Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Yang Muda Yang Ke Senayan

Sejumlah legislator muda bakal mewarnai Dewan Perwakilan Rakyat periode mendatang. Tingginya suara mereka tak lepas dari bayang-bayang orang tua.

23 Mei 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Farah Puteri Nahlia (tengah) menyapa konstituennya dalam kampamye di Subang, Jawa Barat, 14 Maret 2019. Facebook Official Farah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSAHABATAN ayahnya dengan Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional Mulfachri Harahap membawa Farah Puteri Nahlia ke Senayan. Pertama kali maju sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, perempuan 23 tahun itu meraih 113.263 suara—terbanyak di daerah pemilihan Jawa Barat 9, yang meliputi Kabupaten Subang, Sumedang, dan Majalengka. Suara yang diraihnya melampaui perolehan politikus kawakan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Tubagus Hasanuddin, yang mendapat 104.332 dukungan.

Ayah Farah, Direktur Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Brigadir Jenderal Muhammad Fadil Imran, bersahabat dengan Mulfachri sejak 2005. “Waktu beliau masih menjadi Kasat Jatanras Polda Metro,” kata Mulfachri, Ahad, 19 Mei lalu. Awal tahun lalu, Fadil mengajak Farah bertemu dengan Mulfachri, yang langsung menawari anaknya itu maju sebagai calon legislator dari PAN.

Tak perlu lama merenung, Farah menerima tawaran Mulfachri. “Passion aku memang di sana karena aku kuliah belajar politik,” ujarnya. Ilmu politik dipelajari Farah saat studi master di Royal Holloway, University of London, Inggris, hingga ia lulus pada 2017. Menurut Farah, ia menjadikan ilmu yang ditimbanya di kampus sebagai bekal untuk berlaga di daerah pemilihan.

Sadar belum dikenal publik, Farah mengaku turun ke lapangan sejak jauh-jauh hari, sebelum pendaftaran calon anggota legislatif pada Juli 2018. Pada Maret tahun lalu, ia membentuk tim sukses yang terdiri atas sejumlah konsultan yang disiapkan Mulfachri. Sejak itu, ia rutin turun ke daerah pemilihan untuk memperkenalkan diri. “Saya sudah turun untuk tes ombak sejak awal tahun lalu. Setiap hari bisa lima-sepuluh titik,” tutur Farah.

Ia menyanggah bisa mulus ke Senayan berkat ayahnya. “Ayah saya enggak pernah ikut saya turun,” katanya. Fadil Imran menyebutkan tak mencampuri aktivitas politik putrinya. “Saya enggak pernah ikut turun ke daerah pemilihan dan enggak ikut campur,” ujar Fadil. Mantan Direktur Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri ini mengaku hanya memberikan wejangan kepada putrinya agar solid bekerja dengan tim dan selalu bersandar pada data.

Melejitnya suara Farah mengejutkan calon legislator inkumben dari daerah pemilihan Jawa Barat 9, Maman Imanulhaq. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu mengatakan di daerah pemilihannya nama Farah tak begitu santer terdengar. “Ini fenomena mengejutkan karena namanya belum pernah terdengar, tapi mendapat suara tertinggi mengalahkan inkumben,” ujar Maman. Berstatus sebagai anggota DPR selama hampir lima tahun sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Al-Mizan di Majalengka, Maman hanya meraup 58.209 suara, jauh di bawah Farah.

Di Golkar, Puteri Anetta Komarudin juga memutuskan terjun ke politik sepulang kuliah di University of Melbourne, Australia, pada 2015. Mula-mula, ia menjadi Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Perbankan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), organisasi sayap Golkar, yang diketuai ayahnya, Ade Komarudin. Tiga tahun kemudian, Puteri mantap nyaleg. Ia membentuk tim sukses yang anggotanya terdiri atas 60 persen personel pilihannya dan sisanya orang-orang ayahnya.

Puteri tak menyanggah diuntungkan oleh status ayahnya yang menjabat anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Barat 7, yang mencakup Karawang, Bekasi, dan Purwakarta, yang kini menjadi medannya berlaga. “Kalau dibilang beruntung, iya, karena saya punya kesempatan belajar langsung dari ayah saya mengenai politik dan tugas Dewan,” ujar perempuan 26 tahun ini. Selain itu, ia mendapat sokongan dana kampanye dari ayahnya, yang pernah menjabat Ketua DPR.

Tapi Puteri tak berpangku tangan. Setiap hari, ia mengaku menyambangi tiga-sepuluh titik untuk bertemu dengan konstituen. “Saya selalu turun tanpa didampingi Ayah,” katanya. Di daerah pemilihannya, Puteri mengumpulkan 70.164 suara, mengungguli petahana, Daeng Muhammad, dari PAN, yang mendapat 63.177 suara.

Calon legislator muda lain dari Golkar yang lolos ke Senayan adalah Dyah Roro Esti Widya Putri, putri Wakil Ketua Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR Satya Widya Yudha. Maju dari daerah pemilihan Jawa Timur 10, yang meliputi Kabupaten Lamongan dan Gresik, Esti mengantongi 48.377 suara.

Esti mengatakan ayahnya berperan penting dalam mendorongnya masuk politik. Satya bercerita, ia kerap memboyong Esti dalam kunjungan kerja ke luar negeri. Di beberapa forum, Esti bahkan diberi kesempatan berbicara. “Saya ajak anak saya dengan biaya sendiri. Ini bagian dari edukasi saya,” ujarnya.

Saat berkampanye, lulusan master dari Imperial College London, Inggris, ini juga kerap turun bersama ayahnya, yang nyaleg di daerah pemilihan Jawa Timur 9, yang mencakup Tuban dan Bojonegoro. Ia meniru metode Satya dalam menggaet pemi-lih: blusukan. “Aku turun langsung mendengar aspirasi sejak enam bulan lalu,” tutur perempuan yang akan berumur 26 tahun pada akhir Mei ini tersebut.

Dyah Roro Esti saat berkampanye di Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, April 2019. Dokumentasi Pribadi,

Satya mengatakan keterwakilan orang muda dalam pemilihan anggota legislatif memang sengaja didorong partainya. Menurut dia, jumlah calon legislator berumur di bawah 30 tahun dari Golkar yang lolos ke parlemen tak lebih dari tiga orang. “Ini baik untuk regenerasi karena Esti memiliki kualitas,” ujar Satya. Ia menyebutkan putrinya kuliah di Inggris tidak dibiayai orang tua, tapi mendapat beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Kementerian Keuangan.

Di NasDem, ada Hillary Brigitta Lasut, 23 tahun. Ia anak tunggal pasangan Elly Engelbert Lasut, Bupati Kepulauan Talaud terpilih, dan Telly Tjanggulung, bekas Bupati Minahasa Tenggara. Mengantongi 70.345 suara, Hillary lolos ke Senayan mengalahkan mantan Deputi Badan Narkotika Nasional, Benny Mamoto. Kepulauan Talaud, tempat ayahnya memerintah, menjadi penyumbang suara terbesar dari 14 wilayah di daerah pemilihan Sulawesi Utara dengan 19.752 suara.

Hillary tak menampik anggapan bahwa keberhasilannya meraih kursi DPR tak lepas dari peran sang ayah. “Banyak orang menganggap saya generasi penerus Elly Lasut dalam politik. Tapi saya ingin menunjukkan bahwa saya terpilih karena faktor kualitas dan kemampuan, yang akan saya buktikan di DPR,” tuturnya.

Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya, calon anggota legislatif yang berasal dari keluarga pejabat memang memiliki keuntungan. Mereka, kata Yunarto, lebih mudah dikenali publik berkat nama pendahulunya. Mereka juga bisa “memanfaatkan” jaringan politik yang telah dibangun orang tua masing-masing, sehingga ketika turun ke lapangan sudah punya bekal. “Itulah mengapa dinasti politik kerap terjadi,” ujar Yunarto.

Itu juga yang mungkin terjadi pada Davin Kirana, 23 tahun, putra Duta Besar RI di Malaysia, Rusdi Kirana. Ia berpeluang lolos ke Senayan kalau perolehan suaranya di luar negeri tak dipangkas Komisi Pemilihan Umum. Maju dari daerah pemilihan Jakarta 2, yang meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan luar negeri, Davin semula mendapat 31.238 suara. Tapi, pada saat rekapitulasi, perolehan suaranya menjadi 17.394 karena hasil pemilihan ulang di Kuala Lumpur digugurkan KPU. Alasannya, surat suara yang masuk melebihi batas penerimaan yang ditetapkan.

Ketua Daerah Pemilihan Luar Negeri Partai Demokrat Lukmanul Hakim menuding ada upaya penggelembungan suara Davin. “Dari 22.807 surat suara hasil pemilihan ulang di Kuala Lumpur, sekitar 80 persen atau 17.500 suara lari ke Davin,” tuturnya. Sekretaris Jenderal NasDem Johnny G. Plate mengatakan tuduhan tersebut tak berdasar. “Buktinya apa?” ujarnya.

DEVY ERNIS, BUDHY NURGIANTO (SULAWESI UTARA)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Devy Ernis

Devy Ernis

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, kini staf redaksi di Desk Nasional majalah Tempo. Memimpin proyek edisi khusus perempuan berjudul "Momen Eureka! Perempuan Penemu" yang meraih penghargaan Piala Presiden 2019 dan bagian dari tim penulis artikel "Hanya Api Semata Api" yang memenangi Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Alumni Sastra Indonesia Universitas Padjajaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus