Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi menyerahkan naskah akademik Rancangan Undang-Undang atau RUU Perlindungan Guru kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti dalam acara peringatan HUT PGRI ke-79 di Jakarta, pada Sabtu, 14 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengatakan aspirasi mengenai RUU Perlindungan Guru masih harus dibicarakan dengan DPR. “(Naskah akademik) dari teman-teman PGRI sudah kami terima, tinggal nanti DPR bagaimana (pembahasannya),” kata Mu’ti kepada Tempo di Kantor Kemendikasmen, Jakarta Pusat, Rabu, 18 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mu’ti juga mengatakan saat ini Kemendikdasmen memproses penandatanganan nota kesepakatan dengan Kepolisian RI mengenai pendekatan restorative justice dalam menyelesaikan kasus antara guru dan sekolah dengan siswa. Namun, dia menekankan bahwa restorative justice hanya berlaku untuk masalah yang berkaitan dengan pendisiplinan. Sementara untuk kasus kekerasan yang tidak bisa ditoleransi, seperti kekerasan seksual atau kekerasan yang menyebabkan hilangnya nyawa, harus tetap dibawa ke ranah hukum.
Terpisah, Sekretaris Jenderal PB PGRI Dudung Abdul Qodir mengatakan naskah akademik itu dibuat untuk meyakinkan pemerintah mengenai pentingnya UU Perlindungan Guru. “Banyak guru dikriminalisasi yang akhirnya viral, sehingga kalau tidak viral mungkin guru akan terus mendapatkan perlakuan-perlakuan yang sebetulnya tidak perlu terjadi,” kata Dudung melalui sambungan telepon pada Rabu, 18 Desember 2024.
Dudung mengatakan saat ini perlindungan guru memang sudah tertuang dalam UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Permendikbud Nomor 10 tahun 2017 tentang Perlindungan Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Namun pada praktiknya, kata Dudung, peraturan ini kerap terbentur dengan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Bukan berarti kita ingin kalah-kalahan, menang-menangan (dengan UU Perlindungan Anak). Tapi seharusnya ada keselarasan, apa sih makna yang tersirat dari konteksual dan teksual dari UU Perlindungan Anak,” kata Dudung. Menurut dia, PGRI sepakat bahwa anak harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan. Akan tetapi di sisi lain, kata dia, para guru juga khawatir apabila mereka dilaporkan ke polisi karena bertindak tegas kepada siswa.
Dudung mengatakan naskah akademik ini juga akan diserahkan ke DPR dan Presiden. RUU Perlindungan Guru tidak masuk di dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 yang diusulkan oleh DPR. Dalam Prolegnas Prioritas 2025, Komisi X mengusulkan RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Tempo telah mencoba menghubungi Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian untuk mendapatkan keterangan mengenai RUU Perlindungan Guru. Namun sampai berita ini ditulis, Hetifah belum membalas pesan Tempo.