Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Mencari Pasar, Mencari Dasar

Dua film pendek Indonesia ditayangkan untuk penonton internasional. Belum menunjukkan eksplorasi tematik yang unik di tengah gairah sineas negeri.

6 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahad 15 Oktober 2006. Udara sejuk. Pasar film Asia di lantai 18 Grand Hotel Busan baru dibuka beberapa menit. Dua anggota Komite Sinema Indonesia (KISI), Amanda Marahimin dan Penny Purnawaty, masih sibuk menata kamar 1802 yang dijadikan sebagai pusat informasi perfilman Indonesia ketika seorang tamu masuk.

”Bisakah saya mendapatkan informasi tentang film Love for Share?” ujar Bruce D. Lee, nama sang tamu yang ternyata Presiden & CEO Shinabro Entertainment, Korea. ”Saya dengar ini film bagus, bisa dijelaskan lebih terperinci?” tanyanya. Love for Share adalah judul internasional untuk film Berbagi Suami yang Jumat dua pekan lalu meraih Golden Orchid Award di Louis Vuitton Hawaii International Film Festival.

Pasar film Asia yang berlangsung berbarengan dengan Pusan International Film Festival itu memang sebuah daya tarik tersendiri. Di sini transaksi film jutaan dolar berlangsung dalam hitungan menit. Sebab, meskipun setiap negara atau perusahaan swasta yang membuka stan informasi menyediakan materi visual dalam bentuk flyers, poster sampai trailer film yang dipromosikan, pembeli potensial biasanya sudah mempunyai informasi awal tentang film-film yang akan mereka beli hak distribusinya untuk wilayah peredaran masing-masing. Lewat KISI, Indonesia kali ini mempromosikan 30 film yang dibuat pada 2005-2006. ”Produser tak dikenakan biaya untuk mempromosikan filmnya lewat KISI,” ujar Amanda.

Semangat untuk memperkenalkan film Indonesia secara kolektif di pasar internasional adalah langkah jitu di tengah semakin cepatnya pertumbuhan perfilman negeri tetangga. ”Jika selama ini para sineas kita pergi ke luar negeri sendiri-sendiri, sekarang pemerintah mencoba memfasilitasi,” ujar Drs. Bakrie MM, Direktur Perfilman Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Dengan anggaran Rp 1,6 miliar untuk tahun ini, tiga festival internasional dibidik sebagai ajang pengenalan film Indonesia: Cannes, Busan, dan Taipei, akhir bulan ini.

Di Busan, misalnya, diadakan Indonesian Cinematography Night yang dibuka oleh Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan, Jakob Tobing. ”Thailand sudah lama mengaitkan perfilman mereka dengan pertumbuhan pariwisata. Sekarang sudah saatnya kita juga mengaitkan keduanya lebih serius,” katanya. Maka, dari atas panggung saat menyampaikan pidato, Jakob mengimbau para tamu asing agar melakukan syuting di Indonesia.

Keseriusan pemerintah untuk menata perfilman nasional sambil mengefektifkan ruang untuk menggaet investor juga terlihat dengan hadirnya Ketua Pansus RUU Perfilman Nasional dari Komisi X DPR, Hakam Naja (Fraksi PAN) bersama dua anggota lainnya, Cyprianus Aoer (Fraksi PDIP) dan Munawar Saleh (Fraksi PAN), di Busan. ”Kami bertemu dengan delegasi banyak negara untuk mencari masukan,” ujar Hakam. Ia mengilustrasikan betapa Selandia Baru menangguk keuntungan berlimpah sejak suksesnya trilogi The Lord of the Rings yang mengambil lokasi syuting di sana.

Meski agak terlambat, kiprah ini perlu didukung sambil terus diingatkan bahwa keinginan meniru Selandia Baru sama sekali tak semudah yang terlihat. Apalagi hanya dengan ilusi keindahan alam atau murahnya honor kru film. Sebab, bahkan untuk Irlandia yang disebut kolumnis Thomas L. Friedman sebagai negeri termakmur kedua di Eropa, pemerintah mereka menggenjotnya lewat reduksi pajak (tax deduction) sebesar 20 persen bagi sineas dunia yang ingin memakai lokasi syuting di sana.

Sayangnya, kesempatan langka menggelar Indonesian Cinematography Night tidak didukung materi presentasi yang tajam, singkat, namun komprehensif. Padahal, beberapa tamu seperti Profesor Kim Sooil, pakar Indonesia dan Malaysia di Busan University of Foreign Studies, sudah mengerahkan sejumlah mahasiswanya yang cukup aktif berbahasa Indonesia. Tak ada upaya menjaring pasar yang lebih tertata seperti dilakukan pemerintah Thailand lewat panitia Bangkok International Film Festival 2007 yang menggelar promosi persis sehari sebelumnya di Paradise Hotel, Busan.

Thailand mengkampanyekan tema U-thai-pia (plesetan dari Utopia) lewat buku program yang dirancang megah dan berisi daftar film-film dunia yang syutingnya dilakukan di sana, mulai dari The Deer Hunter (1978) sampai Star Wars Episode III: Revenge of the Sith (2005).

Di dalam negeri, kriteria film seperti apa yang layak dipromosikan untuk pasar luar negeri, dan strategi promosi apa yang sebaiknya digunakan, masih mengundang ketidakpuasan di sana-sini. ”Idenya sih baik, tapi, masak, untuk peristiwa sebesar itu saya sebagai sineas hanya dihubungi untuk memberikan foto dan poster film terbaru,” keluh Garin Nugroho yang baru pulang sebagai juri di Tokyo International Film Festival, Selasa silam. ”Mestinya kan sineas-sineas yang masih aktif diminta duduk bersama untuk merancang strategi yang akan digunakan di festival tujuan,” ia memberi saran.

Sutradara-cum-aktor senior Deddy Mizwar yang sedang melakukan syuting Nagabonar Jadi 2 pun merasa tak dihubungi siapa pun soal kesempatan mempromosikan film di Busan. ”Alur informasinya ini yang harus diperbaiki,” katanya.

Menanggapi keluhan dua sutradara senior itu, Bakri menjanjikan bahwa untuk promosi ke Cannes tahun depan ia akan membenahi sistem. ”Kita baru mulai melangkah, jadi mungkin ada kekurangan di sana-sini,” ujarnya.

Dengan dasar yang kuat, mencari pasar tentu akan lebih mudah bersama-sama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus