Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan sepanjang 2018 hingga 2020, anggaran APBN untuk mengatasi perubahan iklim sangat kurang. Anggaran tersebut sebesar Rp 102 triliun atau masih jauh dari total kebutuhannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Padahal kita butuh Rp 343 triliun. Angka ini memang kurang, kekurangannya cukup besar,” ujar Luhut di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, Kamis, 17 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Luhut berujar anggaran perubahan iklim terus turun dalam empat tahun terakhir. Pada 2018, anggaran APBN untuk perubahan iklim dialokasikan Rp 132,47 triliun. Kemudian melorot pada 2019 menjadi Rp 97,66 triliun.
Pada tahun berikutnya atau 2020, dana itu berkurang lagi menjadi Rp 77,81 triliun. Padahal Indonesia sudah berkomitmen menurunkan minimal 29 persen emisi pada 2030 dan mencapai net zero carbon pada 2060 sebagai upaya pencegahan terhadap dampak perubahan iklim.
Karena itu untuk mengatasi ancaman-ancaman ke depan, Luhut menyebut dibutuhkan setidaknya Rp 241 triliun yang bersumber dari pendanaan swasta. Anggaran ini dipakai untuk mengatasi persoalan industrial process and product uses (IPPU), limbah, energi dan transportasi, pertanian, serta kehutanan dan lahan.
“Banyak negara maju berpikir negara berkembang ini enggak care. Saya bilang kita itu care, care ke next generation of Indonesia,” ucap Luhut.
Sebagai upaya menyelesaikan persoalan perubahan iklim, Luhut mengatakan Indonesia tengah mengembangkan ekonomi hijau dan membuka pintu investasi untuk proyek-proyek berkelanjutan. Di antaranya melalui proyek energi baru terbarukan dan transisi energi atay ETM.
Dia mencontohkan proyek ekonomi hijau di Kalimantan Utara dengan nilai US$ 132 miliar. Nantinya proyek ini digadang-gadang bisa menjadi kawasan hilirisasi berbasis ekonomi hijau terbesar. Selain itu, Luhut mengatakan Indonesia telah mengumumkan komitmennya memensiunkan PLTU batu bara.
Pada tahap awal mulai 1 April mendatang, Indonesia mulai mengenakan biaya eksternalisasi karbon atau carbon tax terhadap PLTU batu bara dengan mekanisme carbon cap trade tax. “Ini akan jadi showcase kita di G20,” kata Luhut.