Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Ang Lee Menyelam ke Dalam Amerika

Sutradara asal Taiwan yang sudah dua kali memenangi Oscar sebagai sutradara terbaik, Ang Lee, mengeluarkan film terbaru. Kali ini tentang sehari bersama seorang pahlawan Amerika.

21 November 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BILLY LYNN'S LONG HALFTIME WALK Sutradara: Ang Lee Skenario: Jean-Christophe Castelli Berdasarkan novel karya Ben Fountain Pemain: Joe Alwyn, Kristen Stewart, Garrett Hedlun, Steve Martin, Vin Diesel

KITA kembali ke tahun 2004.

Jadi "musuh" dunia saat itu adalah George W. Bush, yang meributkan terminologi weapon of mass destruction, yang konon ada di pojok Irak, dan karena itu, menurut logika Amerika Serikat, Irak perlu diserbu. Ingat, itu hanya tiga tahun setelah peristiwa 11 September 2001, ketika mereka mencari kambing hitam. Jadilah kambing hitam: Afganistan dan Irak.

Novelis Ben Fountain lalu menciptakan tokoh Billy Lynn, anak muda berusia 19 tahun. Billy Lynn (Joe Alwyn) sebetulnya berbeda dengan anggota pasukan yang merelakan diri menembus ke arena antah-berantah itu untuk memerangi entah siapa dan senjata kimia yang entah di mana.

Film ini dibuka dengan adegan seorang tentara yang masih junior, Army Specialist, yang menolong atasannya yang kena tembak. Adegan beberapa detik itu adalah rekaman dari Billy Lynn yang menolong atasannya, Shroom (Vin Diesel), yang tertembak dan menghajar lawan yang menerkamnya, tanpa bantuan.

Peristiwa inilah yang kemudian membawa kelompok Bravo—demikian nama rombongan tentara muda ini—mendapatkan penghargaan dan diboyong ke mana-mana untuk menjadi simbol inspirasi di Amerika yang kebanyakan penduduknya tak mendukung perang Irak itu.

Novel Ben Fountain dan kamera 3D John Toll menyorot seharian kelompok Bravo berkeliling dalam parade di berbagai kawasan dengan acara puncak sebuah pertunjukan paruh waktu pertandingan football (sepak bola Amerika) pada Hari Thanksgiving. Dalam acara seharian inilah kita diberi sedikit demi sedikit masa lalu Billy Lynn yang kemudian membawanya menjadi bagian dari kelompok Bravo dan berakhir pada peristiwa baku tembak yang legendaris itu. Dari kisah Billy yang membela kakaknya, Kathryn (Kristen Stewart), dari perlakuan buruk pacarnya hingga akhirnya dia terdampar sebagai relawan dalam perang Irak. Melalui kilas balik pula kita sekaligus mengenal anggota Bravo yang memiliki keunikan masing-masing. Juga si bos yang tegas dan sarkastik, Sersan David Dime (Garrett Hedlund), dan si bos Shroom yang punya kecenderungan percaya pada mistik Timur (Shroom berkisah tentang keraguan Arjuna pada malam sebelum Baratayudha dimulai dan bagaimana Krisna memberi petuah).

Di antara gemuruh sambutan masyarakat Amerika—yang memuja ataupun yang mengejek—Billy Lynn berkenalan dengan pemandu sorak Faison (Makenzie Leigh), yang begitu saja langsung membuatnya jatuh hati. Belum lagi dengan Albert (Chris Tucker), produser yang telinganya seperti merekat dengan telepon seluler karena mencoba mencari investor untuk film yang akan dibuat berdasarkan pengalaman tim Bravo, dan Norm Oglesby (Steve Martin), konglomerat Texas yang hanya rela membayar tim Bravo dengan uang seuprit buat hak pembuatan film atas pengalaman mereka.

Dalam acara parade itu, perlahan Billy Lynn memahami bahwa mereka menjadi sekadar alat propaganda. Mereka harus mengenakan baju tempur di atas panggung penuh balon warna-warni dan tampil bersama kelompok Destiny's Child—Beyoncé masih menjadi bagian dari trio ini dan hanya diperlihatkan dari belakang—hingga terasa ironi. Sebab, bunyi letusan di atas panggung itu segera melempar Billy pada rentetan tembakan saat perang sekaligus ketika dia akhirnya menggorok leher musuh. Darah mengalir dengan tenang dan dingin.

Sutradara Ang Lee pernah menyatakan selalu tertantang membuat film dengan tema dan pendekatan yang sama sekali berbeda daripada film sebelumnya. Dia memang bukan sekadar sutradara besar biasa. Dia seorang seniman. Kali ini Ang Lee ingin masuk dan memendamkan diri ke kultur Amerika—perhatikan cara Sersan Dime mencoba meluruskan anak-anak buahnya yang terkadang bertingkah seenaknya serta militer dan sepak bola Amerika, dua hal penting yang sangat memberi karakterisasi khas masyarakat besar itu. Sebelumnya, Ang Lee membuat film The Ice Storm, yang berlatar belakang masyarakat Amerika pada 1970-an. Tapi film itu lebih berbicara tentang perubahan dan eksperimen sosial-seks yang tengah melanda keluarga kelas atas Amerika.

Dibanding film-film dia sebelumnya (Life of Pi, Brokeback Mountain), kali ini Ang Lee menjauh dari melankolis dan sentimentalitas. Bahkan tokoh Kathryn—yang diperankan dengan baik oleh Kristen Stewart—meski bernasib memilukan, tampil sebagai perempuan kuat yang berupaya untuk acuh tak acuh dan protektif terhadap adiknya. Tidak (boleh) emosional dan seolah-olah Ang Lee melarang kucuran air mata.

Film ini tetap sangat layak ditonton, meski ini bukanlah karya terbaik Ang Lee.

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus