Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Pengisahan Pangeran Diponegoro

Pada 10 Maret 1830, gerhana bulan total membuat orang-orang di Jawa merasa ketakutan. Mereka menduga bakal terjadi peristiwa nahas. Kita ingat pada masa itu berlangsung Perang Jawa. Pangeran Diponegoro menggerakkan orang-orang Jawa melawan Belanda, sejak 1825. Peperangan semakin menempatkan pangeran Diponegoro dalam situasi sulit. Gerhana bulan total itu mirip tanda keberakhiran atau nasib buruk. Hari berganti hari. Pangeran Diponegoro bergerak ke Magelang, memenuhi undangan Tuan Residen De Kock.

15 Maret 2015 | 00.00 WIB

Pengisahan Pangeran Diponegoro
material-symbols:fullscreenPerbesar
Pengisahan Pangeran Diponegoro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pada 10 Maret 1830, gerhana bulan total membuat orang-orang di Jawa merasa ketakutan. Mereka menduga bakal terjadi peristiwa nahas. Kita ingat pada masa itu berlangsung Perang Jawa. Pangeran Diponegoro menggerakkan orang-orang Jawa melawan Belanda, sejak 1825. Peperangan semakin menempatkan pangeran Diponegoro dalam situasi sulit. Gerhana bulan total itu mirip tanda keberakhiran atau nasib buruk. Hari berganti hari. Pangeran Diponegoro bergerak ke Magelang, memenuhi undangan Tuan Residen De Kock.

Pada Minggu, 28 Maret 1830, Pangeran Diponegoro atau Sang Pangeran mendatangi Wisma Residen, bermaksud melakukan kunjungan dalam suasana Lebaran. Pangeran Diponegoro datang tanpa membawa rasa curiga. Tuan Residen De Kock mengajak Pangeran Diponegoro masuk dan bercakap di ruang baca. Nasib nahas untuk Pangeran Diponegoro. Pihak Belanda menjebak Pangeran Diponegoro. Hari itu Pangeran Diponegoro resmi ditangkap. Perang Jawa pun berakhir. Belanda berlaku licik. Tuan Residen De Kock berucap bahwa alasan penahanan adalah agar semua persoalan bisa diselesaikan menurut aturan Belanda.

Peristiwa nahas itu dicatat oleh Pangeran Diponegoro saat mengalami pembuangan di Manado dan Makassar.?Babad?Diponegoro?mencatat kesaksian: "Hai Jenderal! Anda ini benar-benar jahat, dursila! Mengapa sekarang Anda mengatakan terpaksa bertindak terburu-buru. Padahal, sebelum ini, selama bulan puasa, Anda tidak menunjukkan tanda-tanda mempunyai pikiran demikian?" Pangeran Diponegoro tak bisa melepaskan diri dari jebakan. Kekalahan ini membuat Pangeran Diponegoro malu.

Episode getir di Magelang itu diceritakan oleh Landung Simatupang. Cerita disajikan sebagai pentas "tuturan dramatik" untuk mengenang Pangeran Diponegoro. Semula, pentas diadakan di Magelang,?24 November 2013. Pentas berlanjut di Yogyakarta (8 Januari 2014), Jakarta (5 Maret 2014), dan di Makassar (5 Juni 2014). Tempat-tempat itu dipilih sesuai dengan alur penangkapan dan pembuangan Pangeran Diponegoro. Mengenang dengan pentas bercerita memungkinkan penonton merasakan suasana masa silam. Cerita-cerita itu dibukukan sebagai dokumentasi dan bacaan untuk publik.

Landung Simatupang menulis cerita bersumber dari dua buku garapan Peter Carey:?Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan?Lama di Jawa 1785-1855?dan?Babad Diponegoro. Sajian tuturan dramatik dan buku berbeda dengan kebiasaan kita menghormati Pangeran Diponegoro melalui penamaan jalan, pembuatan patung, penamaan gedung, universitas, poster dalam kelas, atau film. Kita membuktikan bahwa ikhtiar mengenang dan menghormati Pangeran Diponegoro belum usai. Para sejarawan, sastrawan, sutradara film, dan pakar militer terus berusaha mengisahkan Pangeran Diponegoro demi pelbagai misi. Kerja ini melanjutkan ikhtiar para penggerak politik kebangsaan saat menggunakan Pangeran Diponegoro sebagai simbol perjuangan. Kita tentu ingat akan narasi garapan Muhammad Yamin dan seruan-seruan Sukarno. Pujian fenomenal juga diberikan oleh Chairil Anwar melalui puisi berjudul Diponegoro, ditulis pada masa revolusi.

Penerbitan cerita untuk pengisahan Pangeran Diponegoro mendapat pujian Peter Carey. Penulisan dan pementasan oleh Landung Simatupang menjadi "pekerjaan menciptakan tuturan baru tentang hidup Pangeran Diponegoro". Ikhtiar ini juga "memberikan sumber daya kepada sejarawan untuk mencari cara baru memahami dinamika masyarakat Jawa yang khas di mana Sang Pangeran hidup". Kita bisa membaca cerita puitis meski tak sempat menonton pementasan-pementasan di Magelang, Yogyakarta, Jakarta, dan Makassar. Landung Simatupang membuktikan kerja belum selesai untuk terus mengisahkan Pangeran Diponegoro agar kita tak melupakan atau meremehkan.

Pengisahan bermula dari episode kelahiran dan masa bocah sampai detik-detik terakhir Pangeran Diponegoro. Biografi puitis, mengesankan Pangeran Diponegoro memang menjalankan takdir untuk melawan penjajah. Takdir dipenuhi dengan pengorbanan dan ambisi-ambisi, meski semua tak memberi kemenangan. Pangeran Diponegoro justru berakhir dengan derita dan kekalahan. Kita tentu tak mengartikan kematian Pangeran Diponegoro sebagai keberakhiran melawan penjajah. Kematian justru menjadi pemicu perlawanan tanpa takut untuk memerdekakan negeri.

Landung Simatupang mengisahkan:?Takdir menempatkanku hadir/ di pusat kekuasaan Jawa, Kasultanan Jogjakarta/ dan menjadi bagiannya,/ bagian dari kuasa pribumi/ yang makin terdesak kuasa asing barat;/ terancam dan kian terancam jatuh martabat/ menjadi sekadar koloni/ dengan jurang pemisah antara tuan-tuan dan/ inlender (pribumi).?Takdir itu dijalankan dengan tanggung jawab dan impian bahwa penguasa asing bakal bisa disingkirkan dari Jawa. Impian itu tak berpihak. Pangeran Diponegoro justru mengalami hukuman, pengasingan di Manado dan Makassar. Kematian pun jauh dari Jawa. Keinginan pergi ke Tanah Suci juga tak pernah terwujud. Pada 8 Januari 1855, Pangeran Diponegoro wafat, memberi warisan-warisan heroisme, otobiografi, senjata, dan impian. Sekarang, kita selalu mengenang Pangeran Diponegoro demi mengetahui sejarah dan nasib negeri setelah meniti waktu ratusan tahun. Begitu.

Judul: Aku Diponegoro!
Penulis: Landung Simatupang
Penerbit:
Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta
Cetak: 2015
Tebal: 110 halaman
ISBN:?978-979-91-0821-0

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus