Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Tondano Tak Lagi Cantik

Danau Tondano di Sulawesi Utara meluap. Akibatnya desa-desa di sekitarnya terendam, hal ini disebabkan oleh penggundulan hutan di sekitarnya. genangan airnya menyusut lama. (dh)

9 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DANAU Tondano, di Sulawesi Utara meluap. Empat kecamatan, meliputi puluhan desa yang mengitari danau yang bergaris keliling 30 kilometer itu, terendam. Ini banjir yang paling ganas sejak 1973. Akibatnya tak kurang dari 1.000 rumah penduduk dari 19 desa di Kecamatan Tondano, Eris, Kakas dan Romboken terbenam. Sekitar 600 hektar sawah dan puluhan ladang rusak. Air memanjat sampai 1« meter dari ketinggian biasa. Menurut pengalaman, pada banjir tahun-tahun sebelumnya, genangan air biasanya bertahan cukup lama. Pada banjir 1977 misalnya, air yang menggenangi desa setinggi setengah meter baru surut setelah beberapa bulan. Tahun berikutnya, 1978, air mencapai satu meter dan baru surut enam bulan kemudian. Genangan air pada banjir kali ini diperkirakan belum akan mengering sampai tiba musim banjir tahun depan. Apalagi di daerah itu musim hujan masih berlangsung. Agaknya penyebab meluapnya permukaan air Danau Tondano ini karena penggundulan hutan juga. Hutan di sebelah timur danau yang semula menghias Pegunungan Lembean, telah disulap oleh penduduk Kecamatan Eris dan Kombi menjadi perkebunan cengkih. Hutan-hutan di Gunung Tampusu dan Lengkoan di sebelah barat danau juga nyaris punah. Bangkai Kuda Lima belas tahun lalu ketika sisa-sisa G30S/PKI di bawah pimpinan Lep Malonda melarikan diri, masih sempat bersembunyi di hutan-hutan lebat Pegunungan Lembean. Tapi waktu menyerah tahun lalu, mereka keluar dari hutan yang lain di Minahasa Selatan karena Lembean saat itu sudah mulai gundul. Beberapa tahun lalu Pemda Kabupaten Minahasa pernah mengajak penduduk sekitar danau untuk pindah. Mereka menolak, walaupun dijelaskan mereka sedang berada dalam ancaman luapan air Danau Tondano. Penduduk malah menuding pintu air PLTA Tonsealama sebagai penyebabnya. "Pintu air ditutup untuk perbaikan PLTA, akibatnya banjir. Lebih baik tak ada listrik daripada menderita seperti ini," kata seorang pengungsi berkacak pingang ketika Pjs Bupati Minahasa, Drs. .P. Lowing, meninjau lokasi banjir pekan lalu. Di lain pihak, Rumbayan yang 23 tahun menjaga pintu air PLTA menyalahkan penduduk yang mencemari Sungai Tondano. Sungai inilah yang menggerakkan turbin-turbin PLTA. Sejak enam tahun belakangan ini Rumbayan harus sibuk membersihkan sampah yang menyerbu pintu air. Mulai dari bantal guling bekas, sampai bangkai kuda. Untuk mengatasi pencemaran itU, sejak dua tahun terakhir ini sebuah kapal keruk kecil milik PLN bekerja keras di Danau Tondano. Tapi kurang berhasil karena endapan lumpurnya sudah mencapai ketebalan dua meter. Endapan itu selain terdiri dari sampah penduduk, juga longsoran tanah dari Gunung Tampusu dan Lembean yang terjadi setiap musim hujan. Danau Tondano kini bukan lagi danau yang cantik dan jinak. Tidak pula menjadi kebanggaan sebagaimana disebut dalam lagu-lagu rakyat Minahasa. Dulu danau ini menghasilkan ikan mujair dan payangka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus