Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tentara Nasional Indonesia meningkatkan kesiapsiagaan merespons kondisi terkini di Perairan Natuna, Kepulauan Riau. Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Sisriadi mengatakan, peningkatan kesiapsiagaan itu dilakukan melalui kegiatan patroli dan deteksi dini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"TNI meningkatkan kegiatan penginderaan dan deteksi dini dengan meningkatkan intensitas pengintaian udara dengan menggunakan pesawat Boeing TNI AU dan pesawat patroli maritim TNI AL di atas Laut Natuna Utara," ujar Sisriadi saat dihubungi, pada Sabtu, 4 Januari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendati demikian, Sisradi tak menjelaskan lebih jauh ihwal peningkatan kegiataan patroli tersebut.
Sebagaimana diketahui, kapal penjaga pantai Cina masuk ke Perairan Natuna beberapa hari lalu. Pemerintah Indonesia pun sudah memanggil Duta Besar Cina untuk RI di Jakarta untuk melayangkan nota protes keberatan.
Menanggapi pemanggilan itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang menegaskan perairan di sekitar Kepulauan Nansha (Spratly Islands), tidak jauh dari perairan Natuna, masih menjadi milik China.
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Politik kemarin menggelar rapat koordinasi bersama sejumlah kementerian atau lembaga lainnya untuk membicarakan konflik di Perairan Natuna.
Hasilnya, Indonesia menyatakan tak akan pernah mengakui Nine-Dash Line atau sembilan garis titik sepihak yang dilakukan oleh Cina terkait permasalahan Perairan Natuna, Kepulauan Riau.
TNI bahkan melalui Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksdya Yudo Margono memimpin pengendalian operasi siaga tempur. Operasi itu dilaksanakan Koarmada 1 dan Koopsau 1.
Berdasarkan rilis dari Puspen TNI, alat utama sistem senjata (Alutsista) yang sudah tergelar yaitu 3 KRI, 1 pesawat intai maritim, dan 1 pesawat Boeing TNI AU.
ANDITA RAHMA | BUDIARTI UTAMI PUTRI