Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto, mengatakan mendapat perintah oleh Presiden Prabowo Subianto agar melakukan pengkajian terhadap sistem pemilihan umum (Pemilu).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tolong Kemendagri lakukan kajian tentang sistem kepemiluan kita, tidak efektif, tidak efisien,” kata Bima menirukan perintah Prabowo, saat memberikan kata sambutan di seminar “Menata Ulang Desain Sistem Pemilu Indonesia” oleh Perludem, di The Akmani Hotel, Jakarta, pada Selasa, 19 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perintah itu, kata Bima, disampaikan oleh Prabowo kepadanya saat mengundang calon menteri dan wakil menteri di kediamannya di Kertanegara.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan titah tersebut disampaikan Prabowo berdasarkan isu yang berkembang di masyarakat seputar mahalnya biaya politik dan bagaimana pemilu dinilai tidak mempersatukan. “Presiden menangkap apa yang berkembang di masyarakat,” ujarnya.
Bima mengatakan saat ini Kemendagri belum menyampaikan konsep perubahan mekanisme pemilu. Ia berujar saat ini lembaganya masih menjaring aspirasi dari publik, termasuk organisasi atau koalisi masyarakat dalam melakukan kajian perubahan ketentuan pemilu untuk kontestasi pemilihan mendatang.
“Kita akan buka ruang-ruang publik ini untuk melakukan kajian-kajian sehingga waktunya cukup tidak tergesa-gesa,” kata Bima.
Dalam kesempatan yang sama, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengusulkan perubahan desain pemilu kepada badan legislasi (baleg) DPR dan Kemendagri dan mendesak agar RUU itu dapat disahkan pada 2025.
Peneliti Perludem, Heroik Pratama meminta baleg agar melakukan revisi undang-undang Pemilu menggunakan metode omnibus law dengan menambahkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pilkada ke dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2023. “Dijadikan satu kodifikasi Undang-undang Pemilu,” kata dia, Selasa.
Selain mengusulkan penyatuan undang-undang, Perludem mengusulkan agar pemilu menggunakan sistem campuran karena menilai sistem proporsional daftar terbuka yang saat ini diterapkan tidak efektif dalam mendekatkan pemilih dengan kandidat.
Bersamaan dengan usulan alternatif mekanisme pemilu, Perludem juga mengusulkan perubahan desain surat suara. Sebagai contoh, nantinya dalam surat suara pemilihan anggota DPR hanya akan memuat daftar nama partai dan satu nama calon yang memiliki popularitas tertinggi. Harapannya, pemilih dapat lebih mengenali kandidat yang diusung masing-masing partai. “Surat suara yang diterima akan berdampak terhadap kemudahan pemilih untuk mengenali calon,” kata Heroik.
Ia pun berharap agar RUU Pemilu dapat rampung pada 2025 agar persiapan Pemilu 2029 bisa dilakukan jauh hari sebelumnya dengan payung hukum yang baru. “Jangan sampai tahapan pemilunya sudah dimulai tapi undang-undangnya belum selesai,” kata Heroik.
Adapun hari ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui sebanyak 41 Rancangan Undang-Undang (RUU) masuk ke dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025. Hal tersebut ditetapkan melalui rapat paripurna di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 19 November 2024. Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Adies Kadir.
Selain itu, paripurna menyetujui Prolegnas RUU tahun 2025-2029. "Kami selaku pimpinan rapat paripurna akan menanyakan kepada Sidang Dewan yang terhormat, apakah laporan badan legislasi DPR RI terhadap hasil pembahasan Prolegnas RUU tahun 2025-2029 dan Prolegnas RUU Prioritas tahun 2025 tersebut dapat disetujui?," kata Adies Kadir kepada forum.
"Setuju," kata anggota rapat, yang diikuti oleh ketukan palu oleh Adies.
Di antara 41 RUU tersebut, badan legislasi (baleg) turut mengusulkan RUU tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Rapat Paripurna DPR Sepakati 41 RUU Prolegnas Prioritas 2025