Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Yang tercecer dari konfrontasi

Konsul malaysia di pakanbaru mempersoalkan peta yang masih menggunakan nama selat sumatera untuk nama selat malaka. indonesia akan menarik dari peredaran, peta yang masih mencantumkan selat sumatera.

13 Mei 1989 | 00.00 WIB

Yang tercecer dari konfrontasi
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
RAMLY Naam, Konsulat Malaysia di Pakanbaru, sedikit terusik ketika menyaksikan sejumlah peta di Riau yang masih mencantumkan istilah Selat Sumatera. "Bukankah sekarang tak lagi era konfrontasi, karena itu soal ini perlu dipertanyakan" katanya kepada TEMPO akhir bulan lalu. Nama Selat Sumatera digunakan sebagai pengganti Selat Malaka -- nama yang diakui secara internasional untuk perairan yang memisahkan Sumatera dengan Semenanjung Malaka -- pada masa konfrontasi dan pengganyangan Malaysia, 1963. Ternyata, sisa-sisanya masih ada sampai kini. Ketika Agustus 1986, Ramly Naam, 36 tahun, mulai bertugas di Pakanbaru, ia kaget. Sebab, pada peta dinding yang terdapat di Bandar Udara Simpang Tiga, Pakanbaru, masih tercantum nama Selat Sumatera. Kemudian ketika ia beraudiensi ke para pejabat di provinsi itu, ia perhatikan peta-peta di beberapa kantor itu sama dengan yang ia temukan di bandar udara tadi. Ramly sempat pula memeriksa peta yang diperdagangkan di sejumlah toko buku di Pakanbaru. Peta seperti itu masih dijual. Begitu pula peta yang dikeluarkan Kanwil Departemen PU Riau, 1985. Ia lalu melaporkan temuannya itu kepada Dubes Malaysia di Jakarta. "Namun soal ini haruslah diselesaikan secara kekeluargaan," kata Ramly. Tampaknya memang begitu. Menteri Dalam Negeri telah mengirim surat ke Kejaksaan Agung, 4 April yang lalu, meminta agar peta yang masih mencantumkan nama Selat Sumatera itu ditarik saja dari peredaran. Memang pemerintah agaknya tak lagi mempersoalkan nama selat itu. "Secara resmi pemerintah Indonesia menyebut selat tersebut sebagai Selat Malaka. Dan itu bisa dibuktikan dengan peta-peta yang dikeluarkan lembaga pemetaan yang ada seperti Bakorsurtanal, Pusat Survei dan Pemetaan ABRI, dan sebagainya," kata Amur Muchasin, Kepala Biro Humas Depdagri. Dengan demikian, katanya, "Kalau ada lembaga yang tak jelas mengeluarkan peta, dan di situ masih digunakan Selat Sumatera, jelas itu tak bisa dipertanggungjawabkan." Para siswa di Riau selama ini cuma mengenal nama Selat Malaka. "Peta yang kami edarkan di sekolah adalah yang mencantumkan nama Selat Malaka," kata Zauzak Akhmad, Kepala Kanwil P dan K Riau. Jadi, sampai sekarang belum jelas kenapa di berbagai kantor di Pakanbaru --sebagaimana yang terjadi di Bandara Simpang Tiga itu masih beredar peta yang salah. Tapi sejak pertengahan April yang lalu, peta-peta yang masih mencantumkan Selat Sumatera itu mulai diperbaiki. Misalnya peta yang ada di Bandar Udara Simpang Tiga Pakanbaru serta di kantor Gubernur Riau. Memang bisa dipahami bila pemerintah, pada masa konfrontasi mengganyang Malaysia, mengganti nama Selat Malaka dengan Selat Sumatera. Tentu itu untuk memompa semangat membenci semua yang berbau Malaysia. Kalau sekarang nama Selat Sumatera masih tercecer di Riau, tampaknya cuma semacam kekeliruan kecil. Nama Selat Malaka sudah dikenal sejak awal abad ke-16, yang diambil dari nama Kota Malaka. Saat itu tumbuh sebagai bandar dan pusat perdagangan yang amat ramai di kawasan itu. Yang menarik, ketika Sultan Iskandar Muda dari Aceh merampas Malaka dari tangan Portugis, pada 1511, nama Selat Malaka tetap tak berubah. Soalnya, menurut Tuanku Abdul Djalil dari Pusat Dokumentasi-Informasi Aceh, pada waktu itu nama Selat Malaka sudah diakui oleh raja-raja di sekitar Nusantara. "Sekarang kita sudah rujuk dengan Malaysia, malah sudah bergabung dalam ASEAN, maka nama selat itu harus kita kembalikan sesuai dengan fakta historis, yaitu Selat Malaka," kata ahli sejarah Aceh itu. Affan Bey Hutasuhut & Makmun Al Mujahiid (Biro Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus