Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah musisi seperti Marcell Siahaan, Rhoma Irama, dan Sam Bimbo menolak pengajuan uji materi Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, yang dilayangkan pihak Musica Studios ke Mahkamah Konstitusi pada 12 November 2021. Rhoma Irama menyebut Perusahaan Rekaman Musica terlalu serakah karena ingin mengubah isi dari kedua pasal yang sudah ditetapkan pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya rasa ini, mudah-mudahan enggak salah ini, keserakahan kembali muncul yang terjadi pada era-era dulu ya,” kata Rhoma Irama dalam siaran pers yang diterima Tempo pada Sabtu, 25 Desember 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain Marcell, Rhoma, dan Sam Bimbo, para musisi yang menyatakan penolakan atas pengajuan uji materi Musica itu juga diikuti Dwiki Dharmawan, Dharma Oratmangun, Candra Darusman, Sandec Sahetapy dan Ikke Nurjanah. Berbagai organisasi musik serta Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), seperti Fesmi, PAMMI, KCI, WAMI, LMK-Pelari Nusantara, LMK-PAPPRI dan PRISINDO, yang selama ini menaungi para pencipta lagu, penyanyi dan pemusik menyatakan penolakan atas gugatan uji materi itu.
Musica Studios melalui kuasa hukumnya, Otto Hasibuan mempersoalkan empat pasal dalam UU Hak Cipta, yakni pasal 18, pasal 30, pasal 122 dan pasal 63 ayat (1) huruf (b), tentang penguasaan hak ekslusif sebuah karya cipta lagu. Musica Studios meminta agar redaksi royalti produser dinaikkan dari 50 tahun menjadi 70 tahun.
Panji Prasetyo, ketua tim pengacara para musisi ini menilai ada upaya dan praktik yang tidak adil, di balik gugatan Musica Studios. “Oleh karena itu harus dilawan. Kami sudah mempersiapkan argumen-argumen untuk melawan ketidakadilan. Hak Cipta lebih penting daripada hak master,” kata Panji Prasetyo.
Syam Permana saat menunjukan beberapa buah karya lagu ciptaannya yang kini banyak dinyanyikan oleh artis-artis ternama ibu kota. Syam dengan didampingi kuasa hukumnya akan melakukan upaya hukum untuk mendapat hak royaltinya. Dok. Kantor Hukum 9 Bintang
Ketua Umum FESMI, Candra Darusman, menyatakan bahwa inti gugatan adalah ingin mengubah atau menghilangkan beberapa pasal dalam UU Hak Cipta. Di antaranya, Pasal 18 dan Pasal 30 yang justru sudah dibuat sedemikian rupa untuk memenuhi rasa keadilan.
“Dalam Pasal 18, jelas disebut bahwa hak ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 tahun. Tetapi oleh pihak Musica ingin dibuat dan diubah menjadi 70 tahun. Oleh karena itu, kita lawan,” tambah Candra.
Tak ketinggalan, Sam Bimbo yang jauh-jauh datang dari Bandung juga memaparkan perjuangannya selama ini. “Kami berjuang selama 4 tahun hingga Undang-Undang Hak Cipta lahir. Ini teguran bagi musisi untuk bangun dan bangkit melawan kerakusan agar lebih adil dan beradab,” ujar Sam Bimbo.
Pasal 18 pada Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 yang digugat oleh Musica Studio’s itu berbunyi:
“Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, hak ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 tahun.
Sementara itu Pasal 30 sebagai berikut: “Karya pelaku pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual hak ekonominya, kepemilikan hak ekonominya beralih kembali kepada pelaku pertunjukan setelah jangka waktu 25 tahun.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.