MUBAROK, 33 tahun, salah seorang ustad di Pesantren Al-Islam Tenggulun, Lamongan, kini punya julukan baru. Tim Investigasi Kasus Bom Bali menyebut-nyebut lelaki kelahiran Kulon Progo, Yogyakarta, ini sebagai "juru bayar" alias kasir bagi operasi bom Bali. Segala biaya operasi dan belanja barang-barang, ujar polisi, diatur oleh Mubarok. "Hasil perampokan toko emas Elita Indah di Banten masuk ke rekening Mubarok," ungkap I Made Mangku Pastika, Ketua Tim Investigasi Kasus Bom Bali.
Bagi para santri Al-Islam, gelar baru Mubarok itu sungguh mengejutkan. Ustad Barok, demikian sapaan akrabnya, selama ini hanya dikenal sebagai pengajar pesantren yang rajin. Di papan daftar pengajar Pesantren Al-Islam Tenggulun, nama Mubarok tercantum sebagai "orang kedua" setelah Muhammad Zakaria?pemimpin pesantren tersebut.
Sehari-hari, Ustad Barok mengajarkan ilmu nahwu dan sharraf (ilmu dasar bahasa Arab). Nasruddin, santri Al-Islam, menyebut Ustad Barok sebagai pengajar yang sangat rajin. Alumni Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Solo, ini hampir tak pernah bolos mengajar. "Bila berhalangan, pasti diganti di hari lain," ujar Nasruddin.
Soal sikap, Nasruddin menyebut Ustad Barok sebagai pengajar yang bersikap tegas. Ustad Barok tak bisa mentoleransi bila seseorang tak mengemban semangat Islam yang kaffah (utuh). Bila berpidato, Ustad Barok selalu berbicara dengan berapi-api.
Selama mengajar, Ustad Barok tinggal di sebuah rumah di kompleks Pesantren Al-Islam. Di rumah sederhana berukuran 6 x 15 meter itu, Ustad Barok tinggal bersama beberapa ustad lainnya. Rumah ini bersebelahan dengan rumah Amrozi, tersangka utama lainnya dalam kasus bom Bali. Saat ini, rumah yang sempat ditempati Ustad Barok itu telah disegel dengan garis batas polisi (police line).
Meski sangat rajin di pesantren, Mubarok tak pandai bergaul. Masyarakat di Desa Tenggulun tak banyak yang mengenal Mubarok. Soalnya, ayah dua orang putri ini?Asma Aminah Azzahro, 2 tahun, dan Qonita Aliya, 1 tahun?memang terbilang introver dibandingkan dengan para pengajar Pesantren Al-Islam lainnya. "Kegiatannya hanya di rumah dan di pondok itu," ujar Haji Maskun, Kepala Desa Tenggulun.
Belakangan, pihak Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Solo, membantah soal "asal-usul" Mubarok. Menurut Sholeh Ibrahim, pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin, tak ada nama Mubarok atau Hutomo Pamungkas dalam daftar lulusan mereka.
Sementara itu, Ali Usman, Sekretaris Forum Alumni Al-Mukmin, Ngruki, menyatakan sulit memastikan status kelulusan Mubarok secara pasti. Soalnya, alumni Al-Mukmin sangat banyak dan tersebar. "Bisa jadi peserta pesantren kilat Ramadan sudah mengaku sebagai alumni," ujar Ali Usman kepada Imron Rosyid dari TEMPO.
Sebenarnya, untuk menangkap Mubarok dan Ali Imron, polisi tak perlu bersusah payah pergi ke pedalaman delta Sungai Mahakam, Kalimantan. Saat penangkapan Amrozi pada November 2002 lalu, Mubarok dan Ali Imron ikut menyaksikan dari dekat. "Saat itu kami hanya terfokus ke Amrozi," ujar Made Mangku Pastika.
Toh, akhirnya polisi berhasil juga menangkap kedua ustad ini tanpa perlawanan berarti. Bersama 12 orang yang membantu pelariannya?antara lain Muhajir, Abdullah Salam, Syamsul Arifin, dan Sofyan Hadi?Mubarok dan Ali Imron diterbangkan ke Bali dengan pesawat khusus.
Kini hari-hari panjang menjadi milik Mubarok. Tuduhan awal bagi suami Tri Kustiawati ini adalah kasir operasi bom Bali. Polisi tengah mengorek peran lainnya, saat 12 Oktober 2002 silam, ketika bom laknat meluluhlantakkan Kuta, di mana dia berada.
Setiyardi, Sunudyantoro (Surabaya), Syarif Amir (Balikpapan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini