Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Kucing Sebagai Penjara

Popo iskandar, 50, selain memamerkan lukisan kucing- kucing di ruang pameran, tim, juga menampilkan lukisan-lukisan yang lain.

17 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KUCING-KUCING Popo Iskandar muncul lagi di Ruang Pameran TIM, 2 s/d 7 Desember. Ini bermacam kucing dari periode 1963 sampai kini. Setelah 14 tahun menggauli kucing, Popo agaknya memerlukan meninjau kembali apa yang bisa dihasilkannya lewat binatang yang dianggapnya misterius itu. Selain kucing ada juga bunga, bambu, salju, banteng, air terjun, pantai, penari Bali, sosok wanita, dan wajah Ajip Rosidi. Juduljudul non-kucing ini hanya merupakan ganjal -- mungkin dikerjakan sebagai selingan. Sebenarnya agak mengganggu keutuhan, tetapi toh dapat menolong menjelaskan bahwa Popo sebenarnya tidak hanya ingin melukis kucing. Pemberontakan Untuk melukis yang bukan kucing lewat tubuh kucing, harus dibuktikan bahwa kucing sebagai gejala fisik sudah dapat diselesaikan. Ini telah dibuktikan Popo dengan beberapa buah lukisan periode 60-an. Di sana kita melihat anatomi, setidak-tidaknya kita tidak keliru bahwa kucing itu kambing atau monyet. Popo menampilkan sosok dengan mendramatisir komposisi, sehingga kita mulai diberi isyarat bahwa ia memang bertujuan mengungkapkan lebih dari penguasaan anatomi. Kemudian pada kanvas-kanvasnya yang besar terjadi penyederhanaan: perombakan -- kadangkala pengingkaran -- pada bentuk kucing yang sebenarnya. Yang muncul adalah gerak, sifat-sifat emosi serta kemahiran teknis. Kita dibuat percaya bahwa Popo telah berhasil membebaskan dirinya lewat kucing. Kita melihat kanvas sebagai catatan emosi: ia membangun suasana serta menghasilkan puisi-puisi yang mencoba menembus misteri. Dalam hal ini kucing hanya jalur yang kebetulan terpilih, karena kucing sebenarnya tidak pernah tampil lagi. Popo tidak hadir sebagai seorang penyayang binatang. Sebagai bentuk, beberapa garis atau titik yang dibubuhkannya dengan cepat kadangkala dapat dengan tepat menampilkan kucing. Tetapi sering bentuk kucing hanya ada dalam fikiran Popo: yang muncul adalah bidang-bidang hitam, warna-warna putih yang gemetar, serta beberapa torehan garis yang seharusnya tidak perlu dicari-cari kekucingannya. Pada saat ini kucing hanya menjadi jendela untuk mengungkapkan suasana-suasana tertentu yang lebih merupakan milik hidup. Popo telah menemukan satu dunia di mana ia kelihatan amat bebas tanpa kentara melakukan pemberontakan. Maka sepintas lalu Popo tetap seorang pelukis konvensionil, figuratif, padahal sesungguhnya ia telah menjadi abstrak. Penjara Kelanjutan pembebasan Popo pada bentuk kucing adalah mekanisme baru: ia mulai perlahan-lahan di penjara. Ini terjadi manakala ia mulai ingin bermain dengan warna. Kucing-kucingnya yang bergelimang warna, sebenarnya tidak mengkhawatirkan karena mendekali lukisan Karel Appel -- tetapi karena kehilangan spontanitas dan kecemerlangan. Kadangkala ia menjadi amat manis dan atraktif, dengan keasyikan menata warna dalam bidang-bidang yang mengambil disiplin bentuk kucing. Kita hampir melihat lukisan Popo menjadi dekoratif dan ornamentik. Di sana misteri jadi luntur, dan lukisan yang ingin menembus terbentur pada bentuk kembali. Puisi pun kehilangan tenaga: kita terpaksa berhubungan kembali dengan kucing, baik matanya yang mencorong hijau, punggungnya yang suka melengkung atau kumisnya yang kucing. Adakalanya kita menangkap sesuatu yang lugu, naif, sebagaimana kita menonton lukisan Klee. Tapi pembebasan bentuk telah kembali lagi pada bentuk. Secara teknis betapa kuatnya sapuan Popo. Ia mahir dalam warna. Pintar memilih saat dan sudut pandangan dramatik. Pengungkapannya puitis. Tapi tiba-tiba, melihat kucing-kucingnya yang begitu leluasa berkembang-biak, kita seperti dipaksa percaya bahwa dia sengaja mengulang-ulang sesuatu supaya orang faham itu bobot, bukan kekurangan problematik. Di sinilah kemudian penting arti lukisan yang mengambil subyek lain. Misalnya lukisan kecil-kecil bernama Bambu I dan Bambu II Lukisan air terjun Curug serta lukisan Baneng Sepanyol -- sebagian karya yang saya anggap segar dan berhasil. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus