Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Presiden Prabowo Subianto telah melakukan penyusunan kembali atau rekonstruksi anggaran yang terdampak efisiensi. Sejumlah kementerian/lembaga telah membahas porsi pemangkasan anggaran dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 12-13 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ekonom Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan pemangkasan seharusnya berbasis pada analisis. “Efisiensi anggaran yang efektif tidak hanya sebatas memangkas belanja secara acak, tetapi harus berbasis pada analisis yang komprehensif terhadap dampak dari setiap kategori belanja,” ujarnya kepada Tempo dikutip 15 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah, kata dia seharusnya meneliti anggaran dan melakukan pembagian berdasarkan kategori kuartil 1 hingga 5 (Q1-Q5). Dengan begitu pemerintah dapat lebih mudah mengidentifikasi area mana yang harus dipertahankan dan mana yang bisa diefisiensikan.
Kategori Q1, kata dia, mencakup biaya yang langsung dan relevan dengan pelayanan publik, seharusnya tidak dipangkas sama sekali. “Ini termasuk anggaran yang berkaitan dengan pendidikan, kesehatan, infrastruktur publik, serta program sosial yang langsung dirasakan oleh masyarakat.”
Sedangkan jategori Q2, yang mencakup biaya yang tidak langsung namun relevan dengan layanan. Adapun Q3 merupakan biaya yang tidak langsung dan tidak relevan dengan layanan publik secara langsung, tetapi berfungsi sebagai enabler atau pendukung utama.
Achmad mencontohkan layanan lift dan AC (air conditioner) untuk para pegawai. Belanja ini mungkin tidak berdampak langsung pada pelayanan publik, tetapi memiliki peran penting dalam menjaga produktivitas dan kenyamanan kerja.
Menurut dia yang paling layak terdampak efisiensi adalah kategori Q4 dan Q5. Mencakup belanja yang tidak langsung dan tidak relevan dengan layanan publik, tetapi memiliki peran pendukung sampingan, seperti berbagai kegiatan seremonial, perjalanan studi banding ke luar negeri.
Dalam kondisi penerimaan yang melambat, menurut Achmad, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam menyusun kebijakan fiskal. “Agar tetap dapat menjaga keseimbangan antara efisiensi belanja dan pencapaian target penerimaan negara,” ujarnya.
Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun memastikan target efisiensi tetap Rp 306 triliun meski ada rekonstruksi anggaran. Nilai total penghematan tersebut masih sesuai dengan Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2025 yang diterbitkan pada 22 Januari lalu.