Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dari Stori ke Koalisi

31 Mei 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEPUTUSAN Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berkoalisi dengan Partai Golkar dalam pemilu presiden nanti mungkin mengagetkan. Bukankah Nahdlatul Ulama (NU), "ibu kandung PKB", lama ditindas Orde Baru, yang "ditukangi" Golkar? Toh, hubungan mereka tak serta-merta.

NU, organisasi sosial Islam kelahiran 1926, menjadi partai politik pada 1952. Pada Pemilu 1955, partai ini berada di urutan ketiga, setelah Partai Nasional Indonesia dan Masyumi. Setelah berkuasanya Orde Baru, yang didukung militer dan birokrasi, banyak warga NU yang dipaksa masuk Golkar. Hasilnya, Golkar menang Pemilu 1971 dengan 62,8 persen suara. Pada 1973, partai nasionalis dan Kristen "diremas" menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI), sedangkan yang Islam disatukan di Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

NU melawan. Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Yogyakarta pada 1981 tak menobatkan Soeharto sebagai "Bapak Pembangunan" dan "calon presiden" dalam Pemilu 1982. Tapi forum serupa di Situbondo pada 1984 justru menerima asas tunggal Pancasila. Padahal partai-partai Islam lain menolak. Ini diperkuat lewat muktamar ke-27 NU, 1984, yang sekaligus berikrar kembali jadi organisasi sosial (Khittah 1926).

Akibatnya, PPP pun tergembosi. "Massa NU kini menjadi floating mass seperti yang diinginkan Ali Moertopo (Kepala Operasi Khusus pada 1970-an)," kata Abdurrahman Wahid pada 1987. Tapi muktamar di Yogyakarta pada 1989 menjadikan dia ketua umum, bukan calon pemerintah, Yusuf Hasyim, paman Abdurrahman Wahid sendiri. Hubungan NU-pemerintah memanas.

Terpilihnya kembali Gus Dur?sapaan Abdurrahman Wahid?sebagai "NU-1" pada 1994 mencampakkan jago pemerintah yang lain, Abu Hasan. Tapi permusuhan dengan Soeharto lenyap saat Gus Dur mengakrabi putrinya, Siti Hardijanti Rukmana (Tutut), menjelang Pemilu 1997. Tutut diajak ke sejumlah pesantren dan Gus Dur menyebut Ketua Golkar itu "pemimpin masa depan".

Kala Soeharto tumbang, Gus Dur menyerang Golkar, tapi rujuk ketika ia ingin menjadi presiden pada 1999. Dengan dukungan Poros Tengah-nya partai-partai Islam, ia mendepak Megawati Soekarnoputri, calon dari PDI Perjuangan, pemenang pemilu. Belum genap dua tahun dia menjabat, Golkar memotori pelengserannya dengan tuduhan korupsi Rp 35 miliar milik Yayasan Karyawan Bulog. Sidang Istimewa MPR 2001 mencopot Ketua Dewan Syuro PKB ini.

"Perang" Gus Dur-Golkar marak lagi dalam kasus dugaan korupsi dana Bulog sebesar Rp 40 miliar oleh Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung pada 2002. Ia meminta PKB mendesak agar Akbar nonaktif dari jabatan Ketua DPR, tapi Akbar lebih kuat, bahkan Mahkamah Agung membebaskannya dari pidana korupsi. Ia lalu "menemani" bekas Panglima ABRI Wiranto ke pesantren.

Kini Gus Dur mengizinkan adiknya, Salahuddin Wahid, mendampingi Wiranto, calon presiden dari Golkar. Gus Dur sendiri berambisi, tapi Komisi Pemilihan Umum menolaknya menjadi calon presiden dengan alasan kesehatan. Puncaknya 26 Mei 2004: PKB resmi berkoalisi dengan Golkar pada pemilu 5 Juli nanti.

Jobpie Sugiharto (dari berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus