Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Tumpuan Terakhir Menyingkap Otak Pembunuhan Munir

Komnas HAM membentuk tim ad hoc untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan pegiat kemanusiaan, Munir Said Thalib. Kerja tim ad hoc berkejaran dengan masa kedaluwarsa kasus Munir.

26 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Semua anggota tim ad hoc kasus pembunuhan Munir Said Thalib berasal dari lingkup internal Komnas HAM.

  • Tim ad hoc akan melaporkan hasil pengusutan sementara sebelum masa jabatan anggota Komnas HAM periode 2017-2022 berakhir.

JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sudah membentuk tim ad hoc untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM berat kasus pembunuhan pegiat kemanusiaan, Munir Said Thalib. Tim ad hoc ini beranggotakan personel internal Komnas HAM, meski diharapkan ada keterlibatan pihak di luar lembaga tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komisioner Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab, mengatakan tim ad hoc tersebut sudah mulai bekerja. "Langkah penyelidikan sudah berjalan," kata Amiruddin, Sabtu, 24 September 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menyebutkan, pengusutan tim ad hoc tersebut dimulai dengan diserahkannya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Agung. Pada tahap awal kerja tim, kata dia, tim ini mulai menyusun strategi pengusutan sesuai dengan kebutuhan. Tim juga mulai mengkaji dokumen-dokumen tentang kasus pembunuhan Munir yang pernah ada.

"Seperti dokumen pengadilan sebelumnya," kata Amiruddin. Di samping itu, kata dia, lembaganya mengkaji berbagai dokumen ataupun laporan pembunuhan Munir yang pernah diterbitkan masyarakat sipil.

Komisioner Komnas HAM lainnya, Sandrayati Moniaga, menambahkan, untuk sementara tim ad hoc tersebut memang terdiri atas beberapa orang internal lembaganya. Antara lain, Sandrayati; Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik; dan anggota staf Komnas HAM, Eko Dahan. "Kemungkinan ada tambahan anggota tim dari luar Komnas HAM," kata Sandrayati.

Munir meninggal di dalam pesawat Garuda Indonesia saat perjalanan dari Jakarta menuju Amsterdam pada 7 September 2004. Pegiat HAM itu meninggal karena diracun oleh mantan pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto--ia sudah divonis 20 tahun penjara dalam kasus ini--saat transit di Bandara Changi, Singapura.

Pembunuhan Munir ini diduga kuat melibatkan pejabat di Badan Intelijen Negara ketika itu. Dalam persidangan kasus Pollycarpus, terungkap bahwa Pollycarpus berulang-ulang ditelepon oleh nomor khusus Deputi V BIN Bidang Penggalangan dan Propaganda, Muchdi Purwopranjono. Tapi keduanya membantah dan mengaku baru saling mengenal ketika dalam persidangan.

Penyidik kepolisian sempat menetapkan Muchdi sebagai tersangka pembunuhan Munir pada Juni 2008. Tapi belakangan pengadilan membebaskannya.

Tim Pencari Fakta (TPF) kasus kematian Munir yang dibentuk pemerintah pada November 2004 merekomendasikan enam calon tersangka pembunuhan ini. Empat orang di antaranya berasal dari Garuda Indonesia. Dari enam orang itu, tiga sudah divonis bersalah. Yaitu Pollycarpus; Direktur Utama Garuda Indonesia, Indra Setiawan; dan Sekretaris Chief Pilot Airbus 330 Garuda Indonesia, Rohainil Aini.

Meski TPF sudah 16 tahun menyelesaikan investigasinya, hingga kini dokumen TPF itu tak pernah diungkap ke publik. Padahal saat ini kasus pembunuhan Munir mendekati kedaluwarsa.

Pasal 78 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur kasus pidana dinyatakan kedaluwarsa setelah 18 tahun sejak peristiwa terjadi. Namun pembunuhan Munir ini tidak mengenal kedaluwarsa jika ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat. Aturan itu tertuang dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Mendekati masa kedaluwarsa tersebut, pegiat HAM mendesak Komnas HAM menetapkan pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat. Komnas HAM meresponsnya dengan membentuk tim ad hoc.

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ahmad Taufan Damanik saat memberikan keterangan terkait pembentukan tim ad hoc kasus pembunuhan Munir di Gedung Komnas HAM, Jakarta, 7 September 2022. Tempo/Hilman Fathurrahman W

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, sebelumnya mengatakan tim ad hoc ini melakukan penyelidikan pro justitia berdasarkan Undang-Undang Pengadilan HAM. Hasil penyelidikan tim akan disampaikan kepada sidang paripurna Komnas HAM untuk dibahas dan ditindaklanjuti. "Dalam sidang paripurna itu nantinya akan ada penetapan status hukum peristiwa dibunuhnya Saudara Munir," kata Taufan pada 7 September 2022.

Menurut Amiruddin Al Rahab, tim ad hoc akan memberikan laporan awal perkembangan hasil penyelidikan mereka sebelum masa jabatan anggota Komnas HAM periode 2017-2022 berakhir pada 12 November 2022.        

Peneliti dari Imparsial, Hussein Ahmad, menyesalkan Komnas HAM baru membentuk tim ad hoc pembunuhan Munir di pengujung masa jabatan mereka. Padahal Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) sudah bersurat dan meminta Komnas HAM menyelesaikan kasus Munir sejak dua tahun lalu. "Ada semacam politics of delay dalam membentuk tim ini," kata Hussein, kemarin.

Meski tim terkesan terlambat, Hussein berharap tim ad hoc tersebut bekerja dengan serius dan cepat untuk menetapkan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat. Tim ad hoc, kata dia, bisa mulai memeriksa dokumen kasus pembunuhan Munir yang banyak tersedia, di antaranya laporan KASUM dan dokumen eksaminasi. “Pegiat HAM juga siap membantu jika dibutuhkan,” katanya.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Fatia Maulidiyanti, berharap adanya tim ad hoc ini menjadi peluang keterbukaan dan akuntabilitas proses penyelidikan kasus Munir. "Harus terbuka, cepat, dan responsif," kata Fatia.

Dia juga berharap tim ad hoc ini dapat menjadi contoh penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa mendatang. Tim ad hoc juga dapat menjadi peringatan bagi presiden agar mendukung penyelesaian pro justitia setiap kasus pelanggaran HAM secara terbuka dan bertanggung jawab.  

Kepala Divisi Hukum Kontras, Andi M. Rezaldi, meminta Komnas HAM memastikan kerja-kerja tim ad hoc tetap berlanjut meski terjadi pergantian komisioner Komnas HAM. Ia pun mengusulkan agar tim ad hoc membuat laporan awal yang menyatakan kasus pembunuhan Munir Said Thalib sebagai pelanggaran HAM berat. "Kami berharap, dengan dibentuknya tim ad hoc ini, proses hukum yang dilakukan dapat menyentuh hingga auktor intelektualnya," kata Andi.

HENDARTYO HANGGI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus