Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Tembakan Setelah Magrib

Pembantu rektor bidang akademis UNS ditembak 4 orang tak dikenal. Motif pembunuhan belum diketahui. UNS menghadapi kericuhan dari fakultas kedokteran. (pdk)

20 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAMIS lepas magrib, 11 Januari pekan lalu, Sala hujan lebat. Tiga vrdng berjaket yang masuk lewat pintu llclakang rumah di Jalan Minapadi 16, Sala, setelah dipersilakan masuk, bertanya kepada seorang anak: "Ayah ada?" Ponky Joko Pramono, anak itu segera memanggil ayahnya, Parmanto MA, Pembantu Rektor bidang Akademis, Universitas Sebelas Maret (UNS) Sala. "Saudara dari mana?" tanya Parmanto. Mengaku dari Jakarta, tamu yang ternyata berjumlah empat orang dan berkcndaraan sepeda motor itu langsung melepaskan serentetan tembakan dari senjata jenis pistol. Nyonya Astuti Parmanto, yang segea memburu ke ruang tamu menjerit kaet. Salah seorang dari penembak tak dikenal itu masih sempat menembakkan sebutir peluru yang hampir mengenai nyonya rumah itu. Mereka, dalam keadaan basah kuyup, segera kabur. Ibu dari empat orang anak itu mendapatkan suaminya tewas berlumuran darah. Diduga tujuh buah peluru yang ditembakkan pada jarak kurang dari dua meter telah bersarang di beberapa. bagian tubuhnya. Sampai hari Minggu kemarin, polisi yang dipimpin langsung oleh teman almarhum ketika di Tentara Pelajar Brigade 17, Kadapol IX Jateng, Mayjen Pol Winarsi SH, belum memberitahukan ciri para pembunuhnya. "Saya kagct dan tak habis ngerti. Kalau kejadian itu dilakukan orang yang kccewa oleh kebijaksanaan UNS, mustinya yang ditembak itu saya. Bukan Pak Parmanto," kata Dr. Prakoso, Rektor UNS. Rektor yang sebelumnya menjabat Kepala Kesehatan Angkatan Darat itu membantah adanya mahasiswa yang ditahan. "Almarhum tidak ada konflik dengan saya. Kerjanya cukup baik, lepas dari kesalahannya yang tak prinsipil," kata Prakoso lagi. Dan rektor juga tak mclihat ada konflik tajam antara almarhum dengan pihak mahasiswa. "Kalau soal mahasiswa resah, itu kan biasa," tambah Prakoso. Ricuh Pelaku pembunuhan yang mengejutkan itu memang belum ketahuan. Tapi soal mahasiswa resah, bagi universitas negeri tcrmuda yang peresmiannya dilakukan Presiden, 11 Maret 1976 lalu itu, bukan barang baru. Almarhum, lulusan Universitas Bloomington, Indiana, USA, bersama Brigjen GPH laryo Mataram Sll, rektor waktu itu, sudah menghadapi kericuhan yang muncul dari fakultas kedokterannya sejak awal lahirnya universitas itu. FK UNS pada mulanya merupakan gabungan dua FK swasta dari Universitas Islam Indonesia (Ull) dan Perguruan Tinggi Pembangunan Nasional (PTPN Veteran). Tapi ketika masih tergabung dalam Universitas Gabungan Surakarta. menjelang penegerian menjadi UNS, mahasiswa kedokterannya tidak hanya datang dari kedua FK swasta tersebut. Melainkan juga pindahan dari Trisakti dan FK Yarsi dari Jakarta, dan Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) dan Universitas Metodis Indonesia (UMI) dari Medan yang jumlahnya mencapai 145 orang. Mahasiswa FK pindahan itu memang berharap untuk menghindarkan ujian dari CMS (Konsursium Ilmu-Ilmu Kedokteran) yang dikenakan pemerintah terhadap mahasiswa FK swasta, bila sudah masuk ke FK yang bakal dinegerikan itu. Ujian yang dianggap memberatkan FK swasta itu sampai saat ini pun masih dipersoalkan mahasiswa kedokteran swasta. Dari situlah mula kericuhan itu. Di satu pihak mahasiswa kedokteran UNS berpegang terhadap hasil brifing, 1 Juni 176 dengan Sjarif Thajeb, Menteri P & K waktu itu. Brifing itu antara lain berisi pernyataan Menteri yang merlyebut mahasiswa kedokteran UNS sekarang adalah mahasiswa negeri yang tidal perlu lagi menjalani ujian CMS. "Ujian harus dilakukan oleh staf pengajar sendiri. CMS adalah badan yang hanya memberi nasihat pada menteri," katanya. Pihak CMS rupanya punya pendapat lain. Maklum dokter berhubungan dengan jiwa manusia, sehingga kelulusannya harus diseleksi secara hati-hati. Karena itu kemudian tim yang dibentuk untuk meneliti bekas FK swasta itu memberikan alternatif: mahasiswa disesuaikan tingkatnya dengan tingkatnya ketika masih di FK swasta, disesuaikan dengan hasil ujian CMS dan atau berdasarkan test-penempatan. Haryo Mataram waktu itu memilih cara yang terakhir. Tapi mahasiswa tetap menolak. Mungkin itu sebabnya Haryo Mataram diganti, kemudian Parmanto sempat menjadi pejabat rektor selama tiga bulan, sebelum rektor Prakoso yang sekarang muncul. Kehati-hatian CMS terhadap mutu FK UNS yang pernah swasta itu sebenarnya dikuatkan dengan hasil penelitian tahun 1970. Penelitian itu menunjukkan FK PTPN Veteran yang statusnya di bawah asuhan Departemen Hankam berada pada keadaan "sangat meragukan" perkembangannya. Sedang FK UII yang disokong perusahaan batik Batari, kondisi staf pengajar dan yang lainnya sangat mempersulit perkembangannya (TEMI'O, 21 Agustus 1976). Namun sejak Prakoso jadi rektor, kericuhan itu sebenarnya agak menurun Dokter lulusan FK UGM itu ketika ditunjuk menggantikan Haryo Mataram nlemang dianggap cocok oleh semua pihak. Tapi soalnya musibah itu memang belum tentu karena ulah mahasiswa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus