Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Transaksi Pemukul Wa Ode

DPR meminta data rekening Wa Ode dibuka. Ribuan transaksi mencurigakan anggota Badan Anggaran lain tak disebut.

26 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA lelaki itu menunggu di business lounge Hotel Four Seasons Jakarta, pagi beberapa pekan sebelum Ramadan. Yang pertama Wakil Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Nudirman Munir. Pria lainnya Ketua Badan Anggaran DPR Melchias Markus Mekeng. Dua politikus Partai Golkar itu menanti Yunus Husein, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

Tak lama, Yunus datang bersama anggota stafnya, Budi Saiful Haris, dan Kepala Bagian Regulasi, Fithriadi Muslim. Seseorang yang mengetahui pertemuan itu bercerita, Nudirman dan Mekeng meminta bantuan Yunus menelusuri rekening anggota Badan Anggaran DPR. ”Mereka menyebutkan nama Wa Ode Nurhayati,” kata orang itu. Menurut dia, kedua politikus terlihat kesal terhadap Wa Ode, politikus Partai Amanat Nasional yang mengakui adanya percaloan anggaran di Dewan.

Yunus tak banyak bicara dalam pertemuan itu. Ia mengatakan kepada Nudirman dan Mekeng, permintaan laporan data transaksi keuangan harus melalui surat resmi dari Ketua Dewan. Keduanya setuju. Tak sampai setengah jam, pertemuan berakhir.

Dimintai konfirmasi, Yunus tak mau berkomentar. Nudirman mengakui pernah meminta Yunus menelusuri rekening Wa Ode. Menurut dia, permintaan itu berdasarkan kesepakatan semua anggota Badan Anggaran. Tapi ia membantah bertemu dengan Yunus di Four Seasons. ”Saya memintanya pada saat rapat kerja di DPR,” kata anggota Komisi Hukum ini.

Melchias Mekeng tak menjawab telepon dan pesan pendek Tempo. Namun Wakil Ketua Badan Anggaran Tamsil Linrung mengatakan tak mungkin Badan Anggaran meminta penelusuran rekening, yang bukan ranah kerjanya. Surat yang ditandatangani Ketua DPR Marzuki Alie dikirim ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan pada 18 Agustus.

Sebulan lebih setelah surat itu dikirim, Jumat dua pekan lalu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung menyatakan telah menerima laporan dari Pusat Pelaporan. Di situ disebutkannya ada 21 transaksi mencurigakan oleh seorang anggota Badan Anggaran. Laporan ini telah dibahas oleh pemimpin Dewan. ”Kami juga geleng-geleng mendengarnya,” kata Priyo Budi Santoso, juga Wakil Ketua DPR. Keduanya tak menyebut nama anggota Dewan pemilik rekening.

l l l

AKHIR Mei lalu, Wa Ode Nurhayati menyebutkan praktek mafia anggaran dalam acara bincang-bincang Mata Najwa. Politikus asal Sulawesi Tenggara ini menuding ada pemimpin Dewan yang berperan memuluskan pembagian dana penyesuaian infrastruktur daerah. Pernyataan itu membuat panas kuping politikus Senayan. Menganggap Wa Ode telah mencemarkan nama baik, Marzuki melaporkannya ke Badan Kehormatan Dewan.

Belakangan, dua orang lain melaporkan Wa Ode ke Badan Anggaran dan Badan Kehormatan DPR: Haris Andi Surahman dan Bahar. Haris menyatakan telah menyetor uang Rp 6,75 miliar ke Wa Ode agar bisa mendapat dana infrastruktur untuk empat daerah. Uang itu diakui Haris diserahkan melalui sekretaris Wa Ode, Sefa Yulanda. Tapi ternyata tak ada kucuran dana segar ke empat daerah itu. Adapun Bahar mengaku mewakili orang-orang yang diperlakukan sama seperti Haris.

Reda dari pukulan dua ”saksi” itu, rekening Wa Ode dikuliti. Nudirman Munir, yang tak lagi menjabat Wakil Ketua Badan Kehormatan, membantah berupaya menyudutkan Wa Ode. Menurut dia, Badan Kehormatan tak hanya mengajukan nama satu anggota Dewan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. ”Ada empat atau lima anggota DPR,” katanya.

Nyatanya, surat pemimpin DPR ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang diperoleh Tempo hanya menyebut nama Wa Ode, Sefa, Haris, dan Bahar. Dalam surat yang ditandatangani Marzuki ini disebutkan penelusuran itu diperlukan berkaitan dengan ”kasus anggota Badan Anggaran yang menyebutkan pimpinan DPR sebagai penjahat anggaran”.

Ada kejanggalan lain. Salinan laporan Pusat Pelaporan yang diperoleh Tempo di DPR menyebutkan 21 transaksi yang dilakukan Wa Ode senilai Rp 500 juta sampai Rp 4,95 miliar. Tapi tak ada satu pun pernyataan dalam laporan tertanggal 24 Agustus itu bahwa 21 transaksi tersebut masuk kategori mencurigakan. Pusat Pelaporan malah menyatakan ada 2.103 transaksi oleh sejumlah anggota Badan Anggaran. Anehnya, poin ini tidak disampaikan oleh pemimpin DPR.

Wa Ode mengklaim, transaksi Rp 4,95 miliar di rekeningnya hanya perpindahan. Ia menyatakan tak ada yang aneh dengan banyaknya transaksi di atas Rp 500 juta di rekeningnya. Ia mengatakan masih sering menjual mobil, termasuk Toyota Alphard seharga Rp 600 juta.

Selain itu, Wa Ode mengaku masih menjalankan konfeksi warisan orang tuanya ke sejumlah daerah. Bisnis ini pun sudah digelutinya sebelum dia jadi anggota DPR. ”Boleh dicek di Tanah Abang, label saya ODR, singkatan nama ayah saya, Ode Rane,” ujarnya. Ia menyayangkan adanya permintaan menelusuri rekeningnya. ”Saya ini bukan pelaku pidana,” kata perempuan 30 tahun ini.

Aktivis antikorupsi mendukung Wa Ode. Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Ade Irawan menilai permintaan agar rekening Wa Ode ditelusuri merupakan balas dendam politikus Dewan. Padahal, menurut dia, sejak Wa Ode berkomentar di media massa, berbagai kasus percaloan anggaran mulai terkuak, seperti kasus suap dana infrastruktur transmigrasi.

Wakil Ketua Badan Anggaran Tamsil Linrung membantah berupaya menyudutkan Wa Ode. ”Ini kan karena dia banyak bicara. Orang tahu sesungguhnya dia bermasalah,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera ini. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, saat ditemui Tempo, Jumat pekan lalu, juga membantah hanya satu anggota DPR yang diajukan. Soal transaksi anggota Dewan yang dimaksudkan, ia menyatakan, ”Saya tidak menyebutkan ada transaksi mencurigakan. Kalau dia pengusaha, wajar saja ada transaksi ratusan juta atau miliaran.”

Sumber Tempo di DPR bercerita, sebenarnya kasus Wa Ode di Badan Kehormatan dimanfaatkan juga untuk mengambil keuntungan. Anggota staf Nudirman Munir, Iin Inawati Usman, disebut-sebut pernah mendekati Wa Ode dan mengatakan bosnya bisa membantu. Ia meminta sejumlah imbalan. Tapi permintaan itu tak ditanggapi Wa Ode. ”Saya mau kasus selesai sesuai dengan prosedur. Saya siap buka-bukaan,” katanya.

Nudirman membenarkan Iin pernah menjadi anggota stafnya, tapi sudah lama diberhentikan. Ia menyangkal menawarkan bantuan kepada Wa Ode agar bisa diselamatkan di Badan Kehormatan. Ia menyebutkan justru ingin kasus ini cepat selesai. ”Tujuan saya minta penelusuran rekening biar kasus ini cepat selesai, biar tak ada fitnah-memfitnah,” ujarnya.

Ditemui terpisah, Iin mengatakan masih menjadi anggota staf Nudirman. Tapi ia mengatakan tak pernah berhubungan dengan kasus di Badan Kehormatan. ”Informasi itu bohong,” katanya. Ia mengaku mengenal dan pernah menjumpai Wa Ode sebagai sesama aktivis Himpunan Mahasiswa Islam. Tapi dia tak pernah membicarakan kasus. ”Saya juga tahunya dari televisi,” kata Iin.

Pramono, Febriyan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus