BAGI polisi, laptop Imam Samudra tak ubahnya kantong ajaib Doraemon. Lewat komputer jinjing ini, segala aksi dan jaringan tersangka kasus bom Bali tersebut bisa dicium dan dijelajahi. Bahkan sumber dananya pun bisa diendus. Dari tangan-tangan Usamah bin Ladin? Tenyata bukan. Kemungkinan besar lelaki 32 tahun ini mengongkosi aksinya dengan membobol kartu kredit milik orang lain.
Temuan baru ini digelindingkan seorang sumber TEMPO yang bergabung dalam tim "pembedahan" laptop Imam Samudra di kepolisian Bali. Ini bermula dari jejak kecil yang membekas di mesin pintar itu. Data ini lalu dicocokkan dengan jejak pada log server di warung-warung internet (warnet) yang disinggah tersangka yang ditangkap pada November lalu itu. Sebelumnya, polisi memang pernah mengubek-ubek sejumlah warnet buat melacak jaringan Imam. Hasilnya positif, ada kesamaan data.
Pencurian lewat internet memang bukan hal baru. Kejahatan yang tak terlalu membutuhkan keahlian tinggi ini sudah kerap dilakukan sejumlah mahasiswa di kota-kota besar di Indonesia. Agar bisa berbelanja barang mahal secara gratis, mereka cuma butuh nomor kartu kredit orang lain, biasanya orang asing. Ini pun gampang didapat. Bahkan pernah tersiar kabar bahwa nomor-nomor kartu yang bisa dibobol diperjualbelikan di beberapa warnet di Kota Yogya.
Dalam aksinya di warnet, mungkin Imam memakai laptop-nya sendiri sehingga menyisakan bekas. Terbukti, menurut sumber TEMPO, ada kesamaan jejak data laptop dengan catatan yang ada di warnet. Dokumen-dokumen digital yang tersimpan pada program Eudora dan Microsoft Look di komputer jinjing itu juga menguatkan dugaan ini. Kalaupun ada perbedaan, hanya lokasinya. Tapi tanggal transaksi dan kapan file itu dibuat persis dengan temuan polisi di warnet. "Tempat sih boleh beda, tetapi data waktu sulit diubah," kata sumber ini.
Hasil penyelidikan polisi juga menguatkan dugaan bahwa pemuda Serang ini juga seorang carder, pembobol kartu kredit. Seperti yang biasa dilakukan seorang carder, setiap datang ke warnet dia meminta akses khusus. Dengan akses ini, Imam bisa mengubah IP (internet protocol) alias jalur internet, bahkan kode dynamic DNS (domain name system). Tujuannya? Untuk menutupi jejak dengan memanipulasi lokasi dia mengakses. "Ia bisa saja membuat seolah-olah mengakses dari Sumatera, padahal dia lakukan di Solo," kata sumber TEMPO yang dikenal sebagai ahli teknologi informasi.
Apa saja yang dibeli Imam dengan kartu kredit orang asing? Terutama perhiasan dan permata. Menurut sumber di tim kepolisian itu, barang inilah yang menjadi incaran favorit Imam. Wajar saja. Selain harganya yang mahal, emas dan permata gampang dijual kepada para penadah. Barang-barang yang dipesan dikirim ke alamat yang berbeda-beda. Ini cara yang lazim dilakukan para carder agar sulit dilacak. "Ada yang minta dikirim ke sebuah alamat di Aceh, Sumatera Utara, Makassar, Manado, dan Yogya," ujar sumber ini.
Bisa juga barang-barang itu disalurkan ke teman-teman Imam Samudra dalam jaringannya. Hanya, belum bisa dijelaskan berapa total dana yang diperoleh Imam lewat pembobolan kartu kredit ini.
Segala tudingan itu?seperti juga tuduhan bahwa laptop Imam dijejali gambar porno?ditampik oleh Qadhar Faisal, pengacara Imam. "Alah, itu fitnah," katanya. Qadhar menyatakan, hingga kini Imam bersikukuh bahwa laptop-nya telah dimanipulasi. Ini akan dibongkarnya di pengadilan. Soalnya, "Klien saya mempunyai kode-kode khusus dalam laptop-nya," ujarnya. Contohnya dalam soal penanggalan. Umumnya komputer memakai sistem Inggris, dimulai dari bulan, hari, dan tahun. Tapi laptop Imam memakai sistem Indonesia, hari-bulan-tahun.
Kalaupun aksi pembobol kartu kredit itu terbongkar, menurut Rendy Prasetyo dari Lembaga Kajian Hukum Teknologi Universitas Indonesia, polisi mungkin akan tetap memfokuskan pada kasus bomnya. Sebab, Indonesia tidak mengenal pengenaan pasal berlapis untuk seorang tertuduh. Tapi, "Kasus carding ini bisa dipakai sebagai hal yang memberatkan," tutur Rendy.
Secara resmi pihak kepolisian belum mengungkap kasus ini. Menurut ketua Tim Investigasi kasus bom Bali, Irjen Polisi Made Mangku Pastika, penyelidikannya belum selesai. "Saya belum tahu hasilnya," katanya.
Darmawan Sepriyossa dan Wahyu Mulyono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini