SUARA gamelan ternyata tidak hanya ning nong ning gung. Dibawakan jauh di Kanada, Tabuh-tabuhan (ini judul) karya Mendiang Colin McPhee yang ditampilkan Orkes Simfoni Vancouver itu mana bisa dibantah kuping sebagai suara gamelan Bali -- gong kebyar? Di sana ada suara rebab mendayu, gebrakan kendang, dan serentetan bunyi gamelan Bali yang lain. Tapi alat-alat yang dipukul, digesek, atau ditiup awak musik Peter McCoppin ketika membawakan konser penutupan Festival Gamelan Internasional I di Vancouver, pekan lalu, itu sama sekali bukan gamelan -- ya, peralatan sebuah orkes simfoni biasa saja. Selama tiga hari -- Senin sampai Rabu pekan lalu -- anjungan Indonesia di Expo '86 Vancouver, Kanada, memang menampilkan "yang aneh-aneh" dari gamelan. Mulai dari pemainnya, yang sebagian besar berkulit putih, sampai peralatan dan ciptaan yang ditampilkan 11 grup gamelan dari Indonesia, AS, Jepang, dan Jerman Barat serta satu orkes simfoni dari kota penyelenggara ekspo, dalam 29 kali konser. Istimewa juga bahwa acara tersebut dihadiri ribuan orang berbagai bangsa pengunjung ekspo. Menurut Sardono W. Kusumo, si empunya gagasan, festival gamelan yang terdiri dari dua acara itu, seminar dan konser diadakan untuk, antara lain, mengetahui bagaimana orang-orang asing memperlakukan gamelan. Ternyata, ada yang tetap memelihara tradisi, yaitu menggunakan perangkat gamelan dan tetap membawakan gending-gending asli, tanpa mencoba macam-macam. Ada yang hanya mengambil suara gamelan untuk musik-musik mereka sendiri. Malah ada yang membuat perangkat gamelan sendiri -- dari lempengan dan pipa-pipa besi -- untuk musik ciptaan mereka sendiri yang tak ada sangkut pautnya dengan gamelan. Dalam soal memelihara tradisi, agaknya grup Sekar Jaya dari Oakland, California, yang paling fanatik. Di bawah pimpinan Michael Tenser, grup ini cekatan membawakan Sekar Gendot, Legong Lasem, dan Tabuh Pisan Bangun Anyar. Menurut I Made Bandem, Direktur ASTI Bali, yang juga menjabat ketua komisi pengarah festival, Sekar Jaya boleh dibilang grup gamelan Bali terbagus di luar negeri. Bahkan, ketika sempat tampil di Bali sendiri atas undangan Gubernur Bali, grup ini tidak memalukan bermain di hadapan seniman-seniman rakyat Bali. Yang tampil dengan perangkat gamelan buatan sendiri, antara lain, Boston Village Gamelan dari Massachusetts. Tapi grup di bawah asuhan Sam Quigley ini tetap meneruskan ajaran guru mereka, Cokro dan Sumarsam, dengan membawakan gending dan ladrang, seperti Gambir Sawit, Asmaradana, dan Ketut Manggung. Gamelan si Betty dari San Jose State University, asuhan Lou Harrison, membawa perangkat buatan sendiri. "Besar dari segi jumlah gamelan," begitu komentar Bandem. "Dasar tradisi," kata Bandem pula, "juga cukup kuat untuk mempertahankan keunikannya di lingkungan mereka." Mereka, antara lain, membawakan ciptaan sendiri seperti Marta Budaya (Mantle Hood) serta Gendhing Aphrodite dan Main Bersama-sama (Lou Harrison). Vincent McDermott dari Portland, Oregon, membawa rombongan Kiai Guntur Sari dengan peralatan buatan sendiri. Dipukul satu-satu, terasa betul tersendat-sendat. Gamelan made in USA itu mengumandangkan antara lain Come unto these Yello Sands dan Full Fathom Five. "Ya, mereka seperti hendak keluar dari bingkai musik gamelan," komentar I Made Bandem. "Tapi agak tanggung." Yang betul-betul keluar dari bingkai, barangkali, bisa disebut grup dari Jerman Barat, Banjar Gruppe Berlin, yang dibawa Paul Gutama Soegijo. "Mereka memang kontemporer," kata Sardono. Ketika membawakan Jaman Edan-nya Ronggowarsito, Paul Gutama tampil hanya dengan dua orang temannya, menghadapi perangkat gamelan yang terdiri dari suling, gong, dan bonang. Musik yang sangat minimal ini -- gong, misalnya, hanya dielus dan dipukul dengan tangan kosong hanya untuk memperoleh gaungnya -- untuk mengiringi Paul Gutama "mendendangkan" syair Kalatida dengan suara mengerang-erang. Yang juga kontemporer, dan dengan mengurangi penggunaan pukulan, adalah Gamelan Son of Lion asuhan Barbara Benary. Dari mereka, yang juga membuat sendiri perangkat gamelannya, jangan diharap alunan gending atau ladrang. Sleeping Braid-nya, misalnya, jauh betul dari musik Jawa atau Bali -- apalagi dengan pukulan yang jatuh satu per satu dengan jarak yang cukup panjang. Yang paling mengagumkan dari semuanya itu adalah ikhtiar mengumpulkan grup-grup gamelan dari berbagai negara serta membicarakan gamelan dari berbagai aspek. "Sudah dirintis sejak dua tahun lalu," ujar Sardono. Mula-mula, katanya, hanya terlintas keinginan mengisi acara Expo '86 di Vancouver lain dari ekspo-ekspo sebelumnya. "Belajar dari ekspo-ekspo yang diselenggarakan sebelumnya," kata Sardono, "ternyata di situlah ajang paling bagus untuk memperkenalkan kebudayaan suatu bangsa". Kenapa festival gamelan? "Musik paling mudah dikembangkan," kata Sardono. Dan musik kita, Sardono menambahkan, adalah gamelan yang pernah mewarnai musikmusik Eropa. Di Vancouver, ternyata, gamelan juga bukan hal baru. Komponis Claude Debussy menciptakan Nocturnes dari gending bedoyo pada 1880-an, di samping Colin McPhee dengan Tabuh-tabuhan-nya. Dan musik gamelan berikut perangkatnya, ternyata pula, sudah menyebar ke mana-mana. Di Amerika Serikat saja sudah ada sekitar 100 unit gamelan dan sekitar 33 akademi dan universitas yang membuka studi untuk gamelan. Media publikasi mereka adalah majalah Galungan (diambil dari nama salah satu hari raya penting di Bali), yang terbit di Oakland, dipimpin Jody Diamond. Di samping menyebarkan musik gamelan, menurut Sardono pula, baik juga untuk tahu "bagaimana hasilnya orang mempelajari gamelan secara rasional." Dan yang ternyata bisa dipelajari, menurut I Made Bandem, bagaimana menerapkan ilmu-ilmu komposisi, analisa musik, matematika, dan sebagainya dalam penciptaan musik. "Pokoknya, banyak yang bisa dipelajari dari hasil studi dan penelitian mereka tentang gamelan," kata Bandem. Tapi permainan serta ciptaan gamelan nonpri yang tampil di festival, menurut Bandem, memang belum mengagetkan. Permainannya masih tersendat-sendat, ciptaannya kaku, karena terlalu matematis, jenis suara yang keluar dari perangkat buatan mereka juga agak janggal di kuping maklum, bahannya dari logam biasa yang disetel suaranya, bukan seperti gamelan yang bahannya campuran berbagai jenis logam untuk mendapat suatu jenis suara. Namun, yang tidak bisa tidak dihargai kata Bandem, adalah "dedikasi terhadap musik gamelan dan ide mereka yang sangat bagus."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini