MENKO Polkam Sudomo 62 tahun, mungkin menjadi salah seorang pejabat yang sibuk setelah beberapa penyusupan eks PKI kini jadi pembicaraan masyarakat. Pada September yang lalu, misalnya, ia memberikan penjelasan kepada wartawan membantah isu "bersih lingkungan" yang rupanya sudah dinilai meresahkan masyarakat. Tapi agaknya diberbagai daerah masih ada ketidakseragaman dalam soal ini. Dari Medan misalnya, Dr. Panangian Siregar, Ketua DPD PDI Sumatera Utara, mengaku bingung setelah tiga anggota pengurusnya diperiksa Direktorat Sospol setempat karena ada tuduhan tidak bersih lingkugan. "Tolok ukur soal itu harus dibuat jelas supaya jangan ada tuding-menuding untuk menjatuhkan lawan," kata Siregar. Salah seorang pengurusnya akhirnya mengundurkan diri. Padahal, di Jawa Timur hal yang sama terjadi, tapi Kepala Direktorat Sospol di daerah itu belum merasa perlu bertindak lebih jauh. Maka, belum terdengar pengurus orpol yang mundur ataupun anggota DPRD yang di-recall. Bagaimana pendapat Sudomo? Kamis pekan lalu, wartawan TEMPO Sri Indrayati mewawancarai Menko Polkam itu di kantornya. Menjadi Wapangkopkamtib 1971-1974, Kaskopkamtib 1974-1981, dan Pangkopkamtib 1981-1983, maka Sudomo tergolong tokoh yang berpengalaman juga dalam urusan eks PKI. Pada masanyalah seluruh tahanan PKI dilepaskan ke masyarakat. Berikut ini rangkuman wawancara itu: Tentang bersih diri dan bersih lingkungan itu? Kan semuanya sudah jelas. Bila ada pejabat yang diragukan, entah bupati, lurah, pejabat lainnya, silakan menulis kepada kami. Bisa juga kepada para menteri, atau langsung kepada Panglima ABRI. Nanti akan dijawab, dan semuanya atas dasar ini (ia menunjukkan lembar penjelasan pemerintah tentang skrining mental ideologis yang disampaikannya pada wartawan, September lalu). Tapi betulkah ada istilah yang belum seragam, seperti bersih diri dan bersih lingkungan? Kita tak memakai itu. Tidak ada istilah bersih diri dan tidak ada istilah bersih lingkungan. Lalu bagaimana? Pokoknya, istilah itu tidak ada. Yang ada skrining mental ideologis. Itu yang kita umumkan waktu itu. Itu jelas. Siapa saja yang mesti diskrining? Itu kan ada ketentuannya. Yang harus bersih itu ABRI, pegawai negeri termasuk BUMN, guru, pengurus parpol dan Golkar, dalang, lurah, lembaga bantuan hukum, dan pendeta. Tapi ini dalam arti skrining mental ideologis, untuk ABRI, misalnya, kalau ada bapaknya, pamannya terlibat, ia tidak bisa masuk ABRI. Kalau untuk pegawai negeri, guru, parpol, Golkar, pers, dan sebagainya, katakanlah bapaknya PKI dia masuk pegawai negeri, tidak ada masalah. Soalnya, sekarang kita lihat pada yang bersangkutan sendiri. Apa kesetiaannya pada Pancasila diragukan? Apa dia pernah melakukan tindakan yang menentang pemerintah maupun negara? Ataukah dia pernah menjadi pengkhianat bangsa? Inilah keterangannya. Jangan sampai dicampur aduk seluruhnya. Itu kacau. Jadi sekarang ini bila ada orang yang diragukan, misalnya bekerja di pers, coba laporkan kepada Menko Polkam, kepada menteri-menteri, Pangab, dan sebagainya, nanti itu bisa dicek apakah yang bersangkutan terlibat atau tidak. Kalau anak Omar Dhani, bagaimana? Sekarang yang dinilai yang bersangkutan sendiri. Apakah dia Pancasilais atau tidak. Apakah dia pernah melakukan tindakan yang mengkhianati negara atau tidak. Kita cek. Tapi bagaimana cara mengeceknya? Lo, itu bisa dilakukan Pemerintah. Pemerintah kan punya aparatur, punya Bakin, ada Pangab dan sebagainya. Kalau surat tidak terlibat G-30S/PKI apa masih diperlukan? Pada batas umur berapa seseorang di tahun 1965 sehingga ia membutuhkan surat itu? Yang berumur 12 tahun ke bawah di tahun 1965 tidak perlu surat itu. Tapi penjelasan dari beberapa pihak ke masyarakat kok rancu? Tidak. Itu kan dibuat-buat. Coba tolong tulis yang baik, kalau ada keterangan begitu, yang meragukan, jangan dimuat di koran Ini bukan bermaksud mengurangi hak demokrasi. Bukan. Tapi kalau ternyata, orang yang dituduh tidak terlibat, itu namanya sudah memvonis, kan ? Tapi mengapa akhir-akhir ini soal seperti itu menghangat? Ya bisa saja, to. Bisa karena orang ini iri hati pada pekerjaan yang didapatkan orang yang dituduhnya itu. Atau orang itu ada kaitan dengan musuhnya. Lalu ia melemparkan isu itu. Kopkamtib menjadi Bakorstanas. Strukturnya bagaimana? Wah, itu tanya Pak Try Sutrisno. Dia kan ketuanya. Nanti akan diumumkan, Bakorstanas langsung berada di bawah Presiden. Tidak struktural, dan tugasnya menyampaikan saran-saran kepada Presiden. Kalau yang berwewenang menangkap orang, ya, jaksa agung dan polisi. Itu tidak ada masalah. Juga di daerah, gubernur punya wewenang. Sekali lagi, apakah skrining mental ideologis di ABRI berbeda dengan yang di pegawai negeri, pers, pendeta, dan sebagainya itu? Lo, saya ini kan sampai capek menjelaskan. Ini tidak sama. Tapi, tunggulah, nanti akan ada pertemuan. Sementara ini tim skrining ada di tiap departemen. Dan ketuanya ya masing-masing di departemen itu. Siapa sebetulnya sebagai pusatnya? Kan harus ada pusat yang mengatur, siapa ini? Nanti. Apa ketua Bakorstanas, apa Presiden sendiri? Nanti ini akan diatur. Tunggu saja. Jadi, yang benar penjelasan Menko Polkam, dong, Pak Ya, dong (tertawa). Pasti benar. Saya ini kan feeling-nya hebat. Ya, kan ?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini