UNIVERSITAS Nusantara dilarang menerima mahasiswa baru. Lewat
surat keputusan Kopertis Wilayah II, universitas yang sejak
berdirinya pada tahun 1964 memiliki fakultas hukum, ekonorni,
sosial politik dan kedokteran itu dilarang menerima mahasiswa
baru mulai tahun akademi 1978 ini. Juga ia harus menghentikan
kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan
tinggi.
Surat keputusan yang ditandatangani Girindro Pringgodigdo SH,
Ketua Kopertis, juga menyebutkan agar masalah administrasi dan
akademik diselesaikan paling lambat Juni mendatang. Sementara
mahasiswa yang terdaftar pada universitas tersebut supaya
disalurkan ke perguruan tinggi swasta yang lain.
Untuk menemukan lokasi universitas yang statusnya terdaftar itu
kini memang tidak gampang. Bukan saja terletak di pojok halaman
Rumah Sakit Jakarta, tapi ruang kuliah yang gentingnya sudah
pada pecah itu sejak tiga tahun lalu sudah ditempati tiga ratus
pelajar SMP "dr Buntaran." Sementara itu, ruang laboratorium
mikrobiologi milik universitas ini (yang kini masih memiliki 150
mahasiswa dari fakultas hukum dan kedokteran), sudah berantakan.
Isinya: kompor dan beberapa piring. "Dengan fasilitas demikian
mahasiswalah yang bakal dirugikan," ujar Girindro Pringgodigdo.
Sejak tahun 1972, fakultas kedokteran Nusantara yang hidupnya
memang sudah payah, sudah diberi lampu merah oleh tim Consortium
Medical Sciences (CMS). Tim CMS itu telah menyarankan kepada
Kopertis agar menutup FK Nusatara, serta melarang mahasiswanya
mengambil ujian CMS (ujian negara untuk FK swasta).
Tapi Kopertis hanya menganjurkan agar mahasiswa FK Nusantara
pindah ke FK Universitas Ibnu Chaldun. "Tapi yang jelas sejak
1974 kuliah sudah terhenti. Dosen banyak yang tak masuk dan
mahasiswanya cerai berai," ujar drs med Tarmizi Kasim, salah
seorang bekas mahasiswa FK yang mendirikan SMP "dr Buntaran" dan
sekaligus menjadi Kepala Sekolahnya.
"Soal Uang, Mudah"
Payahnya FK Nusantara sebenarnya sudah berlangsung sejak 1970
yang lalu. Secara pelan-pelan, semenjak meninggalnya dr Buntaran
Martoatmodjo, pendiri Nusantara, pihak Rumah Sakit Jakarta
sebagai teaching-hospital, mulai menyingkirkan
mahasiswa-mahasiswa FK Nusantara. "Kami sampai hampir berkelahi
dengan anak FK swasta lain di Rumah Sakit Jakarta itu karena
rebutan tempat praktek," ujar Tarmizi, 39 tahun, yang mengaku
sempat kuliah di FK Nusantara sampai tingkat VI.
Tapi yang tahu betul kenapa Universitas Nusantara payah tentu
Jaihutan Mulia Panggabean, rektornya. "Sudah lama kami minta
dana dari pemerintah, tapi uang tak turun-turun juga. Kalau
swasta yang lain dapat uang kenapa kami tidak?" katanya.
Rektor yang kini berumur 75 tahun dan mengaku memperoleh gelar
Doctor of Leadership In Humanities dari International Academy of
Leadership di Pilipina itu pokoknya menyesalkan keputusan
menutup universitasnya. "Saya akan minta izin lagi ke Menteri
P&K untuk mendirikan Universitas Swasta Mulia," ujar Mulia
Panggabean. Tokoh yang juga mengaku bekas Ketua Komite Anti
Korupsi zaman kabinet Syahrir ini menambahkan optimis: "Soal
uang, mudah. Jual saja rumah ini."
Sekalipun mengaku masih punya mahasiswa dan bisa memasukkan uang
sebanyak Rp 4 juta tahun lalu, Universitas Nusantara nampaknya
bakal ditutup sama sekali oleh Menteri P&K. "Masak ada dosen
merangkap beberapa mata kuliah sekaligus, kayak di SD saja,"
ujar Girindro Pringgodigdo. "Kalau sudah tak punya potensi lagi
untuk berkembang, ya mbok membubarkan diri."
Bubar memang jalan yang paling gampang. Namun soalnya sekarang
tak sedikit orang kepengin jadi mahasiswa. Sementara perguruan
tinggi negeri tempatnya terbatas, bukan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini