Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tim Ganjar-Mahfud Punya Bukti Kecurangan Pemilu
Ada Syarat Kecurangan Pemilu Dapat Diajukan di MK
Kubu 01 dan 03 Perkuat Bukti dan Saksi Adanya Kecurangan Pemilu
JAKARTA – Satu hari setelah pemungutan suara, Kedeputian Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud Md. membentuk tim kecil. Tim itu bertugas menginventarisasi berbagai temuan dan laporan dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah satu pekan berjalan, tim kecil ini berhasil memperoleh bukti-bukti dugaan kecurangan pemilu tersebut, yang sudah diverifikasi lewat sejumlah saksi di lapangan. Wakil Direktur Penegakan Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Jou Hasyim Waimahing, mengatakan berbagai dugaan kecurangan pemilu akan menjadi bagian dalam permohonan gugatan sengketa hasil pemilihan presiden yang akan diajukan pasangan nomor urut tiga ke Mahkamah Konstitusi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami sangat yakin dalil permohonan kami nantinya diterima Mahkamah Konstitusi,” kata Jou, Selasa, 20 Februari 2024.
Jou menyebutkan sejumlah bukti yang telah terverifikasi itu antara lain dugaan kecurangan pencoblosan surat suara yang dilakukan sebelum pemungutan suara. Kasus seperti ini terjadi di beberapa wilayah, seperti di Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur; dan di Kabupaten Paniai, Papua Tengah.
“Temuan lain yang sudah dipegang buktinya adalah mobilisasi kepala desa di Kota Ambon, Kabupaten Jepara, Kabupaten Rembang, dan beberapa wilayah di Jawa Timur,” kata Jou. “Begitu juga data dugaan penggelembungan suara. Kami melampirkan itu.”
Menurut Jou, TPN Ganjar-Mahfud akan menyertakan bukti-bukti dugaan pelanggaran administrasi dan etik ke dalam konstruksi dalil permohonan mereka. “Kami yakin ini diterima karena buktinya kuat,” ujarnya.
Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud memberikan keterangan kepada media soal potensi kecurangan serta pelanggaran hukum yang melibatkan aparatur negara di berbagai daerah di Jakarta, 17 Januari 2024. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Upaya untuk mengajukan permohonan gugatan sengketa hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi juga bakal dilakukan kubu Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar. Ketua Bidang Hukum Tim Nasional Pemenangan Anies-Muhaimin, Ari Yusuf Amir, mengatakan tim mereka sudah mengantongi sejumlah bukti dugaan kecurangan pemilu yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis.
“Kurang-lebih ada 100 bukti yang telah kami verifikasi faktanya untuk dimuat pada dalil permohonan,” kata Ari, kemarin.
Beberapa bukti dugaan kecurangan itu, kata dia, adalah pencoblosan surat suara secara massal oleh pihak tidak bertanggung jawab dan mobilisasi kepala desa untuk memilih pasangan calon presiden tertentu.
“Di Pulau Jawa ada di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, dan wilayah Jawa Tengah,” ujar Ari.
Hingga saat ini, proses penghitungan suara pemilihan presiden masih berlangsung di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei memperlihatkan kemenangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Pasangan calon presiden nomor urut dua itu memperoleh suara di atas 50 persen.
Penghitungan suara versi Komisi Pemilihan Umum pada situs web Sirekap—alat bantu hitung suara milik KPU—hingga pukul 18.00 WIB pada Selasa kemarin menunjukkan Prabowo-Gibran unggul atas Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. Suara yang masuk sudah mencapai 600.091 dari total 823.236 tempat pemungutan suara (TPS) atau setara dengan 72,89 persen.
Pasal 416 ayat 2 Undang-Undang Pemilu mengatur bahwa pemilu dua putaran dapat dilakukan apabila tidak ada calon presiden yang meraih suara di atas 50 persen atau sebaran perolehan suara calon presiden tak mencapai minimal 20 persen di separuh dari jumlah total provinsi di Indonesia.
Lalu Pasal 74 ayat 3 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi mengatur bahwa permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) hanya dapat diajukan dalam jangka waktu maksimal tiga hari sejak KPU mengumumkan penetapan hasil pemilu secara nasional.
Kapten Tim Pemenangan Nasional (Timnas) AMIN, Muhammad Syaugi Alaydrus (kiri) dan Ketua Dewan Pensehat Tim Hukum Nasional AMIN, Hamdan Zoelva memberikan keterangan pers dengan membeberkan sejumlah dugaan pelanggaran kampanye pemilu di Markas Pemenangan AMIN, Jakarta, 28 Desember 2023. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Charles Simabura, skeptis Mahkamah Konstitusi akan menerima permohonan sengketa pemilu yang bakal diajukan Anies-Muhaimin ataupun Ganjar-Mahfud. Ia berpendapat, meski kedua kubu ini memiliki bukti kuat ihwal adanya kecurangan pemilu, hal tersebut tidak serta-merta membuat Mahkamah Konstitusi akan memberi putusan menerima.
“Mahkamah Konstitusi cenderung bersifat kuantitatif. Meski dalil dan bukti pemohon kuat, jika tidak mempengaruhi selisih perolehan suara, tidak akan diterima,” kata Charles.
Sebaliknya, kata dia, lebih baik gugatan sengketa pemilu ini tidak dimohonkan. Pertimbangannya, permohonan itu kecil kemungkinan akan dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi. Di samping itu, putusan dari gugatan tersebut akan menjadi legitimasi pihak termohon bahwa dugaan kecurangan yang ditudingkan tidak benar dan tak terbukti.
“Cukup publik mengetahui ini curang. Jangan sampai gugatan ini menjadi bumerang bagi pemohon,” ujar Charles.
Herdiansyah Hamzah berpendapat serupa. Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman ini mengatakan, meskipun kedua kubu dapat membuktikan adanya kecurangan pemilu, pembuktian tersebut tidak akan berarti jika tak mempengaruhi hasil perolehan suara atau kemenangan Prabowo-Gibran.
“Bukti gugatan harus mampu mempengaruhi perolehan suara kandidat lain dari 50+1 persen menjadi lebih kecil,” kata Herdiansyah.
Herdiansyah melanjutkan, bukti permohonan para pemohon nantinya juga harus mampu mempengaruhi selisih perolehan suara berdasarkan aspek persebaran suara. Misalnya, bukti yang dilampirkan pemohon mampu mengurangi perolehan suara kandidat lain di setengah dari 38 provinsi yang ada di Indonesia.
“Jika kandidat yang menang meraih suara di 20 provinsi, kemudian karena dalil pembuktian perolehan suara berkurang menjadi 19 provinsi, itu bisa dilakukan putaran kedua pemilu,” ujar Herdiansyah. “Inti pokoknya, dalil pembuktian pemohon harus mempengaruhi selisih perolehan suara agar bisa diterima MK.”
Guru besar hukum tata negara Universitas Jenderal Soedirman, Muhammad Fauzan, berpendapat berbeda. Ia mengatakan, meski tidak mempengaruhi selisih perolehan suara, jika dalil pembuktian pemohon menemukan bukti terjadinya kecurangan di salah satu wilayah skala kabupaten-kota, hal itu bisa menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi untuk menerima permohonan gugatan tersebut.
“Kemungkinan konsekuensinya adalah pemilihan ulang di kabupaten-kota yang dimaksudkan,” kata Fauzan.
Meski begitu, Fauzan sependapat dengan dua pakar hukum tata negara sebelumnya. Ia mengatakan, jika dalil pembuktian pemohon mampu mempengaruhi perolehan suara calon presiden sehingga menjadi kurang dari 50+1 persen, MK berpeluang menerima permohonan tersebut. Lalu putusan MK bisa saja memerintahkan putaran kedua pemilihan presiden. Peserta putaran kedua adalah dua calon presiden dengan perolehan suara terbanyak pertama dan kedua.
“Tapi kalau tidak mempengaruhi, sepertinya dilakukan pemilihan ulang di wilayah tersebut yang hasilnya hanya akan diakumulasikan,” ujar Fauzan.
Jou Hasyim Waimahing optimistis dalil pembuktian yang akan diajukan pihaknya ke Mahkamah Konstitusi mampu mempengaruhi perolehan selisih suara antar-kandidat. Ia mengklaim Ganjar-Mahfud memiliki basis suara besar di pelbagai wilayah Indonesia jika pemilu berjalan dengan bersih. “Kalau kami ragu, tidak mungkin akan mengajukan permohonan sengketa hasil pemilu,” kata Jou.
Ari Yusuf Amir juga yakin dalil pembuktian yang akan dimohonkan pihaknya nanti mempengaruhi perolehan suara kandidat. “Kami optimistis ini berjalan dua putaran,” kata Ari.
Ketika dimintai konfirmasi terpisah, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Afriansyah Noor, merespons positif rencana kedua kubu tersebut. Afriansyah menganggap langkah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi itu lebih baik dibanding bersuara di media massa tanpa menampilkan bukti. “Kalau benar ada kecurangan pemilu, silakan dibuktikan,” kata Afriansyah.
ANDI ADAM FATURAHMAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo