Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menembus Tembok Bernama Skrining

Sejumlah pegawai negeri atau karyawan swasta merasa resah dengan adanya skrining bersih lingkungan. banyak karyawan yang gugur karena hal tersebut. berbagai petugas dilibatkan untuk melakukan skrining.

12 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETIAP kali kisah soal skrining, perasaan Wibi (bukan nama sebenarnya) seperti diremas. Pemuda tegap dan tampan ini gagal menembus tembok yang bernama "bersih lingkungan". Seorang pamannya ketahuan terlibat PKI. Padahal, "Tak sekali pun saya bertemu dengan dia," tuturnya sendu. Kini, gelarnya sebagai sarjana tehnik perminyakan hanya disimpan di laci, dan dia di pasrahkan hidupnya sebagai sopir taksi. Nasib serupa dialami oleh Surya (juga nama samaran), seorang sarjana ekonomi. Akhir tahun lalu, dia berhasil lolos dari serangkaian tes masuk ke sebuah perusahaan minyak, kontraktor Pertamina. Tinggal selangkah lagi: skrining. Di sinilah dia gugur. Tim penyeleksi berhasil menjejaki bahwa ayah mertua Surya bekas tapol. Surya hanya bisa mengelus dada. "Ketika saya menikah, ayah mertua saya sudah meninggal," ujarnya. Perusahaan minyak yang menolak kehadiran Wibi dan Surya itu sebetulnya berstatus swasta asing. Hanya saja, dia punya perjanjian khusus, sewaktu-waktu kontraknya tak diperpanjang, karyawan lokalnya akan dilimpahkan ke Pertamina. Lantas, perusahaan negara terkaya ini tak mau menerima karyawan yang dianggap tak bersih lingkungan. Ada kekhawatiran, orang-orang yang masih setia dengan PKI akan membalas dendam. "Dengan menghancurkan sumur-sumur minyak yang ada, misalnya," kata seorang eksekutif perusahaan itu. Namun, upaya mencari bukti bersih lingkunan, sungguh, merupakan pekerjaan yang repot dan melelahkan. Juga, "Makan waktu panjang," kata Ny. Widya (bukan nama sebenarnya), 2 tahun, karyawati pada sebuah instansi pemerintah di Pasuruan Jawa Timur. Widya memerlukan keterangan "bebas dosa lingkungan" itu untuk menyodok turun kartu pegawainya. Kliring tahap pertama, akhir tahun lalu berlangsung di kantornya. Widya disodori formulir keterangan diri. Pada lembar formulir itu ditanyakan pula identitas suami, orangtua, dan kawan dekatnya. Oleh atasannya, dia ditanya pula pandangannya tentang PKI, dan sedikit soal sikap politiknya. Setelah diberi catatan secukupnya, formulir itu dilampiri surat pengantar, lalu dimasukkan ke dalam amplop yang dilak, tak boleh dibuka. Selanjutnya, amplop tertutup itu mesti diantar sendiri ke Koramil yang membawahkan kecamatan tempat dia lahir. Pemeriksaan njlimet pun dimulai. Dibawalah surat itu ke kota kelahirannya, Pacitan, di ujung barat Jawa Timur. Oleh Koramil setempat, formulir diperiksa, kalau-kalau ada nama yang masuk "daftar hitam" petugas setempat. Formulir baru disodorkan. Lantas, yang bersangkutan boleh pening, dia mesti menuliskan identitas saudara sekandungnya, kedua orangtuanya, juga saudara-saudara baik dari pihak ayah maupun ibu. Formulir pun terisi, dan diserahkan kembali ke Koramil. Konon, di situ nama-nama yang tertera dipelototi satu per satu. Kabarnya, untuk penyidikan itu, Koramil juga mengacu pada dokumen tingkat Kodim dan Kodam. Kalau ada satu nama saja yang menyangkut di daftar hitam, boleh jadi Widya akan mengalami nasib seperti Widi dan Surya. Bagaimana hasil penyidikan itu, yang bersangkutan tak boleh tahu. Pihak Koramil kembali mengirimkan hasil kliring itu, dalam sebuah sampul dengan klasifikasi rahasia, ke instansi tempat Widya bekerja. Tak berapa lama, kartu pegawainya sampai dengan selamat di tangannya: "Mungkin saya dinyatakan bersih lingkungan," tutur ibu satu anak itu. Bagi seorang anggota DPR dari FKP, H. Muhammad Muas, surat keterangan bersih diri dan bersih lingkungan lebih gampang didapat. Dia cukup minta pengantar dari RT, RW, Camat, lalu ke Polres Depok, Bogor. Memang, oleh polisi ditanya-tanya juga soal PKI. "Tapi sekadar formalitas," ujarnya. Lantas, diminta sidik jarinya, untuk pengecekan. Lalu, beres.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus