PERSOALAN pemakaian uang Pemda Riau yang dikatakan belum
dipertanggungjawabkan bekas Gubernur Arifin Ahmad belum jelas
benar. Dalam soal jumlah saja, misalnya terdapat 3 versi.
Menurut Ketua Opstib Pusat, Laksamana Sudomo pekan lalu,
jumlahnya "hanya Rp 1,4 milyar." Di kalangan Pernda Riau di
Pekanbaru ada yang menyebut angka Rp 2,1 milyar. Tapi dari
kalangan yang sama juga sering dikatakan jumlahnya Rp 4,4
milyar.
Tapi Menteri Dalam Negeri Amirmachmud, bukan saja membantah
telah terjadi korupsi di masa jabatan Arifin Ahmad, tapi juga
menganggap semua itu sudah tak ada persoalan lagi. Menurut
Amirmachmud, soal hutang piutang antara bank dan perusahaan
daerah adalah soal biasa. Sebelumnya banyak dib ritakan
sejumlah uang yang belum dipertanggungjawabkan Arifin Ahmad itu
berasal dari pinjaman (kredit) dari bank pemerintah dan
transaksi yang dilakukan oleh PT Pembangunan Riau, sebuah
perusahaan yang sahamnya sebagian besar milik Pemda Riau.
Tahun 1974 misalnya DPRD Riau telah mengesahkan sebuah keputusan
peminjaman uang sebanyak Rp 1,5 milyar dari Bank Indonesia (atau
Bank Pemerintah lainnya). Pinjaman ini atas tanggungjawab
Gubernur Riau (ketika itu Arifin Ahmad, dengan jaminan
penerimaan daerah tahun anggaran 1975/1976 dan 1976/1977. Kredit
ini disetujui DPRD Riau untuk digunakan membangun 4 proyek.
Masing-masing: membangun kantor gubernur, membangun gedung serba
guna, gedung tambahan DPRD dan pembangunan tahap II proyek air
bersih. Semuanya di Pekanbaru.
Cuci Tangan?
Menurut sumber TEMPO di Pekanbaru, pinjaman Rp 1,5 milyar itu
termasuk yang belum jelas pertanggunganjawabnya. "Belum lagi
pinjaman-pinjaman lain" kata sumber itu. Tapi cukup mengherankan
dalam hal ini adalah berlepas-tangannya beberapa anggota DPRD
terhadap pinjaman-pinjaman tadi, meskipun sebelumnya secara
resmi lembaga itu telah menyetujuinya. "DPRD belum pernah
menyetujui peminjaman atau penggadaian APBD" kata Wakil Ketua
DPRD Riau, Kadir Abbas. Ketika ditunjukkan salinan keputusan
DPRD Riau No. 05/Kpts/DPRD/ 1974 tentang pinjaman Rp 1,5 milyar
tadi, kalangan DPRD juga tampaknya hendak cuci tangan. "Tak
tahulah, itu bukan tanggungjawab kami" tambah Kadir Abbas lagi.
Begitu pula soal penghibahan sebuah rumah di Jalan Basuki 20
Jakarta kepada Arifin Ahmad. Rumah ini semula adalah Kantor
Perwakilan Pemda Riau di Jakarta. Atas persetujuan DPRD kantor
perwakilan itu dipindah ke Taman Mini sebelum berada di Paviliun
Pemda Riau di Pekan Raya Jakarta seperti sekarang. Atas
persetujuan DPRD pula rumah Jalan Basuki 20 tadi diperbaiki
dengan biaya Rp 100 juta lebih untuk selanjutnya dihadiahkan
kepada Arifin Ahmad atas jasa-jasanya sebagai Gubernur Riau
selama ini. Belakangan beberapa anggota DPRD Riau menganggap
perbaikan dan penghibahan rumah itu sebagai pemborosan.
Disiplin & Hemat
Bagaimana duduk soal sebenarnya memang belum jelas. Tapi menurut
sumber TEMPO di Pekanbaru, pada saat timbang terima antara
Arifin Ahmad dengan penggantinya Subrantas beberapa waktu lalu
telah timbul suasana sedikit tegang. Sebab pada saat itu
dikatakan Subrantas hanya mau menandatangani serah terima
jabatan dan menolak menanda-tangani serah terima
pertanggunganjawab keuangan. Setelah Mendagri memanggilnya ke
Jakarta sekitar bulan puasa lalu dan menyuruh Gubernur Riau itu
menandatangani, barulah Subrantas meneken pertanggunganjawab
keuangan itu.
Dalam wawancara dengan Rida K. Liamsi dari TEMPO di Pekanbaru
Subrantas sendiri menolak memberi komentar soal pemakaian uang
Pemda Riau pada priode-priode sebelum ia menduduki jabatan itu.
"Itu soal lain" jawabnya "pokoknya tulis saja, mulai Pelita III
saya akan tekankan prinsip APBD yang disiplin, hemat dan
berorientasi ke bawah." Kata Subrantas pula, "pembelanjaan yang
perlu-perlu saja, saya tidak mau macam-macam -- tidak misalnya
untuk membangun rumah sampai ratusan juta." Berorientasi ke
bawah, rupanya sudah menjadi tekad gubernur ini untuk lebih
menitik-beratnya pembangunan di pedesaan. Sebab, katanya,
pembangunan selama ini hanya di kota-kota saja. Padahal tak
sedikit wilayah propinsi ini yang masih terkurung karena tak ada
jaringan komunikasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini