Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Berita Tempo Plus

Melawan Si Penendang Tangga

31 Agustus 2003 | 00.00 WIB

Melawan Si Penendang Tangga
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kicking Away The Ladder: Development Strategy in Historical Perspective
Penulis :Dr. Ha-Joon Chang
Penerbit :Anthem Press, London, 2002

Ekonom Jerman abad ke-19, Friedrich List, memiliki ilustrasi karikatural tentang peran badan keuangan internasional IMF di Dunia Ketiga. Menurut List, jika negara berkembang adalah seseorang yang menaiki tangga ke satu puncak bangunan, negara maju adalah orang yang menendang tangga itu hingga jatuh. Selain IMF, si penendang tangga itu adalah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Bank Dunia—lembaga yang memegang monopoli untuk menentukan "baik" dan "buruk"-nya kebijakan ekonomi di suatu negara.

Ilustrasi tadi dipakai oleh Dr. Ha-Joon Chang, Asisten Direktur Studi Pembangunan Universitas Cambridge, Inggris, dalam buku Kicking The Ladder. Setelah pemenang Nobel dan mantan Wakil Presiden Bank Dunia Joseph Stiglitz dalam bukunya Globalization and Its Discontent, kini giliran Chang yang menelanjangi bias praktek kebijakan badan ekonomi dunia di negara berkembang.

Pandangan Chang didasari oleh teori proteksi industri muda (infant industry)—belakangan teori ini dikembangkan oleh Friedrich List—tentang kebijakan pasar bebas Inggris atas Amerika Serikat dan Jerman. Menurut List, Inggris sebenarnya telah "menendang tangga" yang ia panjat sebelumnya untuk mencapai supremasi ekonomi.

Pendekatan kesejarahan yang digunakan Chang menunjukkan bahwa hampir semua negara maju pernah memproteksi dan mengintervensi ekonomi negara mereka melalui kebijakan industrial, perdagangan, dan teknologi—sesuatu yang kini dianggap tercela pada era perdagangan bebas.

Banyak pihak yang tidak menyadari bahwa insitusi yang kini disyaratkan oleh WTO, IMF, ataupun Bank Dunia sebelumnya juga tidak dimiliki oleh negara-negara maju pada waktu mereka masih berkembang. Di AS, misalnya, demokrasi formal baru dicapai pada 1965 dengan diberlakukannya peraturan yang memungkinkan warga kulit hitam AS ikut pemilu tanpa khawatir dibatasi oleh undang-undang negara bagian (hlm. 74).

Di tengah kontroversi mengenai perpanjangan kontrak Indonesia dengan IMF, terasa penting menelusuri kebijakan-kebijakan IMF kepada pemerintah Indonesia. Benarkah paket reformasi yang berada di dalam "koper" IMF akan membawa Indonesia keluar dari krisis? Betulah kita perlu "lulus" dari sekolah IMF? Menurut Dr. Chang jawabnya adalah tidak.

Roysepta Abimanyu, staf Indonesian Centre for Reform and Social Emancipation, Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus