Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Guru besar Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Kusnandi Rusmil, mengatakan anafilaksis dapat terjadi dalam penyuntikan vaksin skala besar. Sampai saat ini belum ditemukan reaksi anafilaksis dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Kusnadi, selama program vaksinasi, hanya ditemukan reaksi ringan, seperti sering mengantuk, yang dialami Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan aktor Raffi Ahmad. Namun dia meminta petugas fasilitas pelayanan kesehatan agar selalu siap mengantisipasi adanya kemungkinan kejadian tersebut.
Dia menjelaskan, dalam melakukan vaksinasi 1 juta orang, 1-2 orang akan pingsan. Sedangkan jika yang disuntik 10 juta orang, yang pingsan 10-20 orang. “Orang akan ribut, medsos akan bertubi-tubi, dan media sibuk. Padahal memang seperti itu,” kata Kusnadi, Senin lalu.
Sebagai informasi, anafilaksis adalah syok yang disebabkan oleh reaksi alergi berat. Syok anafilaksis membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat.
Kusnadi, yang sekaligus Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Sinovac, menegaskan bahwa vaksinasi memiliki manfaat yang lebih besar dibanding risikonya. Vaksin yang disuntikkan kepada masyarakat Indonesia sudah teruji, aman, dan sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Selain itu, vaksin memiliki reaksi lokal dan efek sistemik yang rendah, memiliki imunogenisitas tinggi serta efektif untuk mencegah Covid-19.
Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas KIPI), Hindra Irawan Satari, mengatakan reaksi anafilaksis akibat vaksinasi sangat jarang terjadi. Dari 1 juta dosis, terjadi sebanyak 1 atau 2 kasus. Selain disebabkan oleh vaksin, reaksi anafilaksis bisa terjadi akibat faktor lain. “Anafilaksis dapat terjadi terhadap semua vaksin, terhadap antibiotik, terhadap kacang, terhadap nasi juga bisa, terhadap zat kimia juga bisa,” kata dia, kemarin.
Jika terjadi reaksi anafilaksis pasca-vaksinasi Covid-19, pemerintah telah mengaturnya dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Dalam Permenkes tersebut tercantum peralatan anafilaksis sebagai upaya preventif apabila terjadi kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI). Hal itu tertuang dalam pasal 1 nomor 8, disebutkan bahwa peralatan anafilaksis adalah alat kesehatan dan obat untuk penanganan syok.
Petugas memindahkan dus berisi vaksin saat distribusi vaksin Covid-19 Sinovac tahap 2 ke gudang pendingin Dinas Kesehatan Kota Bandung, Jawa Barat, 26 Januari 2021. TEMPO/Prima Mulia
“Sudah ada di Peraturan Menteri Kesehatan, sudah ada kit anafilaksis yang harus disediakan, sudah ada petunjuk mengenal gejalanya, sudah ada tanda petunjuk untuk cara pelaksanaan vaksinasi,” kata Hindra.
Reaksi anafilaksis, kata Hindra, tergolong dalam KIPI serius. Maka, apabila terjadi KIPI serius, setiap kejadian harus segera dilaporkan secara berjenjang, yang selanjutnya diinvestigasi oleh petugas kesehatan yang menyelenggarakan imunisasi.
Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi, mengatakan vaksinasi membutuhkan dua kali dosis penyuntikan. Suntikan pertama dilakukan untuk memicu respons kekebalan awal, yang akan dilanjutkan dengan suntikan kedua untuk menguatkan respons imun yang telah terbentuk. Hal itu memicu respons antibodi yang lebih cepat dan lebih efektif di masa yang akan datang.
Suntikan kedua berfungsi sebagai booster untuk membentuk antibodi secara optimal dan imunitas. Hal itu baru akan terbentuk secara baik setelah tiga minggu suntikan kedua.
Yang perlu dipahami, kata Siti Nadia, meskipun seseorang sudah divaksinasi, ia belum aman dari risiko penularan Covid-19. “Tapi diharapkan vaksin ini dapat mengurangi kemungkinan sakit,” ucapnya.
#ingatpesanibu #cucitangan #pakaimasker #jagajarak
EKO WAHYUDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo