Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang – Perhimpunan Ikan Hias Indonesia (PIHI) mengakui nilai ekspor ikan hias Indonesia masih kalah dari negara tetangga, Singapura. Ketua Umum PIHI Maxdeyul Sola mengatakan kondisi ini cukup miris karena kebanyakan ikan-ikan yang di ekspor dari Singapura, justru berasal dari Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi skema saat ini, Indonesia kirim ke Singapura, baru kirim ke negara lain,” kata Maxdeyul usai menghadiri acara gelaran pameran Ikan Hias (2nd Indonesia Ornamental Fish and Aquatic Plant Show) Nusantara Aquatic (Nusatic) ke-2 yang digelar pada tahun 2017 ini di Indonesia Convention Exhibition (ICE) Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, Banten, Ahad, 3 Desember 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Maxdeyul mengatakan hampir separuh dari industri lokal menjadikan Singapura sebagai tempat persinggahan untuk mengekspor ikan hias. Alasannya, Singapura memiliki fasilitas transportasi maupun raiser atau fasilitas pengembangan ikan hias yang lebih baik daripada Indonesia untuk mengakses pasar internasional.
Data dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada tahun 2015 menunjukkan bahwa ekspor ikan hias air laut Indonesia saat ini masih menempati peringkat tiga di dunia dengan nilai ekspor mencapai US$ 5,43 juta. Sementara ekspor ikan hias air tawar menduduki posisi lima dengan nilai ekspor lebih tinggi, mencapai US$ 14,16 juta.
Persoalan lain, kata Maxdeyul, adalah raiser milik Kementerian Kelautan dan Perikanan yang terletak di Cibinong, Bogor, Jawa Barat belum berfungsi maksimal. Menurut dia, raiser tersebut sudah dibentuk sejak era Presiden Megawati Soekarnoputri. “Namun 2009 sampai 2014 vakum, gak ada greget,” ujarnya.
Jika berfungsi maksimal, tuturnya, raiser sebenarnya sangat membantu meningkatkan kapasitas ekspor ikan hias Indonesia. Sebab, proses ekspor akan dikelola dalam satu pintu, mulai dari karantina, pengemasan, bea cukai, hingga pengiriman ke bandara. Fasilitasi ini dinilai akan menarik minta industri lokal untuk memanfaatkannya.
Terakhir, persoalan tumpang tindih regulasi antar kementerian juga belum terselesaikan. Salah satu contoh, kata Maxdeyul, terjadi pada aturan ekspor Ikan Arwana. “Dulu boleh dikirim ukuran 5 sentimeter, tapi sekarang aturan Menteri Perdagangan harus 10 sentimer, Kementerian kelautan Perikanan bedal lagi, 12 sentimeter.”
Untuk mengatasi persoalan ini, Maxdeyul mengatakan pihaknya telah menyusun dokumen Rancangan Aksi Ikan Hias. Selain memuat target, Indonesia menjadi eksportir Indonesia nomor satu di dunia pada tahun 2021, Ia mengatakan dokumen ini juga berisi 23 poin masukan agar ada penyelarasan regulasi. “Kami berharap segera ada Inpers (Instruksi Presiden) yang mengatur detail,” katanya.