Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Wejangan Manjur Kiai Wa skita

PKB resmi "berkoalisi" dengan Golkar. Kiai masih jadi "bumper" politik.

31 Mei 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENDUNG mendekap kantor pusat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu siang lalu. Langit pun makin gelap, seiring dengan "hiruk-pikuk" pembicaraan puluhan elite partai itu di dalam aula. Dari balik kaca gelap terlihat beberapa peserta gantian bicara. Di luar, hujan tumpah luar biasa deras, angin mendera pintu kantor yang dijaga dua aparat Partai.

"Hujan deras pas keputusan diambil, pertanda apa ini?" kata Koordinator Departemen Pemuda dan Mahasiswa PKB, Tari Siwi Utami, disusul senyum pas banderol. Anggota DPR ini sengaja "lari" dari rapat sebelum usai. Ia kecewa pada hasil rapat yang aklamasi mendukung Salahuddin Wahid jadi pendamping Wiranto, calon presiden dari Partai Golkar. "Sudahlah," ujarnya seraya merapikan kerudung.

Tari termasuk yang getol menuntut Akbar Tandjung nonaktif dari Ketua DPR pada 2002, ketika Ketua Umum Partai Golkar itu diduga terlibat korupsi dana nonbujeter Bulog Rp 40 miliar. Bersama anggota parlemen lainnya, politisi PKB ini terus "menyerang". Perlawanan kepada partai operator Orde Baru itu mendongkrak pamor PKB. Kini PKB malah berkoalisi dengan Golkar.

Hasil rapat PKB tak lugas menyatakan berkoalisi dengan Golkar, tapi "mendukung pencalonan Salahuddin sebagai wakil presiden". Sami mawon, "Itu bahasa politis para kiai," tutur pejabat PKB. Rapat juga memutuskan bahwa Partai terus mengusahakan Gus Dur?sapaan Ketua Umum Dewan Syuro Abdurrahman Wahid?jadi calon presiden. Dukungan ke Salahuddin tampaknya berlanjut karena permohonan Gus Dur ditolak Panitia Pengawas Pemilu, Jumat lalu.

Rapat pleno gabungan dihadiri Mustasyar, sejumlah kiai NU, Dewan Syuro, pengurus Dewan Tanfidz, dan pimpinan lembaga serta badan otonom onderbouw PKB. Kiai yang hadir, K.H. Abdullah Faqih (Langitan), K.H. Chotib Umar (Jember), Tuan Guru Turmudzi Badruddin (Lombok), K.H. Warsun Munawir (Yogyakarta). Ada juga K.H. Abdurrahman Chudori (Magelang) dan K.H. Mas Subadar (Situbondo). Agendanya menentukan sikap PKB dalam pemilu presiden.

Ketika acara dibuka, sekitar pukul 10.30, peserta kaget melihat politisi Golkar Marwah Daud Ibrahim duduk manis dalam ruangan. Ia berdampingan dengan para pemuka Partai: Ketua Umum PKB Alwi Shihab, anggota Dewan Syuro Sugiat, Gus Dur, dan Sekretaris Dewan Syuro Arifin Djunaedi. Marwah memang calon wakil presidennya Gus Dur. "Tak etis dia (Marwah) datang, ini rapat tertutup Partai," ujar Ketua Lembaga Pengembangan Demokrasi dan Penguatan Civil Society, Chatibul Umam Wiranu.

"Saya diundang sebagai peninjau, tapi tadi boleh bicara," ujarnya kepada TEMPO. Entah apa maksud Gus Dur membiarkan "orang luar" masuk. "Bu Marwah bisa jadi jembatan dengan Pak Wiranto," kata Wakil Ketua Umum PKB, Mahfud Md. Toh, keanehan ini tak sempat membuat rapat terhenti. Dalam rapat, Gus Dur menyatakan akan "golput" alias tak mendukung siapa pun. PKB dipersilakan menentukan sikap melalui forum itu.

Gus Dur meminta voting jika tak ada kesepakatan. Terutama kaum muda PKB memang ogah berkoalisi dengan Golkar. Citra partai Orde Baru diyakini bakal merugikan Partai. Mereka pun sangsi Golkar bisa diajak bekerja sama: jangan-jangan PKB yang diperalat. "Nanti terjadi Golkarisasi hingga eksistensi PKB hilang," ujar Umam.

Sumber kecurigaan rupanya politik Golkar selama ini dan sejarah represi terhadap NU di masa Orde Baru. Lalu merebak usul: golput, biarkan warga memilih sendiri, atau hanya ikut di putaran kedua agar bargain politiknya kuat. Tentu para elite PKB yang ingin bermesraan dengan Golkar melawan. Mahfud menilai, Golkar sekarang beda dengan dulu. Tak mungkin Golkar jadi otoriter dengan modal 21 persen suara hasil Pemilu 2004.

Soal tuduhan militerisme atas Wiranto, Adhie Massardi melihat jauh panggang dari api. "Lebih baik pemimpin otoriter daripada bodoh," ujar juru bicara Gus Dur itu, tanpa merinci. Golput malah membuat PKB kelak tersingkir dari kekuasaan. Keraguan terhadap Golkar memang menggiring rapat untuk voting. Kertas merah jambu berstempel PKB siap dibagikan.

Seperti direncanakan, pimpinan rapat Sugiat lebih dulu meminta Kiai Faqih bicara mewakili para kiai. Semua diam menyimak wejangan kiai waskita itu. "Jangan berprasangka buruk kepada para calon presiden," ujar Faqih. PKB harus memilih calon yang fadlilah (terbanyak manfaatnya) agar 12 juta pendukungnya tak bingung. Andai PKB mendukung Salahuddin, kata dia, diniatkan saja dukungan buat adik Gus Dur itu. Tak perlu dikaitkan dengan Golkar.

Kubu anti-Golkar pun melempem. "Bisa diputuskan aklamasi mendukung Salahuddin Wahid?" kata Sugiat. Kontan seisi aula setuju. "Saya akan memveto kalau penunjukan tak tepat," kata Gus Dur. "Sekarang sudah tepat, Wiranto juga tepat." Rapat itu cuma formalitas, karena keputusan para petinggi PKB sudah bulat ketika para kiai bertemu Gus Dur, Alwi, Mahfud, Arifin, dan Muhaimin Iskandar di Hotel Kaisar, Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada malam sebelumnya. "Jika PKB golput, Mega bisa menang," kata Adhie Massardi.

Sebenarnya, Salahuddin sudah "dielus-elus" PKB sejak awal Mei lalu. Ia calon "cadangan" PKB kalau Gus Dur gagal jadi calon presiden. Pertemuan Kiai Faqih dan Gus Dur di Langitan, Tuban, Jawa Timur, bulan lalu, mematangkan soal itu. "Saya yakin warga PKB taat pada putusan Partai, walau saya tak bisa menjamin," ujar Mahfud.

Jobpie Sugiharto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus