Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Wabah Typus, Setelah Upacara

Upacara Eka Dasa Rudra berlangsung meriah di Bali. Pada saat yang sama wabah typus pun merajalelea. Asal timbulnya wabah itu belum jelas. (dh)

21 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WABAH dengan gejala seperti penyakit typus menyerang Kabupaten Buleleng, Bali sejak Agustus tahun lalu. Setelah memuncak Nopember tahun itu, sampai akhir Maret lalu sejumlah penduduk masih dirawat di Rumah Sakit Umum Singaraja. Sekarang wabah itu memang sudah menjalar sampai ke Kabupaten Tabanan dan Gianyar. Satu sumber menyatakan, sampai Pebruari lalu sebanyak 776 penduduk tercatat sebagai penderita. Yang jelas, sampai akhir Maret 53 orang meninggal. Asal timbulnya wabah itu belum jelas benar. Sambil lalu ada yang menghubungkannya dengan upacara adat ngaben. Yakni upacara memotong hewan sebagai korban dalam rangka upacara Eka Dasa Rudra sejak akhir Maret lalu. Untuk upacara itu banyak babi dan hewan disembelih penduduk. Untuk gampangnya baik mencuci maupun membuang kotoran hewan-hewan itu dilakukan di sungai. Padahal karena tidak semua penduduk kebagian air ledeng atau memiliki sumur, air sungai dimanfaatkan bukan hanya untuk mandi tapi juga minum. Lebih Gampang Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Bali dr SL Leimena MPH mengakui ada di antara penduduk yang sebelum sakit memang "mempunyai kerja adat." Maksudnya aktif dan terlibat dalam upacara-upacara adat. Tapi sebegitu jauh ia tidak setuju timbulnya wabah itu dikaitkan dengan kerja adat tadi. Juga tentang nama wabah itu sendiri. Leimena belum yakin itu adalah typus. Menurut dia "penyakit aneh." Gejala penyakit itu adalah naiknya suhu badan penderita terus menerus. "Kalau typus tidak begitu," kata Leimena. Dr James G. Olson dari tim kesehatan yang mengadakan penelitian antara lain dengan memeriksa darah di samping kotoran penderita menyatakan "ada hasil positif salmunela typhus dari darah penderita. " Bagaimana pun para petugas kesehatan memang sibuk. Kampanye kebersihan belakangan ini dilakukan dengan gencar. Masyarakat dianjurkan supaya menghentikan kebiasaan mengambil air dari sungai. Anjuran untuk hanya minum air yang sudah dimasak tidak ketinggalan pula. Menurut dr Wayan Jimat dokter kabupaten Bulelen, sumur-sumur penduduk sudah diberi kaporit agar airnya terjamin bersih. Slogan-slogan disiarkan lewat berbagai media massa. "Karena penerangan yang gencar, jumlah penderita sudah jauh menurun sekarang," kata Wayan Jimat. Kampanye semacam itu memang bukan tak pernah diadakan. Apa boleh buat penduduk di Desa Jineng Dalem, Panarukan dan beberapa desa lain di pinggir Kota Buleleng menganggap lebih gampang mengambil air dari sungai ketimbang dari sumur. Sementara itu mereka dikabarkan juga enggan buang hajat di WC. Petugas kesehatan harus bersusah payah menyadarkan penduduk agar meninggalkan kebiasaan itu. Tapi yang merepotkan dr Mahayasa sebagai Kepala RSU Singaraja adalah kenyataan bahwa penderita baru datang berobat setelah kotorannya bercampur darah. "Bagaimana menolongnya?" ucap dokter itu. Artinya sejumlah orang memang tidak tertolong lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus