Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan akses pasar dalam negeri bagi nelayan di Indonesia masih terkendala oleh ongkos distribusi logistik yang terlampau tinggi. Dia mencontohkan, pengiriman komoditas tersebut dari Indonesia bagian timur ke Jakarta lebih mahal ketimbang ke Jepang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Di Indonesia timur, ikan begitu melimpah. Tapi untuk sampai Jakarta, kita butuh ongkos Rp 3.800 per kilogram. Lebih murah membawa ikan dari Morotai ke Jepang yang harganya Rp 3.600 per kilogram,” tutur Edhy dalam dalam diskusi publik bersama Bincang Karya (Bianka), Rabu, 15 Juli 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Edhy, Kementeriannya saat ini sedang berfokus memperbaiki jalur logistik bagi pengiriman hasil laut untuk membuka akses pasar di dalam negeri. Langkah pertama, KKP akan memetakan kembali potensi-potensi ikan di seluruh perairan.
Kedua, Kementerian berencana memperkuat konektivitas antar-wilayah untuk mengurangi disparitas harga penjualan produk ikan. Menurut Edhy, adanya perbedaan harga komoditas bukan masalah, namun ia berharap selisihnya antar-daerah tak terlampau tinggi sehingga produktivitas hasil laut di level nelayan dapat terserap maksimal di dalam negeri.
Di samping itu, Edhy berencana mengatur ulang kuota pemilik kapal besar yang memperoleh izin tangkap ikan di perairan RI. Saat ini, kelompok pengusaha dengan skala jumbo hanya boleh menangkap ikan maksimal 50 ribu ton per tahun.
“Kami juga memastikan yang menangkap ikan di laut bukan orang asing. Bukan kami anti-asing, tapi saya yakin orang Indonesia banyak yang bisa melakukan penangkapan itu,” tuturnya.
Berdasarkan catatan KKP, hingga hari ini terdapat 7.000 kapal besar yang memperoleh izin penangkapan ikan. Secara faktual, tidak semua kapal beroperasi. Sedangkan kapal kecil berukuran di bawah 30 GT tercatat sebanyak 5.000 unit.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA