Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK banyak taipan industri penerbitan yang juga sastrawan di negeri ini. Salah seorang dari yang sedikit itu adalah Rida K. Liamsi, Chief Executive Officer Riau Pos yang energetik. Rabu dua pekan silam, ia hadir dalam diskusi novel pertamanya Bulang Cahaya di kampus Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok.
Setelah itu Rida terbang ke beberapa kota di Sumatera memantau perkembangan bisnis koran dan hotelnya, Nagoya Plaza di Batam, sampai akhir pekan. Senin pekan lalu ia kembali menggelar perhelatan Anugerah Sagang ke-12 yang berlangsung di Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru. Beberapa saat sebelum acara dimulai, Akmal Nasery Basral dari Tempo sempat mewawancarai lelaki kelahiran Dabosingkep, Provinsi Kepulauan Riau, 64 tahun silam itu.
Apa makna sagang sebenarnya?
Itu kata Melayu yang arkais, nama sepotong kayu kecil yang digunakan sebagai penyangga bubungan rumah di kawasan pantai. Kayu kecil itu dipasang diagonal untuk menyangga atap rumah. Jadi, bukan menopang yang bersifat vertikal, tapi menyagang. Gunanya untuk menjaga keseimbangan rumah bila terjadi badai. Karena maknanya yang khas itulah, kami gunakan sebagai nama anugerah, sumbangan kecil kami bagi kesusastraan Melayu.
Dari mana dananya?
Ini semacam community development dari kelompok Riau Pos. Jadi para pendirinya adalah karyawan Riau Pos. Untuk tahun ini total jumlah hadiah Rp 100 juta untuk tujuh kategori. Ditambah biaya penyelenggaraan dan lain-lain, hampir Rp 250 juta. Sebetulnya, kami ingin memberikan hadiah lebih besar lagi, tapi belum mampu.
Setelah anugerah ini 12 tahun berjalan, apa saja mimpi Anda yang belum tercapai?
Idealnya ditambah tiga kategori lagi supaya genap 10. Misalnya untuk Teater Terbaik atau Karya Seni Rupa Terbaik. Tapi tidak setiap tahun ada karya yang mengesankan muncul di bidang itu.
Banyak perhelatan seperti ini yang akhirnya hilang setelah beberapa kali berjalan. Bagaimana dengan Anugerah Sagang?
Insya Allah, ini akan menjadi anugerah yang terlama di Indonesia. Syukur-syukur masuk Muri (Museum Rekor Indonesia), ha-ha-ha….
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo