Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Noer Kasanah, dosen di UGM, mengatakan pengajuan dirinya sebagai guru besar dihambat tanpa alasan jelas.
Kesulitan tersebut tidak hanya dialami Noer. Dua dosen di UGM juga mengalami hal yang sama.
Beberapa penyebabnya adalah masalah senioritas dan urusan administrasi yang rumit.
SETUMPUK dokumen diperlihatkan Noer Kasanah. Dokumen tersebut berisi sanksi dari kampus dan surat protes yang diajukan dosen Program Studi Akuakultur Departemen Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini. Noer menuding UGM mempersulit pengajuan dirinya sebagai guru besar tanpa alasan yang jelas. “Saya mendapat hukuman yang tidak masuk akal,” ujar Noer saat ditemui Tempo pada Selasa, 9 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Telah mengajar di kampus almamaternya sejak 29 tahun lalu, Noer mengajukan kenaikan pangkat menjadi guru besar pada Januari 2023. Dia mengirim surat pengajuan tersebut ke Kepala Departemen Perikanan UGM. Sebulan kemudian, dekan Fakultas Pertanian memanggil Noer dan menyatakan beberapa dosen di Departemen Perikanan menolak usulan kenaikan pangkat yang diajukan Noer. Malah ada opsi memindahkan dia ke Departemen Mikrobiologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, kata Noer, tidak ada penjelasan perihal alasan usulannya ditolak. “Saya hanya ingin transparansi. Itu layaknya mahasiswa yang menanyakan nilai atas hasil pekerjaan dan ujiannya,” ucapnya.
Noer merasa hak atas informasi dan hak kenaikan pangkat dilanggar. Dia lalu menempuh jalur hukum dengan mengirim somasi ke Kepala Departemen Perikanan dan Dekan Fakultas Perikanan. Noer menunjuk Efendi Petrus Sitorus dan Erickson Hasiholan Sitorus sebagai pengacara. Surat somasi itu dikirim pada Juni dan Juli 2023.
Noer lantas menempuh jalur adjudikasi ke Komisi Informasi Publik (KIP). Upaya proses penyelesaian sengketa informasi itu terdaftar pada 28 Agustus 2023. Tak hanya ke KIP, pada 4 Agustus 2023, Noer juga melaporkan kasusnya ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui whistle blower system. Dia mengajukan keberatan atas tuduhan penyalahgunaan wewenang dan adanya diskriminasi.
Dosen Program Studi Akuakultur Departemen Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Apt. Noer Kasanah, dan pengacaranya seusai persidangan sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat, Jakarta, 19 Maret 2024. Dokumentasi Noer Kasanah
Noer dan tim pengacaranya menjalani lima kali sidang di KIP Jakarta. Sekitar setahun kemudian, majelis komisioner KIP mengeluarkan putusan pada Rabu, 19 Juni 2024. Putusan tersebut mengabulkan permohonan Noer berdasarkan hasil pemeriksaan dan bukti selama sidang adjudikasi tersebut.
KIP menyatakan informasi yang diajukan Noer selaku pemohon merupakan informasi terbuka sepanjang tidak terdapat informasi mengenai rahasia pribadi pihak lain. Komisioner KIP juga memerintahkan UGM memberikan informasi berupa ringkasan atau resume notula rapat sesuai dengan mekanisme pemberian informasi.
Putusan KIP tersebut tampaknya diabaikan pihak kampus. Noer dan pengacaranya segera mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Permohonan banding atas putusan KIP itu diajukan agar UGM mematuhinya dengan membuka informasi dengan terang. “Saya akan melawan sekuatnya demi keadilan,” ujar Noer.
Belum selesai urusan dan di tengah proses sengketa di KIP, pada September 2023, UGM menarik hak Noer sebagai dosen dalam membimbing mahasiswa. Noer dilarang mengajar dan membimbing mahasiswa tanpa surat pemberitahuan. Alasannya, Noer sedang bersengketa dan mendapat surat dari Ketua Senat Akademik perihal dugaan pelanggaran kode etik.
Dalam sidang bersama Dewan Kehormatan UGM, Noer mempersoalkan bukti-bukti dan tudingan pelanggaran etik terhadap dirinya. Dewan Kehormatan memaparkan 21 laporan bukti atau keterangan dalam persidangan. Sejumlah laporan itu menyatakan Noer tidak mengajukan surat izin saat pergi ke Swedia untuk mengikuti program Erasmus Lotus pada 2016. Noer membantah tudingan itu dan melampirkan bukti surat izin ke fakultas.
Noer juga dituding mempersulit kelulusan mahasiswa, tidak memberikan akses aktivitas di laboratorium, serta mengunggah pernyataan yang dinilai menghina dan tak menghormati dosen lain di akun media sosial Facebook-nya. Selain itu, ada laporan yang menyebutkan Noer tidak sopan karena melengos ketika disapa dosen lain.
Dewan Kehormatan UGM dalam putusannya pada Maret 2024 menyatakan Noer melanggar kode etik dengan vonis berupa sanksi kode etik ringan. Namun Noer tidak diundang dalam sidang pembacaan putusan.
Setelah keluarnya putusan Dewan Kehormatan itu, UGM menerbitkan surat keputusan tentang penjatuhan sanksi etik. Surat keputusan yang diteken Rektor UGM Ova Emilia pada 29 April 2024 itu menyebutkan Noer dilarang menjalankan kegiatan Tri Dharma perguruan tinggi untuk semester genap 2023/2024 dan semester gasal 2024/2025.
Selain itu, Noer dilarang mengajar di dalam ataupun di luar lingkungan UGM serta membimbing penulisan skripsi, tesis, disertasi, dan artikel ilmiah. UGM juga melarang Noer memberi pelatihan, penyuluhan, penataran, serta ceramah yang sifatnya terjadwal dan terprogram. Noer tidak boleh meneliti menggunakan dana hibah UGM dan dana dari luar kampus serta tak boleh menulis publikasi ilmiah. Salah satu sanksi itu juga menyebutkan Noer dilarang menggunakan kata-kata yang tidak etis dalam berkomunikasi.
Padahal doktor bidang marine pharmacognosy jebolan University of Mississippi, Amerika Serikat, itu tengah menyiapkan sejumlah publikasi di jurnal ilmiah internasional. Publikasi itu sebagai tanggung jawab atas dana hibah yang ia terima bersama mahasiswa bimbingannya.
Surat keputusan rektor dipakai sebagai bukti untuk membenarkan tindakan departemen yang tidak menyetujui usulan Noer untuk menerima kenaikan pangkat. Namun surat keputusan tersebut tidak mencantumkan alasan Noer mendapat sanksi dari Dewan Kehormatan UGM.
Noer berkeberatan dan melayangkan surat protes atas sanksi tersebut pada 8 Juli 2024. Dia mengatakan sanksi dan larangan publikasi itu menghambat dan berdampak bagi penulis lain serta tidak sesuai dengan semangat UGM sebagai World Class Research University.
Noer menegaskan, pengajuan dirinya untuk mendapatkan kenaikan pangkat sebagai guru besar didasarkan pada akumulasi angka kredit selama mengajar. Jabatan dosen dari tingkat terendah adalah asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan guru besar. Adapun Noer, saat pengajuan tersebut, berstatus lektor kepala dan hendak mengajukan diri menjadi guru besar.
Berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 209/P/2024 tentang Petunjuk Teknis Layanan Pembinaan dan Pengembangan Profesi dan Karier Dosen atau PO PAK 2024 yang berlaku pada 15 Mei 2024, angka kredit kumulatif dihitung dari unsur utama dan unsur penunjang.
Unsur utama dibagi menjadi tiga penilaian, yaitu pendidikan (pengajaran), penelitian, dan pengabdian masyarakat. Adapun unsur penunjang dinilai berdasarkan kegiatan akademik ataupun non-akademik dosen, seperti keikutsertaan dalam organisasi.
Khusus pengajuan guru besar, unsur pengajaran harus lebih dari 35 persen, penelitian lebih dari 45 persen, pengabdian paling sedikit 10 persen, dan unsur penunjang paling sedikit 10 persen. Semua indikator itu kemudian dijumlahkan menjadi nilai KUM.
Ketika akan mengajukan diri menjadi guru besar, seorang lektor kepala harus memenuhi syarat khusus dan syarat khusus tambahan. Syarat khusus itu adalah memiliki minimal satu artikel ilmiah yang diterima di jurnal internasional bereputasi sebagai penulis pertama. Artikel itu harus terindeks Scopus dengan scientific journal rankings (SJR > 0,10) atau WoS Clarivate Analytics (JIF > 0,05).
Scopus merupakan database terkenal dalam dunia penelitian akademik. Indeks ini sering digunakan sebagai penanda dampak karya seorang peneliti. Publikasi dalam jurnal yang terdaftar di Scopus dianggap berkualitas tinggi serta dapat meningkatkan reputasi dan karier seorang peneliti. Adapun Web of Science atau WoS merupakan indexing journal (pengindeks jurnal) yang serupa dengan Scopus. Ini juga menjadi pedoman operasional penilaian angka kredit kenaikan pangkat atau jabatan akademik.
Adapun syarat khusus tambahan adalah pernah menerima dana hibah atau membimbing mahasiswa program doktoral. Opsi lainnya adalah pernah menguji sekurang-kurangnya tiga mahasiswa program doktoral dengan melampirkan bukti disertasi mahasiswa yang diuji atau sebagai reviewer yang mengevaluasi sekurang-kurangnya dua jurnal internasional bereputasi yang berbeda.
Untuk bisa mengajukan kenaikan jabatan, dosen harus memenuhi syarat minimal nilai KUM di setiap jenjang. Asisten ahli minimal memiliki nilai KUM 150 poin. Lalu lektor memiliki KUM 200 hingga 300 poin. Lektor kepala minimal 400, 550, atau 700 poin. Sedangkan guru besar atau profesor minimal 850 atau 1.050 poin.
Noer perlu memiliki angka kredit 850 untuk mengajukan kenaikan pangkat tersebut. Dia memastikan nilai yang ia miliki di atas standar tersebut. Peneliti postdoctoral dari Oregon State University itu juga menunjukkan dokumen perbandingan indeks dan skor guru besar Departemen Perikanan UGM.
Hambatan saat mengajukan diri menjadi guru besar tak hanya dialami Noer. Dua dosen di Fakultas Hukum UGM juga menyebutkan pihak kampus mempersulit pengajuan sebagai guru besar. Seorang dosen Fakultas Hukum mengatakan dia mendengar informasi dari koleganya bahwa universitas akan membatalkan usulan guru besar dua bulan sebelum dia mengurusnya. Di tingkat fakultas, usulan tersebut disetujui karena dia dianggap memenuhi syarat. Nilai dia 970, di atas ketentuan 850. “Namun semua itu dibatalkan dengan alasan impak syarat khusus yang tak boleh berlaku surut. Padahal aturannya tidak ada,” kata dosen yang menolak disebutkan namanya itu.
Pengalaman serupa dialami seorang dosen di Fakultas Teknik UGM. Menurut dia, seorang dosen berprestasi di UGM sering mendapat hambatan ketika mengajukan kenaikan pangkat dan jabatan guru besar. Hal ini biasanya menimpa dosen muda. "Ada unsur senioritas sehingga tidak ingin dosen muda bisa melangkah lebih dulu."
Ia menceritakan pengalaman pribadinya. Dosen yang mengajar di salah satu jurusan di fakultas teknik ini mengajukan diri sebagai guru besar pada 2019. Semua syarat, dari lama mengajar, jumlah artikel ilmiah, hingga angka kredit kumulatif, sudah terpenuhi. “Di tingkat jurusan, pengajuan itu diterima. Namun, di tingkat fakultas, pengajuan itu dipersulit,” ujar sumber ini kepada Tempo, kemarin.
Dia mengatakan artikel ilmiahnya tidak diterima untuk diajukan sebagai syarat guru besar. Padahal artikel itu pernah mendapatkan penghargaan dari pemerintah. Dia juga pernah menjalani ujian berupa tes yang tidak berhubungan dengan jabatan guru besar, yaitu tes psikologi. Belakangan, dosen ini mendapat informasi bahwa ada dosen senior yang tidak senang atas pengajuan dirinya sebagai guru besar.
Tempo meminta konfirmasi kepada Sekretaris Universitas UGM Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu ihwal somasi hingga gugatan Noer ke KIP, termasuk surat keputusan rektor. Namun Andi meminta Tempo menghubungi Kepala Biro Hukum dan Organisasi UGM Veri Antoni serta koordinator hubungan masyarakat (humas) UGM, Hestining Kurniastuti.
Veri Antoni, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Rabu pagi, 10 Juli 2024, membantah jika dikatakan UGM menolak pengajuan guru besar. Setiap usulan kenaikan pangkat yang memenuhi persyaratan akan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Veri menyebutkan, Noer ditolak pengajuan guru besarnya karena belum memenuhi syarat dan ketentuan. “Sehingga usulan kenaikan pangkat dan jabatannya belum diajukan dari departemen ke tingkat fakultas,” kata Veri .
Di sisi yang lain, Veri mengungkapkan, Noer mendapatkan sanksi etik dari Dewan Kehormatan Universitas (DKU) UGM. Dugaan pelanggaran kode etik tersebut juga sudah diputuskan berdasarkan Keputusan Rektor UGM Nomor 1554/UN1.P/KPT/DSDM/2024 tentang Penjatuhan Sanksi Etik. Namun, Veri tak menjelaskan, alasan Noer mendapatkan sanksi etik. “Informasi yang menyatakan UGM menjatuhkan sanksi karena Noer kerap protes juga bukan hal benar,” kata Veri.
Ribet Urusan Administrasi
Cerita dan pengalaman sulitnya mengajukan diri sebagai guru besar juga dialami Saiful Mujani, yang akhirnya mendapatkan gelar guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Saiful mengatakan telah mengajar di kampus tersebut sejak 1985 atau selama 40 tahun. Setelah 20 tahun mengajar, pangkatnya naik menjadi lektor. Dia baru bisa menjadi profesor setelah 35 tahun mengajar. “Naik pangkat itu ribet administrasinya,” ujarnya saat dihubungi, kemarin.
Guru besar UIN Jakarta, Saiful Mujani. Uinjkt.ac.id
Saiful menyebutkan sudah sering menulis buku dan artikel ilmiah di jurnal internasional bereputasi. Namun ia tak ada niat menjadi guru besar karena rumitnya administrasi syarat menjadi guru besar. Ia pun mengaku menjadi guru besar karena koleganya membantu semua urusan administrasi. “Saya memang hanya ingin mengajar, tidak ingin menjadi guru besar,” ucapnya.
Tempo mencoba meminta konfirmasi dan tanggapan Kepala Pusat Informasi dan Humas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Zaenal Muttaqin. Namun ia belum merespons hingga berita ini diturunkan.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Kelembagaan Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Lukman mengatakan belum mengecek apakah ada laporan dari Noer atau tidak. Ia hanya menjelaskan, pengajuan syarat guru besar bisa dilakukan melalui aplikasi.
Semua dokumen calon guru besar akan diproses melalui Sistem Informasi Sumber Daya Terintegrasi. Dokumen tersebut seperti nilai KUM dan jumlah artikel ilmiah yang terbit di jurnal bereputasi internasional. Kemudian aplikasi itu akan menentukan dosen tersebut layak atau tidak diteruskan pengajuan guru besarnya. "Kalau dianggap eligible atau layak, bisa saja diteruskan pengajuannya," kata Lukman saat dihubungi, kemarin.
Setelah dosen itu dianggap layak, senat fakultas dan senat universitas akan memprosesnya. Mereka akan mempertimbangkan apakah kampus akan mengusulkan atau tidak nama tersebut sebagai calon guru besar. Pertimbangan kampus tidak hanya soal kompetensi, tapi juga etika. “Setelah itu, Kemendikbudristek akan menentukan apakah pengajuan diterima atau tidak,” ujar Lukman.
Menurut dia, bila tidak terima atas keputusan kampus, dosen tersebut bisa melapor ke Kemendikbudristek. Tim Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek akan mengecek masalah yang ada di kampus. Bila terbukti ada masalah, tim akan menyelesaikan masalah ini dengan memberikan rekomendasi kepada kampus.
Menanggapi hal tersebut, anggota Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Herdiansyah Hamzah, menilai gejala otoritarianisme telah terjadi di lingkungan akademik. Karakter otoritarian terlihat saat pengambilan keputusan yang tak transparan dan partisipatif. “Semua dikendalikan atas selera subyektif birokrasi dan kekuasaan,” kata Herdiansyah saat dihubungi, kemarin.
Menurut dia, perlakuan berbeda dialami calon guru besar yang berasal dari politikus. Kampus justru mengobral jabatan guru besar untuk mereka. Namun dosen yang puluhan tahun mengabdikan diri justru tidak mendapat perhatian. “Ini benar-benar situasi yang merusak iklim akademik,” ujar Herdiansyah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Shinta Maharani berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Catatan Redaksi: Tempo memperbarui artikel ini dengan menambahkan keterangan dari UGM yang diterima pada pukul 10.37 WIB. Penjelasan dari UGM kami sisipkan pada alinea 32 dan 33 dalam artikel ini.