Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Indramayu - Sebanyak 8.600 ton garam hingga kini masih tersimpan di sejumlah gudang di Kabupaten Indramayu. Padahal tahun sebelumnya, tidak ada petambak yang memiliki stok garam di gudang seperti saat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Bidang Perikanan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu, Edi Umaedi, menjelaskan ribuan ton garam itu belum terjual di Kabupaten Indramayu. “Garam tersebut tersimpan di sejumlah gudang milik petambak garam,” katanya, Kamis, 11 Juli 2019.
Di bulan yang sama tahun sebelumnya, kata Edi, petambak tidak memiliki stok garam di gudang mereka. “Karena perusahaan-perusahaan besar biasanya sudah melakukan penyerapan garam dari petambak,” ucapnya.
Edi mengaku hingga kini belum mengetahui mengapa perusahaan-perusahaan besar tersebut belum menyerap garam lokal yang ada di Indramayu. “Kami juga terus berupaya agar stok garam yang ada saat ini bisa segera dilepas,” katanya. Ia berharap pekan depan, garam-garam tersebut bisa segera terserap.
Akibat stok berlebih itu, harga garam saat ini turun drastis atau berada di kisaran Rp 300 hingga Rp 400 per kilogramnya. Dengan harga tersebut, menurut Edi sangat sulit bagi petambak garam untuk mengambil keuntungan.
“Karena mereka juga harus mengeluarkan ongkos distribusi garam sebelum dijual,” kata Edi. Petambak garam baru bisa bernafas lega jika harga garam berada di atas Rp 500 per kilogram. “Lebih bagus lagi kalau harganya Rp 1.000 ke atas,” ucapnya.
Edi menjelaskan, pemerintah tidak menutup mata terkait anjloknya harga garam petambak. Bantuan demi bantuan juga tela mereka salurkan kepada petambak garam dengan maksud untuk meningkatkan kualitas produksi garam mereka.
Bahkan, menurut Edi, hasilnya sudah bisa terlihat. “Dulu, satu hektare lahan hanya menghasilkan 60 ton saja, tapi sekarang sudah bisa mencapai 117 ton,” katanya.
Kualitas garam yang dihasilkan petambak lokal juga sudah bisa menyaingi garam impor dan terbukti telah diserap untuk keperluan industri. Tahun lalu produksi garam Indramayu mencapai 335 ribu ton.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengomentari ihwal harga garam yang anjlok di tingkat petani. Menurut dia, hal itu karena impor garam yang terlalu besar.
"Persoalan harga jatuh itu adalah impor terlalu banyak dan bocor. Titik. Itu persoalannya," kata Susi saat memaparkan pencapaian program-program Kementerian Kelautan dan Perikanan semester I di kantornya, Jakarta, Kamis, 4 Juli 2019.
Baca: Menteri Luhut Janji Usut Penyebab Anjloknya Harga Garam Petani
Menurut Susi, kalau impor garam di bawah 3 juta ton seperti sebelum-sebelumnya, harga di petani bisa Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per kilogram. "Persoalannya impor terlalu banyak dan itu bocor."