BERITA pungli hangat lagi, ketika minggu ketiga Januari lalu,
Letkol Anas Malik, Kepala Humas Opstibda Jaya, menuduh Kepala
SMA XXI telah melakukan pungutan liar.
Pungli itu, menurut Anas Malik yang membeberkannya lewat pers,
berupa pembebanan kepada orang tua calon murid sebesar Rp 25
ribu. Uang itu harus dibayar untuk memperoleh formulir
pendaftaran murid baru. "Yang terang, pungutan diambil sebelum
calon murid diterima di sekolah itu. Tindakan ini jelas
bertentangan dengan hukum," kata Anas Malik. Dan Anas juga
menyebutkan diberhentikannya Kepala Sekolah itu dari jabatannya.
Namun sehari kemudian, muncul bantahan dari yang bersangkutan.
Chalid Abubakar MA, Kepala Sekolah SMA XXI itu membantah dirinya
diberhentikan sementara dari jabatannya. Memang benar pernah
Opstibda Jaya untuk diminta keterangannya sekitar persoalan
sumbangan meja dan kursi dari orang tua murid. Dan dijelaskan
sumbangan tersebut diperoleh dari siswa yang telah dinyatakan
diterima. Bahkan untuk persoalan ini telah diadakan pertemuan
dengan Badan Pembantu Pembinaan Pendidikan (BP3) dan dengan
orang tua murid baru kelas I.
Ternyata, katanya, tak ada orang tua murid yang tidak rela
menyediakan meja dan kursi itu, mengingat barang-barang tersebut
untuk keperluan sekolah. Penjelasan Kepala Sekolah itu kemudian
diperkuat dengan lampiran fotoopy sebuah kwitansi atas nama
Elfia Susanti, sebuah perusahaan mebel di Jakarta Timur.
Eh, Ada Yang Lapor
Ridwan, dari bagian Tata Usaha sekolah yang merangkap sebagai
sekretaris panitia penerimaan murid baru, membenarkan Kepala
Sekolahnya. Tadinya yang diterima di SMA XXI hanya 200 murid
baru. "Tapi ada 45 murid lainnya yang sanggup membeli sendiri
meja dan kursi, sebagai syarat bisa diterima. Jumlah itu bisa
diterima karena memang ada ruangannya," ucap Ridwan. Tapi
sumbangan itu memang bukan keputusan panitia penerimaan murid
baru, melainkan merupakan kebijaksanaan Kepala Sekolah. "Eh,
tahu-tahu ada yang melaporkan bahwa itu pungli," tambah Ridwan
lagi.
Menurut Ridwan, pasti yang melaporkan itu salah seorang dari
panitia, dan salah seorang dari orang tua murid. Dan Ridwan yang
merasa bahwa akibat pemberitaan ini memburukkan nama sekolah,
menuduh si pelapor itu bisa menjadi duri dalam daging. "Saya
akan bayar pada orang yang mau menunjukkan nama si pelapor itu,"
katanya, "Akibat berita itu para murid juga menanggung beban
mental, karena dianggap anak murid sekolah pungli."
Sementara itu M. Yoesoef KM, Ketua BP3 SMA XXI, berpendapat BP3
tidak campur tangan dalam hal penerimaan murid baru. "Tapi kalau
ke 45 orang tua murid itu rela menyumbangkan meja dan kursi masa
disebut pungli," katanya. Dan Yoesoef memang mendengar ada orang
tua murid yang anaknya tidak diterima di SMA XX1 melapor soal
sumbangan itu ke Laksusda.
Namun bagi Anas Malik yang ditemui kembali oleh Syarif Hidayat
dari TEMPO, soalnya tetap. "Kalau sumbangan itu dirundingkan
dengan para orang tua murid setelah si calon murid itu diterima,
itu betul. Tapi ini kan minta bangku dan meja dulu baru dapat
diterima di sekolah, itu salah," ucap Anas Malik. Dan Kepala
Humas Opstibda Jaya itu mengakui berita diberhentikannya Kepala
Sekolah itu salah. "Yang benar Kepala Sekolah itu masih dalam
pemeriksaan. Tapi soal pungli itu betul," kata Anas.
Komisi 10%
Adakah pungli yang dmaksud Anas Malik menyangkut juga permainan
harga meja dan kursi? Dalam bantahannya, Chalid Abubakar
menyebutkan uang sumbangan meja dan kursi itu tidak diberikan ke
sekolah. Melainkan hanya diminta kepada orang tua murid untuk
menyediakan sebuah kursi dan meja. Tapi Haji Mahbub yang
memiliki perusahaan mebel, mengakui memperoleh pesanan dari SMA
XXI dengan harga Rp 25 ribu untuk sebuah meja dan sebuah kursi.
"Tapi sebagai pedagang, kami mempunyai kebiasaan untuk
memberikan kornisi 10%," katanya kepada Syarif Hidayat dari
TEMPO, "soal siapa yang akan menerima komisi itu, ya urusan
merekalah."
Sampai kini belum jelas apakah kasus itu termasuk pungli atau
bukan. Anas Malik tetap mengatakan pungli. Tapi Chalid Abubakar
membantahnya. Ketika akan ditemui TEMPO kembali, Chalid menolak
memberikan keterangan. Karena, katanya, berita bantahan yang
dikirimkannya ke koran-koran, sudah mendapatkan teguran dari
Kanwil P&K Jakarta. "Padahal dalam hati, saya kepingin betul
mengungkapkan persoalan ini. Siapa sih yang tak panas dituduh
pungli," katanya.
Menurut Kepala Sekolah itu, sesuai dengan teguran Kanwil P&K,
yang berhak membantah hanya Humas Kanwil P&K. Tapi repotnya
Ending Karmadi, Kepala Humas Kanwil P&K, ketika dihubungi TEMPO
cuma menjawab "no comment." Malah menyilakan untuk menghubungi
Anas Malik kembali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini