Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Cara Bupati Timor Tengah Utara Menyulap Bukit Batu Jadi Kebun Tani Organik

Bupati Timor Tengah Utara (TTU) Raymundus Sau Fernandez menyulap bukit batu menjadi kebun pertanian organik.

2 Agustus 2020 | 11.37 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bupati Timor Tengah Utara (TTU), Raymundus Sau Fernandez menyulap bukit batu di Rens, Kelurahan TUbuhue, Kecamatan Kota Kefa, menjadi kebun organik. TEMPO/ YOHANES SEO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, KEFA - Tak perlu lahan gembur dan subur, Bupati Timor Tengah Utara (TTU) Raymundus Sau Fernandez menyulap bukit batu di Rens, Kelurahan Tubuhue, Kecamatan Kota Kefa, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT, menjadi kebun pertanian organik.
 
Bukit berbatu yang dinamai warga sekitar Fatu Faun (banyak batu) itu digarap Raymundus selama kurang lebih tiga bulan untuk menjadi lahan pertanian.
 
Walaupun Raymundus tak berlatar belakang pendidikan bidang pertanian, tamatan Peternakan Universitas Nusa Cendana (Undana) itu bertekad membuat kebun organik.
 
Kebun organik miliknya pun kini menjadi proyek percontohan. Berbagai kalangan, seperti peneliti Politani Undana serta kelompok tani di daerah tersebut belajar di areal miliknya.
 
Dia pun mau berbagi cara bercocok tanam dengan petani di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Bahkan, Raymundus memberikan bibit tanaman bagi hasil petani di daerah itu.
 
"Prosesnya tidak keluarkan uang banyak. Bahan- bahan untuk kompos pun, ada di sekitar kita. Hanya butuh waktu lebih untuk mengolahnya," kata Raymundus kepada Tempo, Minggu, 2 Agustus 2020, saat meninjau lokasi pertanian organik itu.
 
Sistem pertanian konvensional, berbeda dengan pertanian organik yang tidak mengenal penggunaan bahan kimia, seperti pestisida. Aneka sayur mayur, buah-buahan yang ditanam secara organik benar-benar mengandalkan kesuburan tanah. Untuk itu, penggunaan pupuk alami, seperti pupuk kandang, dan kompos, sangat menentukan berkualitas tanaman.
 
Di bukit batu itu, Raynundus menanam berbagai jenis tanaman. Di antaranya pepaya, anggur, lengkeng, jeruk, kelapa dan jambu. Selain tanaman umur panjang itu, terdapat sejumlah tanaman selingan, seperti kacang tanah, kacang hijau, sayuran dan lombok.
 
"Yang sudah panen kacang hijau sebanyak 2,8 ton. Harga pasar per kg Rp 35 ribu, sehingga hasilnya mencapai puluhan juta. Selain itu, kacang tanah sebanyak 200 karung, baru terjual 100 karung," katanya.
 
Pengembangan kebun organik di lahan kering dan berbatu yang dilakukan Raymundus awalnya tidak berjalan mulus. Dia sempat dua kali gagal. Namun dia tidak patah arang. Usaha ketiga pun membuahkan hasil. 
 
"Awalnya saya mulai semai pepaya, dua kali berturut-turut gagal, tapi saya lakukan lagi, dan kali ketiga baru berhasil. Kalau ada kemauan, apa pun tantangannya pasti berhasil. Jangan gampang menyerah," ujarnya.
 
Dia mengatakan ketakutan petani di daerah ini adalah air. Padahal, petani harus belajar kebutuhan air pada tiap tanaman berbeda. Dia mencontohkan, pepaya pertama membutuhkan air kurang lebih satu sampai dua jam. Namun, berikutnya hanya butuh waktu 30 menit. 
 
"Lahan kering, kami gunakan sistem irigasi tetes. Misalnya pepaya, pertama dibutuhkan air dua sampai tiga jam kita alirkan air. Tapi kedua ketiga cukup 30 menit saja per harinya. Setiap 4 hari baru disiram lagi," katanya.
 
Saat ini, Raymundus telah kembangkan berbagai jenis tanaman di atas bukit berbatu itu. Ada buah naga, sayuran, daun bawang dan lainnya. Tanaman tersebut ditanam di lereng bukit yang disulap menjadi lahan pertanian.
 
Pengembangan kebun organik itu diharapkan bisa memotivasi petani di daerah itu untuk mau berkebun guna memenuhi kebutuhan sehari-hari serta meningkatkan ekonomi masyarakat di daerah itu.
 
"Saya pekerjakan banyak warga. Salah satu cara adalah membuat lubang tanaman atau menyiram tanaman, dan saya bayar. Saya harap dengan begitu bisa memotivasi mereka untuk mau berkebun," ujarnya.
 
Sebagai seorang kepala daerah, Raymundus tidak malu untuk berkotor-kotor mengolah lahan untuk tanaman organik. Walau banyak pihak yang mencibirnya. 
 
"Ada warga yang datang lalu katakan, kalau sudah jadi bupati tidak usah kerja lagi. Saya bliang ke orang itu, Anda salah. Semua orang harus bekerja, walau bupati," katanya.
 
Selain tanaman organik, suami Anggota DPR RI, Kristina Muki ini juga membuat kompos untuk tanaman organik yang ditanamnya. Kompos yang dibuat berasal dari makanan sisa, kotoran ternak dan lainnya. Dia berharap suatu saat kompos itu bisa dijual ke warga untuk perkembangan lahan pertanian warga.
 
"Saya sedang melalukan uji mutu. Jila lolos, maka saya siapkan kompos untuk warga di daerah," ujarnya.
 
Timor Tengah Utara (TTU) yang berbatasan dengan Timor Leste masih miliki banyak lahan tidur yang belum dimanfaatkan dengan baik, oleh warga sekitar. Karena itu, Raymundus selalu mendorong warga agar mau berkebun untuk kesejahteraan masyarakat.
 
Jejak Raymundus untuk mengembangkan tanaman organik ini diikuti petani. Namanya Yoseph Tanu. Dia mengembangkan tanaman organik berupa pepaya dan pisang di atas lahan seluas 2 hektare (Ha).

"Motivasi saya untuk mengajak anak muda di daerah ini untuk berkebun," katanya.

Dia mengatakan perkebunan yang dibuat ini memanfaatkan lahan tidur. Cara tersebut sama seperti yang saat ini sedang dikembangkan Raymundus.

"Sekarang pak Bupati sedang mengembangkan tanaman organik ini di lahan yang cukup luas," kata Yoseph.

Lahan pertanian Bupati dipenuhi dengan berbagai jenis tanaman berbeda dengan Yoseph yang hanya mengembangkan tiga jenis tanaman, seperti pisang, pepaya dan anggur.

YOHANES SEO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus