Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Tergantung pada kontrak

Lipi lebih banyak mengadakan penelitian ilmu terapan dibandingkan ilmu murni. masalahnya, selain dana yang kurang, juga terbatasnya peneliti senior. LIPI sekarang tergantung pada contract research.

6 Mei 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEMBAGA Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang sejak Kamis pekan lalu berganti pimpinan -- dari Doddy Tisna Amidjaya ke Samaun Samadikun -- ternyata juga lebih banyak mengadakan penelitian ilmu terapan dibandingkan ilmu murni. Masalahnya, selain dana penelitian yang kurang, juga terbatasnya peneliti senior. Banyak harapan digantungkan ke pundak Ketua LIPI yang baru ini, Ketika LIPI, yang semula bernama MIPI (Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia) didirikan tahun 1956, tugas utamanya adalah membina perkembangan ilmu pengetahuan dan teknlogi di Indonesia. Semula badan ini mengelola tiga bidang keilmuan: ilmu pengetahuan alam, teknologi, serta ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan (humaniora). Kemudian bertambah satu lagi, pelayanan ilmiah. Tiap bidang membawahkan sejumlah Puslitbang (Pusat Penelitian dan Pengembangan), yang kini jumlah semuanya 19 buah. Selain itu ada 8 UPT (Unit Pelaksana Teknis). Anggaran yang disediakan pemerintah dari tahun ke tahun memang meningkat. Tahun lalu tercatat Rp 14 miyar, sedangkan pada tahun anggaran 1989-1990 ini jumlahnya mencapai hampir Rp 16 milyar. Namun, dari anggaran itu, persentase untuk penelitian jauh lari mencukupi. Selain bidang yang diteliti semakin banyak jika mengimbangi kemajuan ilmu dan teknologi, anggaran untuk sarana menyita cukup besar. "Dengan segala keterbatsan yang ada, kami memang tidak bisa melakukan semuanya sekaligus kata Samaun. Itu tak berarti LIPI ketinggalan. "Dalam beberapa hal, laboratorium yang dimiliki LIPI paling maju di Indonesia," kata Guru Besar Teknik Elektro ITB ini. Ia menunjuk bidang elektronika, kalibrasi, maupun instrumentasi. Tapi Samaun tak menutup mata tentang adanya sejumlah lembaga yang belum begitu mapan. Misalnya Puslitbang Fisika Terapan. Karena keterbatasan itu, LIPI menganggap penting lembaga penelitian, lain seperti BPPT, Litbang di berbagai departemen maupun perguruan tinggi. Menurut Ketua LIPI yang baru ini, dalam rentetan kegiatan penelitian. baik penelitian dasar, terapan prototyping maupun pasar, diperlukan proses estafet. "Yang paling mendasar ada di pendidikan tinggi. Kemudian menuju ke yang lebih terapan, itu ada di LIPI. Lalu BPPT. Selanjutnya ke departemen. Setelah itu diarahkan pada kegiatan ekonomi," ujar Samaun. Kegiatan ekonomi tak bisa dielakkan karena anggaran yang disediakan pemerintah terbatas. Sementara itu, lembaga-lembaga tersebut harus tetap survive. Kesulitan dana mengharuskan LIPI berbuat lain. "LIPI sekarang tergantung pada contract research. Kerugiannya set of priority sering ditentukan donatur. Padahal, belum tentu sesuai dengan penglihatan LIPI," kata Thee Kian Wie, peneliti yang bergabung dengan LIPI sejak 30 tahun lalu. Kelemahan lain adalah adanya gap yang cukup besar antara peneliti senior dan Yunior. Ini terjadi karena peneliti senior yang sampai kini bertahan di LIPI jumlahnya sedikit. Contohnya adalah angkatan Thee Kian Wie. Dari 13 sarjana ekonomi yang disekolahkan ke luar negeri. hanya Kian Wie yang bertahan. Lainnya memilih pindah ke perusahaan yang menjanjikan gaji yang lebih baik. Seorang pengamat menyebutkan, peneliti yunior di LIPI belum banyak yang bisa diandalkan. Akibatnya, untuk penelitian yang enteng saja, peneliti senior harus turun tangan. Sementara itu, tenaga senior sudah dibebani pekerjaan yang sifatnya administratif yang tak ada hubungannya dengan keilmuan. Lebih runyam lagi, kata pengamat itu, yang berminat menjadi peneliti di LIPI tidak banyak. Masalahnya adalah imbalan. Seorang peneliti senior di LIPI, misalnya, mengaku hanya dibayar Rp 75 ribu untuk tulisan sepanjang 40 halaman. Alhasil, ia lebih baik melukis di media massa selain tetap mengajar di perguruan tinggi. Bagi peneliti "idealis" seperti Kian Wie, uang bukanlah tujuan akhir. Sebab, katanya, bukan tidak mungkin gara-gara uang fungsi lembaga penelitian bisa melenceng. Menurut dia, waktu zaman uang melimpah tahun 1984, "banyak sekali penelitian yang dilakukan hanya untuk memenuhi tuntutan birokrasi, bukan karena tuntutan ilmiah. Akhirnya, ya, masuk laci," kata ekonom terkemuka ini. Beban LIPI memang cukup berat, terutama menyebarkan kesadaran ilmiah. Untuk itulah sejak 1971 lembaga ini menyelenggarakan Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) Kegiatan ini sekaligus bertujuan menjaring ilmuwan-ilmuwan muda. Dalam kaitan ini LIPI dianggap berhasil. Tommy Tamtomo, G. Sugrahetty Dyan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus