Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kejaksaan Agung memastikan akan segera meminta klarifikasi kepada Badan Pemeriksa Keuangan ihwal aliran dana dari para tersangka kasus dugaan korupsi BTS 4G kepada Sadikin Rusli, yang disebut-sebut untuk keperluan auditor negara. "Supaya (penanganan kasus ini) clear," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana di kantornya pada Senin, 16 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketut belum dapat memastikan kapan pemeriksaan terhadap pejabat BPK itu akan dilakukan. Ia pun belum bisa mengungkapkan auditor negara yang akan dimintai keterangan. Menurut dia, saat ini penyidik masih menelusuri lebih dalam keterkaitan Sadikin dengan BPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyidik menangkap Sadikin pada Sabtu, 14 Oktober lalu, di rumahnya, Kelurahan Mojo, Kecamatan Gubeng, Surabaya. Setelah memeriksanya, Kejaksaan Agung menetapkan Sadikin sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemufakatan jahat untuk melakukan penyuapan atau gratifikasi berupa uang senilai Rp 40 miliar. Duit tersebut ditengarai diberikan oleh para pelaku dalam perkara dugaan korupsi pengadaan base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukungnya.
Baca:
Mencari Jejak Si Penerima Koper untuk BPK
Mengusut Operasi Pengamanan Perkara
Nama Sadikin mencuat sejak akhir Mei lalu seiring dengan pengusutan kasus korupsi BTS. Dua tersangka kasus ini, yakni mantan Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan dan orang kepercayaannya, Windi Purnama, mengungkap aliran dana ke sejumlah pihak untuk meredam sorotan terhadap pelaksanaan proyek BTS 4G. Fulus dari para tersangka korupsi BTS 4G ini kemudian dikenal dengan sebutan duit pengamanan perkara.
Sadikin disebut-sebut menerima fulus Rp 40 miliar untuk keperluan BPK. Windi mengaku memberikan duit itu kepada Sadikin di tempat parkir Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat. Windi berkomunikasi dengan Sadikin setelah mendapat nomor telepon selulernya dari Anang Achmad Latif, mantan Direktur Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika yang juga menjadi terdakwa dalam perkara korupsi BTS 4G.
Sadikin Rusli (tengah) di Kejaksaan Agung, Jakarta, 15 Oktober 2023. Dok. Kejagung
Selain menyebut nama Sadikin, keterangan Irwan dan Windi mencatat sejumlah nama yang ditengarai menerima duit pengamanan perkara, seperti Edward Hutahaean, Dito Ariotedjo, Nistra Yohan, Windu Aji Sutanto, dan seseorang bernama Setyo. Jumat lalu, penyidik Kejaksaan Agung juga telah menahan dan menetapkan Naek Parulian Washington Hutahaean—nama asli Edward Hutahaean—sebagai tersangka. Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital yang juga bekas Komisaris Independen PT Pupuk Indonesia Niaga ini diduga menerima fulus senilai Rp 15 miliar.
Dalam keterangannya, Irwan dan Windi menyebutkan duit diberikan kepada Edward lewat anak buah Galumbang Menak Simanjuntak, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Tbk yang juga menjadi terdakwa dalam perkara korupsi BTS. Uang itu disebut-sebut untuk keperluan penegak hukum yang diduga dari Kejaksaan Agung.
Ketut menuturkan Edward ditengarai meminta duit kepada para tersangka dengan klaim mengenal orang kejaksaan. Sejauh ini, kata dia, klaim tersebut belum terbukti. "Saya pastikan, kalaupun ada (pemberian kepada penegak hukum kejaksaan), akan dilakukan penindakan," ucapnya.
Tempo telah berupaya meminta keterangan Ketua BPK Isma Yatun ihwal dugaan aliran dana dari Sadikin kepada auditornya. Namun dia tak merespons pesan ataupun panggilan telepon. Anggota III BPK Achsanul Qosasi setali tiga uang.
Sebelumnya, Achsanul membantah tuduhan tersebut. Dia memastikan timnya telah bertindak profesional dalam mengaudit Kementerian Komunikasi. Menurut dia, temuan audit BPK bahkan dipakai Kejaksaan Agung dalam penyelidikan kasus ini. "Dakwaan jaksa itu kan dari laporan hasil pemeriksaan kami. Jadi, kami enggak ada urusan yang begitu-begitu," ujarnya pada 5 Juli lalu.
Edward Hutahean memakai rompi tahanan saat berjalan menuju mobil tahanan di Kejaksaan Agung, Jakarta, 13 Oktober 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Kejaksaan Didesak Tak Tebang Pilih
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia Julius Ibrani mendesak Kejaksaan Agung bergerak cepat menjerat nama-nama yang diduga menerima dana dari para tersangka—sebagian kini terdakwa—perkara dugaan korupsi BTS 4G. Dia menilai penyidik semestinya tak sulit mengembangkan perkara ini dengan mengikuti jejak aliran dana (follow the money) untuk memastikan ada atau tidaknya tindak pidana di dalamnya.
Semua pihak itu termasuk penegak hukum yang sempat disebut para tersangka sebagai tujuan akhir pemberian dana kepada Edward Hutahaean. "Jangan sampai ada yang dicuekin sehingga pada akhirnya tidak bisa melengkapi kasus," ucapnya kemarin.
Di sisi lain, Julius mengingatkan, keterangan sejumlah saksi dalam persidangan juga saling berkesesuaian menyebut sejumlah nama lain, seperti Dito Ariotedjo ataupun Nistra Yohan. "Siapa pun yang telah disebut di persidangan seharusnya segera diperiksa," katanya. "Jangan sampai ada satu informasi pun yang terputus karena Kejaksaan Agung juga berpacu dengan waktu."
Dito yang dimaksudkan adalah Ario Bimo Nandito Ariotedjo, Menteri Pemuda dan Olahraga. Dalam proses penyidikan, nama Dito telah disebut Irwan Hermawan sebagai penerima duit senilai Rp 27 miliar untuk membantu upaya meredam kasus dugaan korupsi BTS 4G.
Menteri Pemuda dan Olahraga Ario Bimo Nandito Ariotedjo menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan menara BTS 4G di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 11 Oktober 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Belakangan, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 9 Oktober lalu, saksi Resi Yuki Bramani menguatkan keterangan Irwan dengan mengakui pernah dua kali memberikan bingkisan kepada Dito. Dua bingkisan dari Irwan itu diberikan Resi, anak buah Galumbang Menak di PT Mora Telematika Indonesia Tbk, di rumah Jalan Denpasar Nomor 34, Jakarta Selatan, pada kurun waktu November-Desember 2022. Kesaksian Resi ini juga diamini oleh sopirnya, M. Andrianto.
Baca juga:
Dua Skenario Menjerat Dito Ariotedjo
Cerita Dito Ariotedjo Terima Uang
Namun Dito berkukuh membantah tudingan tersebut, termasuk ketika bersaksi dalam persidangan pada 11 Oktober lalu. Dia menyatakan tak mengenal Irwan ataupun Anang Achmad Latif. Ia hanya mengenal Galumbang sebagai kolega bisnis.
Dito menyatakan pernah dua kali bertemu dengan Resi. Namun, menurut dia, dua pertemuan di rumah Jalan Denpasar Nomor 34 itu juga dihadiri Galumbang. Dito berdalih bertemu dengan Galumbang untuk membahas rencana perusahaan sawit milik keluarganya yang akan melantai di bursa saham melalui penawaran perdana saham (initial public offering/IPO).
"Saya tanya-tanya ke Pak Galumbang karena perusahaan beliau sudah IPO duluan," katanya di persidangan. "Faktanya, saya tidak pernah menerima bingkisan. Terima saja tidak pernah, apalagi melihat isi bingkisan itu."
Foto Nistra Yohan dalam sebuah berita dengan latar belakang foto Anggota Komisi I DPR, Sugiono, di Jakarta, 4 Juli 2023. TEMPO/Nita Dian
Adapun Nistra Yohan adalah mantan staf ahli anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Gerindra, Sugiono. Irwan dan Windi mengungkapkan Nistra menerima dana dua kali senilai total Rp 70 miliar untuk diberikan kepada Komisi I DPR.
Kepada Tempo, Sugiono menyatakan Nistra tidak lagi menjadi asistennya sejak Januari lalu. Dia juga membantah tudingan bahwa ia ikut menerima duit dari Nistra. "Saya tidak tahu soal aliran dana tersebut ke Komisi I DPR," katanya pada 25 Juli lalu.
Penyidik Kejaksaan Agung sebenarnya pernah menggeledah rumah Nistra di kawasan Gandul, Depok, Jawa Barat, yang ditengarai menjadi salah satu tempat transaksi. Namun hingga kini pengusutan dugaan aliran dana kepada Nistra dan Komisi I DPR tak ada kejelasan.
Menurut Ketut Sumedana, penyidik masih mendalami kasus aliran dana dari para tersangka korupsi BTS 4G. Penyidikan juga dilakukan sembari mencermati perkembangan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. "Belum bisa kami tarik kesimpulan karena secara teknis pembuktian belum cukup," ujarnya kemarin. Selain mengembangkan kasus ini, kata dia, Kejaksaan Agung terus berupaya mendapatkan lagi uang yang disetorkan para tersangka kepada Sadikin dan Edward.
JIHAN RISTIYANTI | SUKMA N. LOPPIES
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo