Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sebanyak 170 kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/wali kota, akan habis masa jabatannya tahun ini. Sejumlah kalangan mendesak pemerintah menggelar proses pemilihan penjabat kepala daerah secara transparan.
Pemilihan penjabat kepala daerah dinilai rentan ditunggangi kepentingan politik. Risikonya meningkat karena penunjukan penjabat dilakukan menjelang Pemilihan Umum 2024. Penjabat kepala daerah dinilai sebagai faktor rawan politisasi birokrasi.
Kementerian Dalam Negeri telah memulai proses pemilihan penjabat kepala daerah. Sebanyak 17 penjabat gubernur akan dipilih pada September hingga Desember mendatang. Usulan dari beberapa daerah juga diisi nama-nama pejabat pemerintah pusat.
JAKARTA — Pemerintah segera memutuskan pergantian 17 gubernur yang masa jabatannya akan habis pada September-Desember mendatang. Sejumlah kalangan berharap proses penunjukan penjabat kepala daerah tersebut digelar secara transparan karena tingginya risiko penyalahgunaan kewenangan menjelang Pemilihan Umum 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyanti, mengatakan bahwa potensi politisasi birokrasi bakal semakin tinggi pada akhir tahun ini hingga awal tahun depan, menjelang Pemilu 2024 yang dijadwalkan berlangsung serentak pada 14 Februari 2024. Penjabat kepala daerah, kata dia, potensial menjadi pintu masuk politisasi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena itu, menurut Khoirunnisa, rencana pergantian kepala daerah mulai September nanti sangat krusial, sehingga pemerintah perlu menjalankan mekanisme penunjukan penjabat yang transparan. "Karena penjabat yang akan ditunjuk jumlahnya banyak. Masa jabatannya juga panjang," kata Khoirunnisa pada Ahad, 6 Agustus 2023. "Mekanisme yang transparan itu seperti yang disebutkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi.”
Kementerian Dalam Negeri mencatat sebanyak 170 kepala daerah akan habis masa jabatannya tahun ini. Sebanyak 17 jabatan di antaranya adalah gubernur. Sisanya, sebanyak 153, adalah bupati/wali kota. Pemerintah telah memulai proses pergantian jabatan bupati/wali kota ini pada Mei lalu. Adapun pergantian gubernur akan dimulai bulan depan, kendati Kemendagri telah meminta dewan perwakilan rakyat daerah di beberapa provinsi untuk mengusulkan calon penjabat.
Adapun putusan MK yang dimaksudkan Khoirunnisa adalah perkara Nomor 67/PUU-XIX/2021. Perkara itu menguji Pasal 201 ayat (7) dan (8) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang. Kendati menolak permohonan pemohon, dalam putusan itu, MK menyatakan pemerintah perlu menerbitkan peraturan pelaksana Pasal 201. Dengan begitu, MK berharap tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas dalam pengisian penjabat kepala daerah yang tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi, serta berlangsung secara terbuka, transparan, dan akuntabel.
Khoirunnisa mengatakan, sinergi antarinstansi pemerintahan yang bertugas sebagai pengawas juga diperlukan untuk mengantisipasi tingginya potensi politisasi birokrasi menjelang Pemilu 2024 melalui penjabat kepala daerah. Instansi yang dimaksudkan meliputi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Ombudsman RI, hingga Komisi Informasi Pusat. Peran Komisi Informasi Pusat, dia mencontohkan, diperlukan agar publik bisa mengetahui penyelesaian kasus netralitas ASN dalam pemilihan umum. "Sering kali publik tidak mengetahui proses penindakan terhadap ASN yang dianggap telah melakukan pelanggaran karena tidak netral dalam pemilu," kata dia.
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi di Gedung Paripurna DPRD Sumatera Utara, Jalan Imam Bonjol, Medan, 28 Juli 2023. sumutprov.go.id
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komaruddin, punya pandangan serupa. Dia menilai penunjukan penjabat kepala daerah bakal sarat kepentingan politik menjelang pemilu. Proses penunjukannya, kata dia, berpotensi ditunggangi kepentingan partai politik ataupun pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya. “Kita nanti melihat penjabat kepala daerah pasti membuat kebijakan strategis yang menguntungkan dirinya, kelompoknya, bahkan partai politik tertentu,” kata Ujang. “Karena hampir tidak ada perbedaan kewenangan antara penjabat dan kepala daerah definitif dalam membuat kebijakan."
Ujang memperkirakan, pada tahun politik ini, penjabat yang dilantik kelak akan menggelontorkan banyak program bantuan sosial atau program lain yang sarat pencitraan. Program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat semacam itu berpotensi dimobilisasi oleh kelompok atau orang-orang perwakilannya di daerah, yang dianggap berjasa dalam menempatkan mereka menjadi penjabat kepala daerah. Meski para penjabat tersebut merupakan aparatur sipil negara, kata Ujang, sulit berharap mereka bersikap netral dalam pemilihan umum.
"Justru mereka rawan di-endorse oleh kepentingan tertentu. Tidak mungkin mereka tidak berpihak (pada kelompok kepentingan tertentu) karena, kalau tidak mau berpihak, tidak akan dipilih,” kata Ujang. “Jadi, sangat rawan persoalan pemilihan banyak penjabat kepala daerah pada tahun politik kali ini."
Baca juga:
- Kebablasan Menambah Wewenang Penjabat Kepala Daerah
- Berkaca dari Proses Pemilihan Penjabat Gubernur DKI Jakarta
- KASN Mewaspadai Netralitas Penjabat Kepala Daerah
- Kontroversi Jenderal Aktif Jadi Penjabat Kepala Daerah
Menurut Ujang, penjabat kepala daerah yang terkungkung dalam kepentingan politik elektoral jelas akan merugikan masyarakat. Pasalnya, mereka tidak akan fokus bekerja melayani publik.
Di tengah persoalan tersebut, Ujang juga menilai masyarakat tak bisa mengharapkan dewan perwakilan rakyat daerah bakal menjalankan tugasnya sebagai pengawas eksekutif daerah. "Karena adanya kompromi politik, sehingga pengawasan tidak akan berjalan,” kata dia. “Yang bisa membantu hanya rakyat sendiri dalam melakukan pengawasan.”
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Benny Irawan, memastikan pemerintah berupaya memilih penjabat kepala daerah yang tidak mempunyai konflik kepentingan dan rekam jejak bermasalah. Pemerintah, kata dia, telah meminta secara khusus kepada Badan Intelijen Negara untuk meneliti secara detail rekam jejak para calon penjabat kepala daerah. “Sekarang informasi dari publik juga sangat kuat untuk membantu informasi,” ujarnya.
Selain itu, menurut Benny, regulasi yang menjadi rujukan pemilihan penjabat kepala daerah telah mengatur proses evaluasi. Masa jabatan penjabat kepala daerah paling lama hanya satu tahun, meski bisa diperpanjang dengan orang yang sama atau berbeda. Adapun evaluasi dilakukan oleh Inspektur Jenderal Kemendagri setiap tiga bulan sekali terhadap penjabat kepala daerah. “Kalau memang dianggap kurang atau tidak netral bisa dievaluasi dan dibina,” kata Benny. “Kami membuka diri agar publik, media, dan lembaga swadaya masyarakat ikut mengawasi.”
Proses Pengusulan Penjabat Gubernur Dimulai
Kementerian Dalam Negeri telah meminta 10 provinsi agar segera memutuskan usulan nama calon penjabat gubernur paling lambat pada Rabu mendatang, 9 Agustus 2023. Pengangkatan penjabat gubernur di 17 provinsi akan digelar dalam tiga gelombang, yakni 10 penjabat gubernur pada September, 2 penjabat gubernur pada Oktober, dan 5 penjabat gubernur pada Desember 2023. Pada saat yang sama, Kementerian Dalam Negeri juga melanjutkan proses pemilihan penjabat bupati/wali kota yang telah dimulai sejak Mei lalu. Sebanyak 75 bupati/wali kota akan habis masa jabatan pada September mendatang.
Benny Irawan mengatakan, dalam proses pemilihan penjabat gubernur, DPRD provinsi akan mengusulkan tiga nama calon. Mereka akan bersaing dengan tiga calon yang diusulkan kementerian dan lembaga. Mereka yang diusulkan adalah aparatur sipil negara dengan jabatan pimpinan tinggi madya di lingkungan pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Adapun dalam pengusulan calon penjabat bupati/wali kota, akan dijaring sembilan calon yang selama ini menduduki jabatan pimpinan tinggi pratama, yang pengusulannya dibagi rata dari DPRD kabupaten/kota, gubernur, dan kementerian/lembaga.
Menurut Benny, hingga kemarin, sudah ada sekitar 30 kementerian dan lembaga yang menyatakan akan ikut mengusulkan calon penjabat kepala daerah. "Agar diketahui bahwa pengusulnya bukan hanya dari Kementerian Dalam Negeri," ujarnya.
Sementara itu, dari sepuluh provinsi yang masa jabatan gubernurnya berakhir pada September nanti, baru Bali yang usulan calon penjabatnya telah diterima oleh Kementerian Dalam Negeri untuk kemudian dibahas di tim penilai akhir. Sedangkan beberapa provinsi lain dikabarkan telah selesai menggodok nama usulan calon penjabat yang akan diserahkan ke Kemendagri, yakni Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, dan Sumatera Utara. Sisa provinsi lainnya masih dalam pembahasan akhir di DPRD setempat.
Benny menjelaskan, nama calon penjabat akan diseleksi lebih dulu di tim pra-penilaian akhir. Tim yang dipimpin Sekretaris Jenderal Kemendagri itu beranggotakan pejabat setingkat eselon I dari Kementerian Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Badan Kepegawaian Nasional, Badan Inteligen Negara, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Badan Nasional Penanggulangan Teroris. Mereka akan meneliti berkas administrasi dan melacak rekam jejak para calon, serta memeras jumlah calon penjabat menjadi tiga nama saja.
“Tiga nama calon nanti dibawa untuk diputuskan menjadi satu dalam sidang antara tim penilai akhir dan presiden,” kata Benny. “Nanti presiden yang akan menugaskan siapa yang akan menjadi penjabat gubernur dalam sidang itu.”
Rapat Paripurna DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur, 28 Juli 2023. ntbprov.go.id
Nama Pejabat Pusat di Usulan Daerah
DPRD Jawa Barat menjadi salah satu provinsi yang telah menyepakati tiga nama yang akan diusulkan ke Kemendagri untuk menggantikan Gubernur Ridwan Kamil yang masa jabatannya berakhir pada 5 September mendatang. Mereka yang akan diusulkan untuk menjadi Penjabat Gubernur Jawa Barat adalah Direktur Jenderal Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Asep N. Mulyana; Direktur Utama Institut Pembangunan Universitas Padjadjaran, Keri Lestari; dan Deputi Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Triadi Machmudin.
Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ineu Purwadewi Sundari mengatakan, usulan tiga nama tersebut berasal dari penjaringan usulan masing-masing fraksi. Saat itu, DPRD Jawa Barat menyepakati setiap fraksi mengirim tiga nama usulan penjabat gubernur untuk menyamakan dengan tiga nama kandidat pejabat gubernur dalam permintaan surat Kementerian Dalam Negeri. Nama Asep, Keri, dan Bey diklaim sebagai hasil kesepakatan seluruh fraksi. “Tidak ada titipan karena ini hasil penjaringan dari fraksi-fraksi di DPRD Jawa Barat,” kata Ineu.
DPRD Sumatera Utara juga telah memutuskan tiga nama bakal calon penjabat gubernur untuk menggantikan Edy Rahmayadi. Tiga nama tersebut adalah Sekretaris Daerah Sumatera Utara, Arief Sudarto Trinugroho; Direktur Jenderal Bina Administrasi Dalam Negeri, Safrizal; serta Deputi Penetapan dan Perlindungan Kawasan Amerika dan Pasifik BP2MI, Lasro Simbolon. Ketua Fraksi PDIP DPRD Sumatera Utara Mangapul Purba mengatakan, fraksinya yang mengusulkan dua nama, yakni Arief Sudarto Trinugroho dan Lasro Simbolon. “Surat berisi usulan nama calon diserahkan ke pimpinan DPRD Sumatera Utara pada Kamis, 3 Agustus 2023,” ujarnya.
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua DPRD Sulawesi Selatan Syaharuddin Alrif mengatakan bahwa mereka telah memutuskan tiga nama. Namun Syaharuddin belum bisa mengungkapkan tiga nama yang akan mereka usulkan untuk menjadi penjabat gubernur ke Kemendagri besok. “Besok keluar tiga nama, nanti paripurnanya 8 Agustus, dan nama-nama dikirim tanggal 9 Agustus ke Kemendagri,” ujarnya.
Dalam beberapa hari terakhir muncul sejumlah nama yang digadang-gadang akan dipilih menjadi calon penjabat Gubernur Sulawesi Selatan. Mereka adalah Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Kemendagri, Bahtiar; Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Andi Nur Alam Syah; Staf Ahli Bidang Hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika, Aswanto; serta Staf Ahli Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah Kemenpan-RB, Jufri Rahman.
IMAM HAMDI | AHMAD FIKRI (BANDUNG) | DIDIT HARYADI (MAKASAR) | MEI LIANDA (MEDAN)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo