Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Patung tak mandek

Pameran besar seni patung berlangsung di gedung purna budaya, yogyakarta. diikuti 71 seniman. pameran terakhir 13 tahun lalu. meski tak banyak pematung yang lahir, namun kualitas patung berkembang.

29 Februari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENIMAN berpolitik? Di suatu masa saat politik tak lagi dianggap sebagai "panglima" seperti pada zaman demokrasi terpimpin tahun 1960-an, terasa aneh bahwa kini ada seniman "berpolitik". Tapi karena yang dimaksud politik dalam artian yang luas, sebagai ekspresi masyarakat, ya normal saja. Dan itulah yang kini dilakukan oleh pematung Edhi Sunarso dengan karya terbarunya yang diberinya judul Kesadaran dan Kesetiaan. Patung yang dibikin selama tiga bulan itu merupakan satu dari 73 patung yang dipajang selama seminggu dalam pameran besar seni patung di gedung Purna Budaya Yogyakarta, pekan lalu. Patung itu setinggi 3,40 meter, terdiri dari tiga pilar kayu yang runcing melengkung, berbentuk gergaji pada ujung-ujungnya. Di atasnya ada tiga bola transparan dari fiber, yang mengandung lima lembar daun. "Patung ini mengekspresikan kehidupan politik di Indonesia dengan tiga kekuatan politik," kata Edhi Sunarso. "Pilar yang berujung gergaji itu melukiskan konflik di antara ketiga kekuatan politik. Betapapun tajamnya konflik itu, mereka tetap setia kepada Pancasila yang disimbulkan berupa lima lembar daun," kata pencipta patung Pembebasan Irian Barat yang dipasang di Lapangan Banteng, Jakarta itu. Pameran ini merupakan peristiwa kesenian yang penting. Bukan saja karena diikuti oleh 71 seniman, baik yang kawakan maupun yang pemula dan karena itu merupakan salah satu tonggak dalam sejarah pertumbuhan seni patung di Indonesia tapi juga penting karena merupakan peristiwa yang langka. Kita memiliki banyak pelukis, tapi sungguh aneh bahwa jumlah pematung kurang dari 100 orang. Itu pula sebabnya pameran patung sangatlah langka. Pameran terakhir sebelum pameran besar di Yogya ini diselenggarakan pada tahun 1979 di Balai Seni Rupa Fatahilah, Jakarta. Bayangkan: 13 tahun silam. Berbeda dengan seni lukis yang kini ngeboom, perkembangan seni patung di Indonesia rada tersendat. Riwayat seni patung dimulai tahun 1940-an, ketika pelukis Affandi mencoba mengekspresikan karyanya dengan memiuh-miuh tanah liat sebuah pergulatan yang merupakan rintisan awal. Sejak itu jarak waktu antara dua pameran sangat jauh. Repotnya, lembaga pendidikan juga tak banyak membantu. ASRI (kini Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI) Yogya, misalnya, selama 36 tahun usianya hanya menghasilkan pematung beberapa orang, sementara jurusan seni rupa ITB yang berusia 25 tahun hanya melahirkan dua pematung: Sunaryo dan Nyoman Nuarta. Itu dikatakan oleh Sunardi, dosen FSRD ISI Yogya, dalam sarasehan mengenai perkembangan seni patung sehubungan dengan pameran ini. Tapi, menurut Edhi Sunarso, dari segi kualitas, perkembangan seni patung jalan terus. "Para pematung sudah berani menggunakan bahan campuran dengan kualitas yang baik," katanya. Penilaian bahwa seni patung kita mandek justru datang dari pematung muda Alce Ully, 34 tahun, dari Institut Kesenian Jakarta. Ia menyayangkan para pematung senior yang tak sempat membantu perkembangan seni patung karena terlalu sibuk dengan proyek-proyek pembuatan monumen dengan dana yang besar. Para pematung muda yang tak berduit karena tidak kebagian pesanan pembuatan monumen tentu saja tak mampu membuat eksperimen karena hal itu membutuhkan biaya besar. "Saya kecewa dengan para senior yang sebenarnya bisa diharapkan jadi panutan bagi para pematung muda," ujar Alce. Dalam pameran itu, ibu dua anak ini menggelar karyanya, Continuous and Change, yang menurut Sunardi merupakan bentuk yang baru, unik, dan bermakna. Ide dasar patung dari bahan kayu ini ialah: semua makhluk mengalami proses yang berkelanjutan, sekaligus perubahan. Patung itu terdiri dari susunan gelondongan kayu dalam bentuk sepokok pohon setinggi dua meter. Susunannya membentuk efek dramatis seolah mudah runtuh. Untuk mengekspresikan adanya perubahan, Alce mencoba mengeksplorasi ruang dengan memisahkan salah satu potongan kayu gelondongan dari induknya. Dan untuk menimbulkan imaji mengenai perubahan itu, Alce menaburkan serbuk warna putih di lantai. Ketika tercerabut dari induknya dan meluncur ke bawah melindas serbuk putih, potongan gelondongan kayu itu tampak meninggalkan jejak. Patung ini akan dipajang di halaman gedung DPR di Senayan, Jakarta. Karya para pematung senior juga sangat menarik. Misalnya karya G. Sidharta Soegiyo, 60 tahun, berjudul Persembahan. Terbuat dari bahan kayu, patung yang dibuat tahun 1992 ini berupa bidang persegi dengan garis geometris yang dibentuk oleh komposisi warna merah, kuning, abuabu, dan biru. Pematung lain yang segenerasi dengan Sidharta ialah But Mochtar, 62 tahun, rektor ISI. Ia menampilkan patung dari bahan fiber berukuran 1 x 1,5 meter berjudul Keluarga. Pematung yang lebih muda adalah Sunaryo, 49 tahun, yang pada tahun 1985 memenangkan sayembara monumen Yogya Kembali. Ia menampilkan patung berjudul Cadik Baja yang cukup menarik, terbuat dari balok kayu berbentuk perahu sepanjang 170 sentimeter, didominasi warna cokelat tua dan merah dengan sirip-sirip dari bahan tahan karat di kiri kanannya. Ia juga menyuguhkan karya lainnya, Tumbuh dan Tumbang. Karya ini berupa kayu sepanjang 200 sentimeter yang ditindih beton dengan permukaan yang tidak rata. Dari dalamnya mencuat besibesi seukuran jari tangan. Secara keseluruhan, patung ini mirip konstruksi bangunan yang belum selesai. Menurut Sunardi, ini merupakan simbolisme lingkungan hidup yang pas. Budiman S. Hartoyo dan R. Fadjri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus