparansi penyelenggara pemilihan.
"Ini salah satu bentuk transparansi dan akuntabilitas kerja yang dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses pilkada," kata Heroik.
Ia mengatakan masyarakat sipil mendorong KPU menjadikan penggunaan Sirekap sebagai alat bantu publikasi hasil pemilihan, sekaligus sebagai bentuk uji coba penerapan aplikasi secara nasional. Dengan demikian, kata Heroik, KPU perlu mempersiapkan pencermatan, pencatatan penetapan, dan evaluasi Sirekap agar menjadi bahan penyempurnaan dan persiapan penggunaan dalam pemilihan selanjutnya.
FRISKI RIANA | BUDIARTI UTAMI PUTRI | RUSMAN PARAQBUEQ
21
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo