SEPINTAS, agak luar biasa. Panglima ABRI Jenderal Try Sutrisno sedang berada di Korea Selatan. Tapi sejumlah besar perwira diminta hadir ke Markas Besar ABRI di Cilangkap pekan lalu itu. Mereka, 58 orang dari pelbagai angkatan, adalah perwira aktif dan purnawirawan yang mendapat tugas kekaryaan. Kamis itu, dalam sebuah upacara yang tak lama, mereka menandatangani sebuah pernyataan. Pernyataan itu sendiri tak mengejutkan. Isinya "janji dan tekad untuk secara konsekuen melaksanakan semua ketentuan dan norma yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, Saptamarga, Sumpah Prajurit, dan doktrin Caturdharma Ekakarma". Yang terakhir itu adalah doktrin yang sangat menekankan perlunya persatuan di antara sesama anggota ABRI. Sebenarnya, semua anggota ABRI telah melakukan sumpah semacam ini sebelumnya. Namun, dalam tugas kekaryaan, mereka akan bekerja di luar jalur komando Markas Besar ABRI. Dan sebab itu, agaknya dianggap perlu agar mereka mengingat kembali asas keprajuritan TNI. Dalam kata-kata Kepala Sosial Politik (Kasospol) ABRI, Letjen. Harsudiono Hartas, "Ini penyegaran saja". Letjen. Hartas hari itu jadi inspektur upacara, mewakili Panglima. Menurut Hartas pula, "penyegaran" itu sebenarnya secara rutin dilakukan untuk setiap perwira ABRI yang masih aktif maupun purnawirawan yang dikaryakan. "Ini sudah dilakukan sejak dulu, sudah bertahun-tahun, sejak adanya Kepala Staf Kekaryaan," katanya. Berarti sudah berlangsung sejak hampir 20 tahun yang lalu. Jabatan Kepala Staf Kekaryaan (Kaskar) mulai dikenal sejak 1969. Tugas Kaskar adalah membina anggota ABRI yang masih aktif maupun purnawirawan yang ditugaskan di bidang nonmiliter. Maka, kalaupun ada yang luar biasa dalam kejadian ini, adalah sifatnya: kini pernyataan itu ditandatangani dalam sebuah upacara yang dilakukan secara terbuka. Bertahun-tahun sebelumnya, acara seperti ini rupanya dilakukan secara diam-diam. Sekali ini disebarluaskan oleh Kepala Pusat Penerangan ABRI, lengkap disertai foto. Mungkin karena itulah upacara itu jadi menarik. Apalagi di antara para penanda tangan terdapat 28 perwira tinggi, dan kebanyakan menduduki jabatan strategis. Misalnya saja Mayjen. Nugroho, yang menjadi Sekjen Depdagri. Ada juga Mayjen. A.R. Ramly, bekas Direktur Utama Pertamina, yang baru saja diangkat menjadi Duta Besar RI di AS. Bukan berarti semua pejabat hadir. Laksamana Pertama Sukarton Marmosudjono, S.H., misalnya, yang kini jadi Jaksa Agung, tak nampak hari itu di Cilangkap. Ia sedang mengadakan inspeksi ke Jawa Timur. Ia telah mohon izin terlebih dahulu untuk tidak hadir, dan mendapatkannya. Sejumlah perwira lainnya juga melakukan hal yang sama. Bisa jadi, karena mereka sudah menandatangani pernyataan kesetiaan itu sebelumnya, seperti Jenderal Rudini (kini Menteri Dalam Negeri) ataupun Mayjen. Moerdiono Menteri Sekretaris Negara). Ada juga yang sedang sibuk, hingga harus menunggu giliran berikutnya. Tapi ini nampaknya tak mengganggu sama sekali. Toh naskah pernyataan pada upacara itu memang hanya ditandatangani oleh dua perwira, sebagai wakil dari semua perwira yang hari itu diminta datang. Lagi pula, seperti kata Brigjen. Roni Sikap Sinuraya, bekas Kepala Dinas Penerangan TNI-AD yang baru dilantik menjadi Dirjen Imigrasi "Tanda tangan ini 'kan sekadar formalitas saja," Sebab, katanya lagi, "tanpa tanda tangan ini pun kita pasti akan setia kepada undang-undang maupun sumpah prajurit." Itulah yang tentunya diharapkan oleh pimpinan ABRI -- juga terhadap yang sudah pensiun. Menurut Hartas, masa pensiun bukan berarti berakhirnya masa berlaku sumpah prajurit. Para purnawirawan, bagaimanapun, tetap dalam satu pembinaan ABRI. Paling tidak secara administratif. Kadang-kadang memang terjadi, seorang purnawirawan nampak tidak sepenuhnya "sejalan" dengan garis yang diambil oleh pimpinan ABRI. Contoh yang terkenal adalah kasus H.R. Dharsono, yang kini sedang menjalani hukuman. Agaknya, antara lain untuk menghindarkan kejadian macam itu maka Markas Besar kini menyiarkan upacara pernyataan kesetiaan kepada asas-asas TNI itu secara luas. "Sampai akhir hayat pun anggota ABRI tak bisa lepas dari Saptamarga dan Sumpah Prajurit," kata Hartas. "Jadi, ini untuk mengingatkan masyarakat, semacam laporan," tambahnya. "Kalau kita diam, tenang, dan monoton, mungkin orang lupa." Variasi baru di Cilangkap itu tentunya diharapkan akan menyebabkan ingatan akan sumpah tetap segar. 'Kan kata seorang pujangga, "masih beruntung yang ingat serta waspada" ? BHM, Diah Purnomowati, dan Tri Budianto Soekarno (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini