Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ultimatum untuk Firli Bahuri

Penyidik akan menyiapkan surat penangkapan untuk mengantisipasi Firli Bahuri mangkir lagi dari pemeriksaan.

22 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri, memberikan keterangan kepada awak media setelah melakukan pertemuan dengan pimpinan Dewan Pengawas KPK di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 21 Desember 2023. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Penyidik akan menyiapkan surat penangkapan untuk mengantisipasi Firli Bahuri mangkir dari pemeriksaan.

  • Firli Bahuri telah mengirim surat pengunduran diri kepada Presiden Jokowi.

  • Pegiat antikorupsi berharap permohonan pengunduran diri Firli Bahuri dijawab setelah sidang etik tuntas.

JAKARTA – Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Inspektur Jenderal Karyoto mengultimatum Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Firli Bahuri, untuk memenuhi panggilan pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka. “Jika yang bersangkutan tidak mengindahkan, kami akan keluarkan surat perintah penangkapan,” kata Karyoto di kawasan Monumen Nasional, kemarin, 21 Desember 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pernyataan ini disampaikan Karyoto setelah kemarin Firli mangkir dari pemeriksaan yang telah diagendakan. Penyidik telah melayangkan surat panggilan susulan yang meminta Firli hadir dalam pemeriksaan pada 27 Desember 2023. “Berikutnya sudah disiapkan juga surat perintah (penangkapan),” ujar Karyoto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak mengatakan kuasa hukum Firli, Ian Iskandar, memang mengirim surat pemberitahuan tentang kliennya yang kemarin berhalangan memenuhi panggilan penyidik. Namun Ade menilai alasan yang disampaikan dalam surat itu terlalu dibuat-buat.

Menurut Ade, kehadiran Firli dalam pemeriksaan ini penting karena penyidik menemukan sejumlah fakta baru. Di antaranya mengenai aset serta keterangan tambahan dari saksi-saksi yang belum masuk dalam berita acara pemeriksaan. “Sehingga ini menjadi salah satu materi penting yang harus diterangkan tersangka,” kata Ade.

Kuasa hukum Firli Bahuri, Ian Iskandar (kanan) saat menjalani sidang putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 19 Desember 2023. Tempo/Febri Angga Palguna

Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Firli sebagai tersangka pada November lalu atas dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Ketua KPK nonaktif itu dijerat dengan Pasal 12 huruf e, Pasal 12B, atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Firli melawan penetapan tersangka itu dengan mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun pengadilan menolak gugatan tersebut.

Pada saat yang sama, Firli juga dilaporkan oleh sejumlah pihak ke Dewan Pengawas KPK atas dugaan pelanggaran etik. Ian Iskandar mengatakan salah satu alasan kliennya tidak bisa memenuhi panggilan pemeriksaan Polda Metro Jaya adalah jadwalnya berbenturan dengan sidang etik tersebut. 

Anggota Dewan Pengawas KPK, Albertina Ho, mengatakan Dewas kemarin memang menggelar persidangan etik pada pukul 09.00 hingga pukul 16.15 WIB. Namun, sepanjang persidangan itu, Firli tidak terlihat batang hidungnya. “Yang jelas dan pasti, Firli tidak hadir di sidang etik ini,” ujar Albertina. Penegasan serupa disampaikan oleh anggota Dewas KPK lain, Syamsuddin Haris. “Sidang berlangsung tanpa hadirnya Firli,” ujar Syamsuddin. 

Menurut Albertina, ketidakhadiran Firli tak akan menghambat proses persidangan. Firli justru dirugikan karena tidak memiliki kesempatan untuk membela diri. “Kami akan tetap melakukan sidang. Firli hadir atau tidak, sidang dan putusan akan tetap dilaksanakan,” kata Albertina.

Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean (kedua dari kanan) bersama tiga anggota Dewas KPK, Harjono (kanan), Albertina Ho dan Syamsuddin Haris, memberikan keterangan kepada awak media di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 8 Desember 2023. TEMPO/Imam Sukamto

Mengundurkan Diri

Kemarin Firli memang terlihat di gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK yang menjadi lokasi persidangan etik. “Saya datang ke Dewas pukul 10.00 WIB, jadi bukan baru sore ini,” kata Firli kepada awak media. Dia mengaku bertemu dengan Dewas KPK setelah persidangan selesai. Namun dia tidak menyebukan siapa saja anggota Dewas yang ditemuinya itu.

Beberapa jam kemudian, Firli kembali menemui wartawan di gedung Pusat Pendidikan Antikorupsi KPK dan menyatakan mengundurkan diri sebagai Ketua KPK. “Saya mengakhiri tugas saya sebagai Ketua KPK dan saya menyatakan berhenti. Dan saya juga menyatakan tidak berkeinginan untuk memperpanjang masa jabatan saya,” kata Firli.

Firli mengatakan surat pengunduran dirinya telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo melalui Menteri Sekretaris Negara serta kepada jajaran pemimpin KPK dan Dewan Pengawas KPK. Ia mengklaim pengunduran dirinya dilakukan demi stabilitas bangsa menjelang tahun politik 2024.

Masa jabatan Firli bersama empat Wakil Ketua KPK lain, yaitu Nawawi Pomolango, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, dan Johanis Tanak, semestinya berakhir per 20 Desember 2023. Namun Presiden Jokowi lebih dulu memperpanjang masa jabatan mereka pada 24 November lalu. 

Dua hari sebelum perpanjangan masa jabatan tersebut, Kepolisian Daerah Metro Jaya menetapkan Firli sebagai tersangka korupsi. Perpanjangan masa jabatan Firli ini juga berlangsung saat ia berstatus pemimpin KPK nonaktif. Satu hari setelah penetapan tersangka atau sehari sebelum perpanjangan masa jabatan pimpinan lembaga antirasuah, Jokowi memberhentikan sementara Firli dari jabatan Ketua KPK. Pemberhentian sementara ini dilakukan karena Firli berstatus tersangka kasus korupsi. Presiden lantas mengangkat Nawawi Pomolango sebagai Ketua KPK sementara untuk menggantikan Firli.

Ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri, memberikan keterangan setelah melakukan pertemuan dengan pimpinan Dewan Pengawas KPK di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 21 Desember 2023. TEMPO/Imam Sukamto

Sesuai dengan ketentuan Pasal 138 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Firli akan diberhentikan permanen dari posisi pemimpin KPK setelah berstatus terdakwa. Saat ini berkas perkara Firli masih di tahap penelitian oleh jaksa peneliti Kejaksaan Tinggi Jakarta. Jaksa akan meneliti berkas perkara Firli tersebut hingga Jumat pekan ini. Setelah itu, jaksa akan memutuskan berkas perkara Firli sudah lengkap (P21) atau dikembalikan ke penyidik Polda Metro Jaya karena belum lengkap.

Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengatakan status tersangka Firli tidak menjadi penghalang untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK periode 2019-2023. Sebab, Jokowi hanya menjalankan Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 pada 25 Mei 2023. Ia mengatakan perpanjangan masa jabatan ini berlaku untuk pimpinan KPK periode 2019-2023. 

Ketua Indonesia Memanggil 57+ Praswad Nugraha menilai pengunduran Firli tersebut menjadi upaya untuk melarikan diri dari permasalahan hukum. Sebab, kata Praswad, sejak Nurul Ghufron mengajukan permohonan uji materi tentang perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK di Mahkamah Konstitusi, Firli sama sekali tidak pernah menunjukkan sikap menolak ihwal perpanjangan tersebut. “Apa yang dilakukan Firli hari ini bukanlah representasi sifat kesatria atau menjadi martir karena berjuang melawan korupsi,” ujar Praswad.

Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap, memberikan pendapat serupa. Menurut dia, pengunduran diri Firli itu tindakan pengecut untuk menghindari persidangan etik yang berjalan, pupusnya harapan perlawanan di gugatan praperadilan, serta penetapan tersangka oleh Polda Metro Jaya. Semestinya, sebagai seorang pemimpin di lembaga penegak hukum, kata Yudi, Firli bersikap gentleman selagi keputusan presiden belum diterbitkan. “Sebab, ini akan menjadi pelajaran dan efek jera bagi pemimpin KPK lain,” kata dia.

Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan apa yang dilakukan Firli tidak jauh berbeda dengan apa yang pernah dilakukan bekas Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar. Menurut Kurnia, saat terjerat dugaan gratifikasi—menerima tiket dan akomodasi untuk menonton MotoGP di Mandalika dari perusahaan badan usaha milik negara (BUMN)—Lili segera mengirim surat pengunduran diri. Tujuannya semata-mata untuk menghentikan pemeriksaan etik yang tengah bergulir di Dewan Pengawas KPK. “Ini kian menunjukkan bahwa Firli penakut dan ingin lari dari pertanggungjawaban etik di KPK,” kata Kurnia.

ICW mendesak Presiden menunda permohonan pengunduran diri Firli sampai proses persidangan etik di Dewas KPK rampung. “Jika model seperti Lili diteruskan, itu berpotensi ditiru oleh pimpinan KPK mendatang jika tersangkut dugaan pelanggaran kode etik berat,” ujar Kurnia.

Ari Dwipayana mengatakan surat pengunduran diri Firli yang disampaikan melalui Menteri Sekretaris Negara telah diterima pada 18 Desember lalu. Saat ini, kata dia, surat permohonan pengunduran diri tersebut tengah diproses untuk dapat segera ditetapkan lewat keputusan presiden. Namun Ari tidak merinci kapan proses penerbitan keputusan presiden itu akan dilakukan. “Presiden baru tiba di Jakarta setelah kunjungan kerja ke IKN,” kata dia.

ANDI ADAM FATURAHMAN | BAGUS PRIBADI | EKA YUDHA SAPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus