Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
TNI dianggap ingin menunjukkan pengaruh dari operasi pencopotan baliho Rizieq Syihab.
Diduga ada persaingan pengaruh antara TNI dan kepolisian di masyarakat.
Pencopotan baliho oleh TNI diduga bertentangan dengan UU TNI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Peneliti bidang politik, pertahanan, dan keamanan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Muhamad Haripin, menganggap ada kecenderungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sedang mencari pengaruh politik di masyarakat. Anggapan itu muncul setelah melihat serangkaian kegiatan TNI belakangan ini, yang telah memasuki wilayah sipil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kegiatan teranyar adalah operasi pencopotan baliho bergambar imam besar Front Pembela Islam, Muhammad Rizieq Syihab, di Jakarta, pekan lalu. Operasi ini di bawah kendali Komando Daerah Militer Jayakarta. Haripin menganggap operasi ini telah melenceng dari kewenangan TNI sesuai dengan Undang-Undang TNI.
"TNI seharusnya tetap meningkatkan profesionalisme dan bertugas sesuai dengan koridornya," kata Haripin, kemarin.
Haripin mengingatkan bahwa tindakan TNI mencopot baliho maupun menunjukkan alat utama sistem persenjataan kepada publik tanpa alasan yang jelas tidak bisa dibenarkan. Pasalnya, operasi militer TNI selain perang harus bergerak atas instruksi Panglima TNI dan perintah presiden.
Dia menduga upaya pencarian pengaruh di masyarakat tersebut berkaitan dengan indikasi persaingan antara TNI dan Kepolisian Republik Indonesia. Haripin melihat kepolisian dan Badan Intelijen Negara mendapat limpahan pengaruh yang cukup besar sejak era Reformasi karena tugasnya yang berorientasi ke sektor keamanan dan ketertiban di dalam negeri. Sedangkan TNI hanya berperan pada tugas pembantuan di masyarakat.
Pengaruh polisi semakin terasa ketika pemerintah membuka jabatan sipil untuk diisi oleh perwira polisi. Berdasarkan catatan Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), selama Juli 2019-Juni 2020, ada 21 perwira polisi aktif yang bertugas di kementerian dan Badan Usaha Milik Negara.
Berbeda dengan TNI, penempatan sejumlah pejabat TNI aktif hanya dibatasi untuk lembaga yang berkaitan dengan sektor pertahanan. Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, sempat mengusulkan revisi UU TNI. Revisi ini untuk mengakomodasi banyaknya perwira TNI tanpa jabatan agar menempati sejumlah jabatan sipil.
Operasi pencopotan baliho bergambar Rizieq gencar dilakukan TNI, pekan lalu. Panglima Kodam Jaya Mayor Jenderal Dudung Abdurrachman berdalih bahwa tindakan tersebut dilakukan karena pemasangan baliho itu tidak berizin dan tak membayar pajak. Selain mencopot baliho, TNI mengerahkan kendaraan militer serta berpatroli di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, lokasi markas FPI dan kediaman Rizieq.
Operasi ini dilakukan beberapa hari setelah Panglima TNI mengumumkan bahwa lembaganya tidak akan membiarkan ada kelompok yang mengganggu kedaulatan negara, Sabtu dua pekan lalu. Pernyataan Hadi itu diduga diarahkan ke kegiatan Rizieq dan pendukungnya. Satu hari sebelumnya, Rizieq menggelar hajatan pernikahan anaknya serta FPI menggelar peringatan maulid Nabi Muhammad SAW yang memicu kerumunan puluhan ribu orang. Dalam acara itu, Rizieq sempat menyinggung TNI.
Anggota Komisi I DPR, Syaifullah Tamliha, menyesalkan unjuk kekuatan militer TNI di masyarakat. Ia meminta agar aksi tersebut tidak terulang karena berisiko memakan korban masyarakat sipil. "Kalau rakyat berhadapan langsung dengan TNI, bisa menelan korban ribuan orang," kata Syaifullah.
Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, berpendapat bahwa TNI sesungguhnya masih memiliki akses untuk mendapat pengaruh di masyarakat karena memiliki komando dari pusat sampai daerah. Struktur ini rentan dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu. Karena itu, Setara Institute mendesak pemerintah merestrukturisasi komando teritorial tersebut.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Achmad Riad belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo soal ini. Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani, mengatakan operasi pencopotan baliho oleh TNI itu masih dalam koridor hukum. "Penegakan hukum sifatnya tidak diskriminatif. Di mana ada pelanggaran hukum, maka akan ada penindakan," katanya.
DEWI NURITA | ROBBY IRFANY
Unjuk Pengaruh TNI Lewat Operasi Pencopotan Baliho
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo